Zaman Kerajaan di Indonesia yang pertama
berkembang di Indonesia yaitu kerajaan Hindu dan Buddha sedangkan sistem
perekonomian yang di gunakan pada waktu itu adalah perdagangan, sehingga
hubungan dengan negara-negara tetangga maupun yang lebih jauh seperti India,
China dan wilayah Timur Tengah pun bisa terjalin.
Pada zaman kerajaan berkembang Agama Hindu lah
yang pertama masuk ke Indonesia dengan perkiraan awal awal Tarikh Masehi dan
terus berkembang sampai kerajaan-kerajaan Islam bermunculan. Berikut 10 kerajaan
Hindu-Buddha yang ada di Indonesia.
1. Kerajaan
Kutai
Kerajaan kutai
merupakan kerajaan tertua bercorak Hindu di Indonesia. Letak kerajaan kutai
tepatnya di hulu sungai Mahakam, kalimantan. Nama kutai diambil dari nama tempat ditemukannya prasasti yang
menggambarkan kerajaan tersebut. Nama Kutai diberikan oleh para ahli karena
tidak ada prasasti yang secara menyebutkan nama kerajaan ini.
Tujuh buah yupa
merupakan sumber utama bagi para ahli untuk menginterpretasikan sejarah
kerajaan Kutai. Dari salah satu yupa tersebut, diketahui bahwa raja yang
memerintah Kerajaan Kutai saat itu Mulawarman.
Mulawarman adalah anak
Asmawarman dan cucu Kudungga. Nama Mulawarman dan Asmawarman sangat kental
dengan pengaruh bahasa Sansekerta. Adapun Kudungga, kemungkinan adalah nama
asli orang Indonesia yang belum terpengaruh oleh kebudayaan India. Putra
Kudungga, Asmawarman, kemungkinan adalah raja pertama Kerajaan Kutai yang
bercorak Hindu. Ia juga diketahui sebagai pendiri dinasti Kerajaan Kutai
sehingga diberi gelar Wangsakerta, yang artinya pembentuk keluarga.
Putra Asmawarman
adalah Mulawarman. Dari Yupa, diketahui bahwa pada masa pemerintah Mulawarman,
Kerajaan Kutai mengalami masa keemasan. Wilayah kekuasaannya meliputi hampir seluruh
wilayah Kalimantan Timur. Rakyat Kutai hidup sejahtera dan makmur.
2.
Kerajaan
Tarumanegara
Sumber sejarah
Kerajaan Tarumanegara diperoleh dari prasasti-prasasti yang berhasil ditemukan.
Namun, tulisan pada beberapa prasasti, seperti pada Prasasti Muara Cianten dan
Prasasti Pasir Awi sampai saat ini belum dapat diartikan. Banyak informasi
berhasil diperoleh dari tulisan pada kelima prasasti lainnya, terutama Prasasti
Tuggu yang merupakan prasasti terpanjang . Tujuh prasasti dari Kerajaan
Tarumanegara adalah: Prasasti Cianten, Prasasti Tugu , Prasasti Pasir Awi, dan
Prasasti Munjul.
Bukti keberadaan
Kerajaan Tarumanegara adalah catatan sejarah pengelana Cina. Catatan sejarah
pengelana Cina yang menyebutkan keberadaan Kerajaan Taruma negara adalah
catatan perjalanan pendeta Cina Fa-Hsein, pada tahun 414 dan catatan kerajaan
Dinasti Sui dan Dinasti Tang. Dari catatan sejarah kedua dinasti ini, diperoleh
bukti yang lebih kuat tentang letak Kerajaan Tarumanegara.
Dari salah satu
prasasti, yakni Prasasti Ciaruteun yang ditemukan di Desa Ciampea, Bogor,
diketahui bahwa Purnawarman dikenal sebagai raja yang gagah berani. Dari
deskripsi prasasti ini, dapat disimpulkan sangat pentingnya kedudukan Raja
Purnawarman. Dikatakan bahwa pada tahun pemerintahannya yang ke-22, Purnawarman
telah menggali Sungai Gomati. Dari prasasti tersebut, dapat disimpulkan bahwa
Purnawarman memerintah dalam waktu yang cukup lama.
3. Kerajaan Holing
Berdasarkan catatan dari pengelana
Cina pada masa Dinasti Tang, Kerajaan Holing terletak berbatasan dengan laut di
selatan, Chen-La (Kamboja) di sebelah utara, Po-Li (Bali) di sebelah timur, dan
To-Po-Teng di sebelah barat. Kerajaan Holing diperintah oleh seorang ratu yang
bernama Ratu Sima. Kerajaan Holing memiliki hubungan politiki yang baik dengan
banyak kerajaan disekitarnya. Kerajaan Holing sering mengirim utusan ke luar
negeri, dan banyak utusan dari kerajaan lain datang ke Kerajaan Holing.
Nama lain dari Holing adalah
She-Po (Jawa), berdasarkan berita dari salah seorang pengelana dari dinasti
Tang, disimpulkan bahwa kerajaan Holing terletak di Pulau Jawa, khususnya Jawa
Tengah. J.L. Moens memperkirakan letak Kerajaan Holing di dasarkan aspek
ekonomi. Menurut J.L,Moens, Kerajaan Holing terletak di tepi selat Malaka,
yaitu di Semenanjung Malaya karena Selat Malaka merupakan selat yang paling
ramai dalam aktivitas perdagangan dan pelayaran saat itu. Pendapat J.L.Moens
diperkuat dengan ditemukannya sebuah daerah bernama Keling di Semenanjung
Malaya.
4.
Kerajaan
Melayu
Kerajaan-kerajaan
Buddha di Sumatra muncul pada sekitar abad ke-6 dan ke-7. Sejarah mencatat ada
dua kerajaan bercorak Buddha di Sumatra, yaitu Kerajaan Melayu dan Kerajaan
Sriwijaya. Nama kerajaan Sriwijaya selanjutnya mendominasi hampir seluruh
informasi tentang kerajaan dari Sumatra pada abad ke-7 hingga ke-11.
Kerajaan Melayu
merupakan salah satu kerajaan tertua di Indonesia. Berdasarkan bukti-bukti
sejarah yang bisa ditemukan Kerajaan Melayu diperkirakan berpusat di daerah
Jambi, tepatnya di tepi alur Sungai Batanghari. Di sepanjang alur Sungai
Batanghari ditemukan banyak peninggalan berupa candi dan arca. Kerajaan Melayu
adalah catatan dari seorang pengelana dari Cina yang bernama I-Tsing (671-695).
Ia menyebutkan bahwa pada abad ke-7 terdapat sebuah kerajaan bernama Kerajaan
Melayu yang secara politik di masukkan ke dalam wilayah kekuasaan Kerajaan
Melayu terletak di dekat selat Malaka yang merupakan jalur Kerajaan Melayu baru
kita peroleh kembali beritanya dari abad ke-13. Menurut Kitab
Negarakertanegara, pada tahun 1275, Raja Kertanegara dari kerajaan di Jawa
mengadakan ekspedisi penaklukan ke Sumatra. Ekspedisi tersebut disebut
ekspedisi Pamalayu. Setelah cukup lama di bawah kekuasaan Sriwijaya, Kerajaan
Melayu muncul kembali sebagai pusat kekuasaan di Sumatra. Pada Abad 17,
Adityawarman, putra Adwayawarman memerintah Kerajaan Melayu, Adityawarman
memerintah hingga tahun 1375, kemudian digantikan oleh anaknya Anangwarman.
5.
Kerajaan
Sriwijaya
Kerajaan Sriwijaya
yang muncul abad ke-6 pada mulanya berpusat di sekitar Sungai Batanghari,
pantai timur Sumatra. Pada perkembangannya, wilayah Kerajaan Sriwijaya meluas
hingga meliputi wilayah Kerajaan Melayu, Semenanjung Malaya, dan Sunda (kini
wilayah Jawa Barat). Catatan mengenai kerajaan-kerajaan di Sumatra didapat dari
seorang pendeta Buddha Cina bernama I-Tsing yang pernah tinggal di Sriwijaya
antara tahun 685-689 M. Pada tahun 692, ketika I-Tsing kembali ke Kerajaan
Sriwijaya , Kerajaan Melayu sudah dikuasai Kerajaan Sriwijaya. Dari cerita
I-Tsing tersebut bisa disimpulkan bahwa Sriwijaya telah menaklukan dan menguasai
kerajaan-kerajaan di sekitarnya.
Sumber sejarah lain
berasal dari prasasti-prasasti peninggalan kerajaan Sriwijaya berhuruf Pallawa,
dan ada juga menggunakan bahasa Melayu Kuno pada umumnya bersikan nama-nama
raja yang memerintah kerajaan Sriwijaya. Nama raja-raja Sriwijaya yang
tercantum dalam prasasti-prasasti peninggalan Sriwijaya adalah: Raja Dapunta
Hyang, Raja Balaputradewa, Raja Sri Sanggrama Wijayatunggawarman. Menurut
catatan kerajaan Dinasti Tang dan Sung, sebelum Raja Sri Sanggawarman adalah:
Sri Udayadityawarman, Sri Sudamaniwarmadewa, Sri Marawijayatanggawarman.
Kerajaan Sriwijaya mengalami kejayaan pada masa Raja Balaputra Dewa. Kerajaan
Sriwijaya mengalami kemunduran saat terjadi serangan dari kerajaan Chola dari
India pada tahun 1017, 1025, dan 1068.
6.
Kerajaan
Mataram Kuno
Kerajaan Mataram Kuno
disebut juga Bhumi Mataram, berkembang sekitar abad ke-8 di pedalaman Jawa
Tengah. Pusat pemerintahan kerajaan Mataram Kuno berpindah dari Jawa Tengah ke
Jawa Timur, hal ini disebabkan oleh: -selama abad ke-7-9 terjadi serangan dari
kerajaan Sriwijaya hingga mendesak kerajaan Mataram. – terjadinya letusan ke
arah timur gunung berapi di sekitar wilayah kerajaan sehingga daerah Jawa
Tengah dianggap tidak layak huni.
Asal usul kerajaan
Mataram kuno dapat dilihat dan prasasti Canggal, Balitung, dan kitab Carita
Parahyangan. Pada dasarnya, prasasti tersebut menyatakan bahwa Kerajaan Mataram
Kuno didirikan oleh Raja Sanna dan digantikan Raja Sanjaya yang membentuk
Dinasti Sanjaya yang membentuk Dinasti Sanjaya, penguasa Mataram Kuno. Raja
Sanjaya memajukan penyebaran pengaruh Hindu di pulau Jawa. Hal itu ditempuh
dengan cara mengundang pendeta-pendeta Hindu untuk mengajar di kerajaan Mataram
Kuno. Selain itu, Raja Sanjaya juga memulai pembangunan kuil-kuil pemujaan
berbentuk candi. Candi-candi yang dibangun pada masa berdirinya Kerajaan
Mataram Kuno adalah sarana pemujaan untuk Dewa Siwa.
Raja terbesar dari
kerajaan mataram kuno adalah dyah balitung yang menyempurnakan sistem
pemerintahan. Setelah dyah balitung mataram masih mengalami pemerintahan 3
orang raja Maharaja Tulodhong, dan sri Maharaja Rakai Wawa, selanjutnya Mataram
dipindahkan ke Jawa Timur. Pada masa itu pula terjadi letusan gunung berapi
yang membahayakan kota kerajaan setelah Rakai Wawa mangkat ia digantikan oleh
Mpu Sindok. Beberapa sumber sejarah tentang Dinasti Syailendra yang berhasil
ditemukan, anatara lain prasasti Kalasan, Kelurak, Ratu Boko, dan Nalanda.
Dinasti Syailendra berkuasa di daerah Bagelan dan Yogya pada abad ke-8. Pendirinya
adalah Raja Wisnu yang memerintahkan pembangunan wihara dan tempat pemujaan
bagi Dewi Tara. Pada abad ke-8, kedudukan Dinasti Sanjaya digantikan oleh
Dinasti Syailendra. Dinasti ini menggunakan politik ekspansi untuk mengusai
daerah selat malaka. Pada masa pemerintahan Raja Samaratungga, dibangun candi
Borobudur. Namun, belum selesai sampai ia wafat.
Dinasti Sanjaya adalah
dinasti yang bercorak Hindu yang dikenal sebagai pendiri Kerajaan Mataram Kuno.
Dinasti ini didirikan pada tahun 132 oleh Sanjaya. Tidak banyak yang dapat
diketahui dari Dinasti ini karena pada masa Dinasti ini berdiri dinasti
Syailendra yang berada dalam masa kejayaan dan lebih mendominasi. Yang
mempersatukan dua dinasti besar ini adalah pernikahan antara Rakai Pikatan dari
Dinasti Sanjaya dan Pramodhawardhani seorang putri dari raja Dinasti
Syailendra, yaitu Samaratungga. Dengan pernikahan ini, pengaruh Hindu mulai
terasa dalam Kerajaan Mataram. Peninggalan dari Dinasti ini adalah dibangunnya
Candi Prambanan oleh Raja Tulodong pada tahun 910. Peninggalan permukiman
khusus ini sampai sekarang masih bisa kita temukan, misalnya di kota Yogyakarta
dan Surakarta. Di sekitar Keraton Yogyakarta, masih dapat kita jumpai
perkampungan yang bernama kadipaten (tempat kediaman Adipati Andun atau Putra
Mahkota), kepatihan (tempat tinggal patih), dan Nyutran (tempat tinggal pasukan
pengawal istana).
Dinasti Syailendra
adalah dinasti besar di Nusantara yang bercorak Buddha Mahayana dan berkuasa di
Kerajaan Mataram Kuno sejak tahun 752. Dinasti ini hidup berdampingan dengan
Dinasti Sanjaya yang berkuasa pada tahun 732 di daerah Jawa Tengah bagian
Selatan. Nenek moyang Dinasti Syailendra diperkirakan dari daratan Indocina.
Nama Syailendra yang berarti “penguasa gunung”, memiliki makna yang menunjukkan
penguasa gunung. Gelar ini sering terlihat pada epigrafi keturunan raja-raja
Syailendra walaupun gelar ini tidak semestinya dipergunakan oleh para keturunan
tersebut. Raja Wisnu diperkirakan sebagai raja pertama dinasti ini. Peninggalan
Dinasti Syailendra adalah bangunan peribadatan umat Buddha, yaitu Borobudur
yang dibangun pada masa pemerintahan Raja Samaratungga.
7.
Kerajaan
Medang Kemulan
Medang Kemulan
terletak di Muara Sungai Brantas. Didirikan oleh Mpu Sindok, yang memindahkan
kerajaan Mataram kuno ke Jawa Timur. Sumber-sumber yang menyebutkan keberadaan
Medang Kemulan, antara lain adalah Prasasti Mpu Sindok dan Prasasti Kalkuta.
Sebelum memerintah, Mpu Sindok pernah menjabat sebagai Rakai Halu dan Rakai
Mahapakuh 1 Hino. Mpu Sindok memerintah Kerajaan Medang Kemulan bersama
istrinya, yaitu Sri Prameswari Wardhani Mpu Kebi. Pengganti Mpu Sindok adalah
Sri Dharmawangsa yang pernah menyerang dan menguasai Sriwijaya meminta bantuan
Kerajaan Wurawari untuk menyerang Medang sehingga terjadi perang, yang mengakibatkan
terbunuhnya Sri Dharmawangsa. Pengganti Sri Dharmawangsa adalah Airlangga,
melarikan diri ke Wonogiri, ia berhasil menguasai Medang kemudian pada tahun
1019 dan pada 1029 musuh-musuhnya berhasil ditaklukan. Airlangga membagi dua
wilayah Kerajaan Medang Kemulan, agar tidak terjadi perang saudara. Medang
dibagi menjadi dua, yaitu Panjalu dan Kediri.
8.
Kerajaan
Kediri
Raja pertama kerajaan
kediri adalah Raja Sri Jawarsha yang membuat prasasti Kerajaan Kediri pada
tahun 1104 dan mengaku dirinya sebagai titisan Dewa Wisnu. Setelah Sri
Jayawarsha, Raja Kediri selanjutnya adalah: - Bameswara, keturunan Dinasti
Siyana yang menikah dengan Kirana. – Jayabhaya, pada masanya terjadi perang
saudara antara Kediri dan Jenggala dan ia menyusun sebuah ramalan yang berjudul
Jangka Jayabhaya. – Gandra, pada masanya dilakukan penyempurnaan struktur
pemerintahan dan dilakukannya penulisan-penulisan kakawin. – kertajaya, pada
masanya ia membatasi hak istimewa para Brahmana yang akhirnya terjadi
pemberontakan yang dilakukan oleh ken Arok di Tumapel.
9.
Kerajaan
Singasari
Sumber sejarah
Kerajaan Singasari adalah kitab Pararaton dan Negarakertagama. Pendiri kerajaan
Singasari sangat terkait dengan keruntuhan Kerajaan Kediri oleh Ken Arok. Ken
Arok menyatukan Kerajaan Kediri dan Tumapel, serta mendirikan Kerajaan
Singasari. Ia bergelar Sri Rangga Rajasa Amurwabhumi dan mendirikan dinasti
baru, yaitu Dinasti Rajasa (Rajasawangsa) atau Girindrawangsa di Jawa Timur.
Dari perkawinannya dengan Ken Dedes, Ken Arok memiliki 4 orang anak dan dari Ken
Umang ia memiliki 4 orang anak dan dari Ken Umang ia memiliki 4 orang anak. Ken
Arok mangkat karena dibunuh oleh anak tirinya Anuspati menggunakan Keris Mpu
Gandring yang digunakan Ken Arok untuk membunuh Tunggul Ametung. Anuspati
mangkat oleh Tohjaya memerintah Singosari pada tahun 1248, tidak lama ia
memerintah karena terjadi pemberontakan Ranggawuni. Ranggawuni naik takhta pada
1248 dan pada 1254 ia mengangkat anaknya Kertanegara sebagai Yuwaraja
Ranggawuni. Ia mangkat pada 1268. Kertanegara memerintah mengganti ayahnya
dengan dibantu oleh tiga mahamantri dan beberapa pejabat lainnya. Kertanegara
raja yang ekspansionis, bercita-cita memperluas wilayah Kerajaan Singasari hal
ini dibuktikan dengan melakukan penaklukan Kerajaan Melayu dalam ekspedisi
Pamalaya dan diabadikan pada alas patung. Ketika sebagian pasukan dikirim ke
Melayu, Jayakatwang dari Kediri menyerang kerajaan Singosari yang pada waktu
itu sedang mengadakan upacara Tantrayana. Singasari berhasil dikalahkan oleh
Kediri pada tahun 1292.
10.
Kerajaan Bali
Berita mengenai
kerajaan Bali diperoleh dari Prasasti sanur, yang dibuat oleh raja Sri
Kesariwarmadewa. Ia adalah Raja pertama dari Dinasti Warmadewa. Penerusnya
adalah ugrasena yang mengeluarkan beberapa peraturan tentang pem bebasan pajak.
Ugrasena lalu digantikan oleh Rabanendra lalu berturut-turut yang memrintah di
Bali adalah Jayasinohawarmadewa namun, tidak diketahui informasinya dengan
pasti setelah masa raja, yang tidak banyak informasinya Bali di pimpin lagi
oleh seorang ratu Sri Maharaja Sri Wijaya Mahadewi yang diperkirakan adalah
putri Mpu Sindok. Penggantinya adalah Udayana yang menikahi cicit Mpu Sindok.
Hal ini membuat hubungan antara kerajaan Bali dan Medang kemulan berjalan baik.
11.
Kerajaan
Pajajaran
Diketahui bahwa
pengajaran terletak di daerah Galuh dan kerajaan ini didirikan oleh Sena.
Pengganti Raja Sena adalah Jayabhayati, dilanjutkan oleh Rhyang Niskala Wastu
Kencana dan dilakukan pemindahan pusat kerajaan ke Kawali. Raja terbesar dari
kerajaan ini adalah Sri Baduga Maharaja. Pada masa pemerintahan Sri Baduga
Maharaja. Pada masa pemerintahan Sri Baduga Maharaja, kerajaan Pajajaran
terlibat dalam peperangan dengan kerajaan Majapahit yang waktu itu diperintah
oleh Hayam Wuruk. Peristiwa ini, terjadi pada disebut dalam Kitab Pararaton
sebagai perang Bubat. Setelah Sri Baduga mangkat, ia digantikan oleh Hyang
Bunisora (1397-1371). Pengasuh putra mahkota Wastu Kencana. Lalu, ia di gantikan
oleh Wastu Kencana. Kemudian, ia digantikan lagi oleh Tohaan dan Ratu
Jayadewata. Berita dari Tomepires mengatakan bahwa sudah ada penganut Islam dari kerajaan Demak semakin
kuat. Jayadewata kemudian meminta bantuan portugis di Maluku, namun terlambat
karena pada 1527 Demak behasil merebut pelabuhan Sunda Kelapa. Setelah di kuasainya pelabuhan Sunda Kelapa oleh Demak.
Pajajaran dihadapkan dengan kekuatan kerajaan Banten. Papajaran runtuh setelah
diserang oleh Banten pada tahun 1579, rakyat pajajaran yang tidak tunduk lebih
memilih untuk tinggal dipedalaman dan dikenal dengan suku Badui.
12.
Kerajaan
Majapahit
Majapahit adalah kerajaan Hindu terakhir dan
terbesar di Jawa. Didirikan oleh Raden Wijaya, menantu kertanegara yang dibunuh
oleh Jayakatwang. Daerah Majapahit adalah pemberian dari Jayakatwang kepada Raden
Wijaya. Pendirian pemukiman ini dilakukan setelah kediri menyerang Singasari
dan Raden Wijaya meminta pertolongan dari Bupati Madura. Aria Wiraraja. Kedatangan
bangsa ana di Tuban dimanfaatkan oleh Raden Wiijaya untuk menyerang Kediri.
Raja Jayakatwang berhasil dikalahkan, kemenangan itu dipakai oleh Raden Wijaya
untuk balik menyerang mereka, pasukan Raden Wijaya berhasil mengusir armada
Cina. Raden Wijaya naik tahta pada 1293. Selama pemerintahannya, banyak,
terjadi pemberontakan, tetapi dapat diatasi oleh Gajah Mada. Pemberontakan
masih menjadi ganjalan selama masa pemerintahan Ratu Tribuanatunggadewi, tetapi
masih dapat diatasi. Pada masa pemerintahan Tribuanatunggadewi, Gajah Mada
mengucapkan sumpah bahwa ia tidak akan memakan buah palapa sebelum ia dapat
menundukan Nusantara. Sumpah itu dinamakan Sumpah Palapa. Majapahit semakin
besar pada masa pemerintahan Hayam Wuruk. Namun, setelah Gajah Mada wafat,
Majapahit mulai mengalami kemunduran, keadaan ini diperparah dengan wafatnya
Hayam Wuruk pada 1389 dan tidak meninggalkan keturunan. Perpecahan semakin
terlihat ketika terjadi perang saudara antara, Wikramawadhana dan wirabumi yang
dikenal dengan perang Paregreg. Perang ini makin lama makin memeperlemah
kekuasaan Majapahit di Nusantara. Majapahit runtuh sekitar tahun 1500-an.
sumber :
Sejarah untuk SMA dan
MA Kelas XI Program Ilmu Pengetahuan Sosial standar isi 2006. Dr.
Magdalia Alfian, M.A, Dr. Nana Nurliana Soeyono, M.A, Dra. Sudarini Suhartono,
M.A. penerbit: ESIS