Nama Kelompok :
Adelina Fauziah (1112032100002)
Ai Fauziah (1112032100019)
Prodi :
Perbandingan Agama (A)
TOPIK 1
Sejarah kedatangan dan perkembangan Agama Hindu dan Budha di
Indonesia
A.
Kedatangan dan pembawanya (analisis teori”)
Di Benua Asia terdapat dua negeri
besar yang tingkat peradabannya dianggap sudah tinggi, yaitu India dan Cina.
Kedua negeri ini menjalin hubungan ekonomi dan perdagangan yang baik
dengan Negara-negara tetangga lainnya. Arus lalu lintas perdagangan dan
pelayaran berlangsung melalui jalan darat dan laut. Salah satu jalur lalu
lintas laut yang dilewati India-Cina adalah Selat Malaka. Dan Indonesia
terletak di jalur dua benua dan dua samudera, serta berada di dekat Selat
Malaka.
Proses Masuknya Agama Hindu-Buddha ke Indonesia.
Peta
Jalur Perdagangan Laut Asia Tenggara
Agama Hindu- Budha berasal dari India, yang kemudian menyebar
ke Asia Timur dan Asia Tenggara termasuk Indonesia. Indonesia sebagai negara
kepulauan letaknya sangat strategis, yaitu terletak diantara dua benua (Asia
dan Australia) dan dua samudra (Indonesia dan Pasifik) yang merupakan daerah
persimpangan lalu lintas perdagangan dunia. Untuk lebih jelasnya,
silahkan amati gambar peta jaringan perdagangan laut Asia Tenggara.
Awal abad Masehi, jalur perdagangan tidak lagi melewati jalur
darat (jalur sutera) tetapi beralih kejalur laut, sehingga secara tidak
langsung perdagangan antara Cina dan India melewati selat Malaka. Untuk itu
Indonesia ikut berperan aktif dalam perdagangan tersebut. Akibat hubungan dagang
tersebut, maka terjadilah kontak/hubungan antara Indonesia dengan India, dan
Indonesia dengan Cina. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab masuknya
budaya India ataupun budaya Cina ke Indonesia. Mengenai siapa yang membawa atau
menyebarkan agama Hindu - Budha ke Indonesia, tidak dapat diketahui secara
pasti, wlaupun demikian para ahli memberikan pendapat tentang proses masuknya
agama Hindu - Budha atau kebudayaan India ke Indonesia.
Keterlibatan bangsa Indonesia dalam kegiatan perdagangan dan pelayaran
internasional tersebut menyebabkan timbulnya percampuran budaya. Misalnya
saja India, negara pertama yang memberikan pengaruh kepada Indonesia, yaitu
dalam bentuk budaya Hindu. Para sejarawan mengatakan bahwa banyak
pendapat atau teori masuknya agama hindu di Indonesia, antara lain:
1. Teori Brahman
Dikemukakan oleh Jc.Van Leur. Agama dan kebudayaan Hindu-Budha yang datang
ke Indonesia dibawa oleh golongan Brahmana (golongan agama) yang sengaja
diundang oleh penguasa Indonesia. Prasasti yang Ditulis dengan huruf Pallawa
dan bahasa Sanksekerta. Di India bahasa itu hanya digunakan dalam kitab suci
dan upavcara keagamaan. Hanya golongan Brahmana yang mengerti dan menguasai
penggunaan bahasa tersebut.
2. Teori Ksatria
Dikemukakan oleh C.C. Berg Para ksatria
terlibat konflik dalam masalah perebutan kekuasaan di Indonesia. Sebagai
Imbalan, dinikahkan oleh putri mahkota. Menurut Mookerji Para Ksatria ini
selanjutnya membangun koloni-koloni yang berkembang menjadi sebuah kerajaan di
Indonesia. Dan pendapat J.L. Moens Sekitar abad ke-5, ada di antara
para keluarga kerajaan di India Selatan melarikan diri ke Indonesia sewaktu
kerajaannya mengalami kehancuran. Mereka itu nantinya mendirikan kerajaan di Indonesia.
3. Teori Waisa
Dikemukakan oleh NJ. Krom. Para pedagang selain untuk berdagang
mereka juga memperkenalkan Agama Hindu-Budha kepada masyarakat Indonesia.
Karena Pelayaran Menggunakan Angin, Maka mereka menetap sementara waktu. Selama para pedagang India tersebut tinggal menetap, memungkinkan
terjadinya perkawinan dengan perempuan-perempuan pribumi.
4.
Teori
Sudra
Von van Faber, menyatakan bahwa agama Hindu masuk ke Indonesia
dibawah oleh kasta sudra tujuan mereka
adalah mengubah kehidupan karena di India mereka hanya hidup sebagai pekerja
kasar dan budak. Dengan jumlah yang besar, diduga golongan sudralah yang
memberi andil dalam penyebaran agama dan kebudayaan Hindu ke
Nusantara.
1. Teori Campuran
Teori ini beranggapan bahwa baik kaum brahmana, ksatria, para
pedagang, maupun golongan sudra bersama-sama menyebarkan agama Hindu ke
Indonesia sesuai dengan peran masing-masing.
2. Teori Arus Balik
Dikemukakan Oleh F.D.K. De Bosch. Menjelaskan
peran aktif orang-orang Indonesia dalam penyebaran kebudayaan Hindu-Budha di
Indonesia. Orang India Datang ke Indonesia, dan menyebarkan agama Hindu Budha. Karena
Ketertarikannya, Masyarakat Indonesia akhirnya yang pergi ke India dan Belajar
disana. Kembali ke Indonesia dan menyebarkan agama Hindu Budha.
B. Interaksi dengan kebudayaan Indonesia dan perkembangannya
Indonesia adalah negara yang kaya akan budaya, dan sangat erat
kaitanya dengan tindak tutur manusia dalam kehidupannya sehari-hari. Khususnya
Pulau Jawa tradisi lokal pribumi Jawa sendiri sejak dulu telah mewarnai
kebudayaan setempat. Di tambah lagi dengan masuknya pengaruh dari
Hindu-Buddha yang di terima dengan baik dan ramah oleh orang-orang Jawa karena
memang banyak kesamaan dengan kepecayaan asli bangsa Indonesia.
Perkembangan Hindu-Buddha di Indonesia banyak ditandai dengan munculnya
kerajaan-kerajaan serta bangunan-bangunan yang bercorakan Hindu-Buddha,
diantaranya:
Kerajaan dan Bangunan Yang Bercorak Hindu:
a. Kerajaan
Kutai
Kerajaan Kutai merupakan kerajaan tertua bercorak Hindu di
Indonesia. Kerajaan ini terletak di Kalimantan, tepatnya di hulu sungai
Mahakam. Kerajaan
Kutai saat itu adalah Mulawarman.
b. Kerajaan Tarumanegara
kerajaan Tarumanegara adalah catatan perjalanan pendeta Cina Fa-Hsein, pada tahun414 dan
catatan kerajaan Dinasti Sui dan Dinasti Tang. Kerajaan Tarumanegara dipimpin oleh raja
purnawarman.
Kerajaan dan Bangunan Yang Bercorak
Buddha:
Kerajaan Sriwijaya
Kerajaan Sriwijaya didirikan ± abad ke-7 hingga tahun 1377. Pada mulanya Kerajaan Sriwijaya berpusat
di sekitar Sungai Batanghari, pantai timur Sumatra,
tetapi pada perkembangannya wilayah kerajaan Sriwijaya meluas hingga meliputi
wilayah Kerajaan Melayu. Kerajaan Sriwijaya mengalami kejayaan pada masa pemerintahan Raja
Balaputradewa. Raja kerajaan Sriwijaya yang terakhir adalah Sri Sanggrama
Wijayatunggawarman. Pada masa pemerintahan Sri Sanggrama Wijayatunggawarman.
b.
Sailendra di Mataram : Sekitar tahun ± 775-850 M di daerah Bagelan dan Yogyakarta berkuasalah
raja-raja dari Wangsa Sailendra yang memeluk agama Buddha.
c.
Kerajaan Majapahit
Kerajaan bercorak Hindu yang terakhir dan terbesar di pulau Jawa
adalah Majapahit. Nama kerajaan ini berasal dari buah maja yang pahit rasanya.
Akulturasi seni bangunan : panden barundak.
Pengaruh Hindu-Buddha : Candi.
·
Seni sastra : kisah dari kitab Ramayana dan
Mahabrata. Tokoh panokawan jawa: semar, bagong, petruk dan goreng.
·
Seni rupa: relief di candi borobudur yang
lebih menggambarkan alam Indonesia.
·
Pemerintahan: kepala pemerintahan bukan lagi
kepala suku jadi raja. Jadi dengan struktur di bawahnya masih asli Indonesia.
·
Sistem kalender: tahun saka
·
Agama
·
Bahasa: prasasti dengan bahasa Sanskerta dan
Pallawa.
C. Persamaan dan perbedaan dengan Hindu-Budha
Persamaan
dan perbedaan Agama Hindu-Buddha di India, Jawa dan Bali : Dilihat
dari sisi luar, perbedaan antara Hindu Indonesia dengan Hindu India sangat
kentara. Baik dari makanan yang dimakan, Pakaian sembahyang, Hari Suci yang
dirayakan maupun hal-hal lain yang bisa dilihat dengan kasat mata. Sebagai
contoh, orang-orang india dimana Veda diwahyukan, mereka mayoritas vegetarian,
sementara orang Hindu Indonesia (Bali,Jawa) mayoritas non vegetarian. Umat
hindu Bali dan Jawa sembahyang tiga kali yang disebut
dengan Tri Sandhya, sedangkan umat hindu dari India biasanya
sembahyang dua kali pagi dan sore.
Salah satu contoh kesamaan ajaran yang bisa dijumpai di berbagai
daerah di Indonesia maupun di India adalah Lima Keyakinan yang dikenal dengan
nama Panca Sradda yaitu:
1. Percaya dengan adanya Tuhan,
2. Percaya dengan adanya Atman,
3. Percaya dengan adanya Hukum Karma Phala,
4. Percaya dengan adanya Reinkarnasi/Punarbawa/Samsara,
5. Percaya dengan adanya Moksa.
Perbedaan Agama Hindu-Buddha di India,
Jawa dan Bali :
Perbedaan mulai tampak pada kerangka dasar yang ketiga yaitu yang
disebut dengan Upacara atau Ritual dan Hari Raya. Di sini tradisi dari
masing-masing wilayah mewarnai setiap upacara yang ada. Histori di setiap
daerahpun berbeda, peristiwa-peristiwa yang telah terjadi dalam perjalanan juga
tidak sama, sehingga melahirkan perayaan Hari Raya yang berbeda guna memperingati
peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah kehidupan manusia yang pernah
terjadi, yang nantinya bisa selalu diingat dan dijadikan suri teladan dalam
mengarungi kehidupan di maya pada ini.
·
Makanan : -Indo (Non vegetarian) – India
(Vegetarian)
·
Sembahyang : -Indo (3 kali/tri randya) – India
(2 kali/pagi & sore)
D. Pengertian Hindu dharma dan Budha dharma
·
Hindu Dharma
·
Hindu dharma adalah agama
pemebebasan mutlak terhadap kemampuan berpikir dan perasaan manusia dengan
memandang pertanyaan-pertanyaan yang mendalam tentang hakikat Tuhan. Tidak
bersandar pada satu doktrin, ritual, maupun dogma tertentu.
·
Buddha Dharma
Buddha
dharma adalah suatu ajaran yang menguraikan hakekat kehidupan berdasarkan
pandangan terang yang dapat membebaskan manusia dari kesesatan dan
·
kegelapan
batin dan penderitaan disebabkan ketidak puasan. Buddha dharma meliputi
unsur-unsur agama, kebaktian, filosofi, psikologi, falsafah, kebatinan,
metafisika, tata susila, etika dan sebagainya.
·
Dharma
mengandung 4 makna Utama:
·
1.
Doktrin
·
2.
Hak, Keadilan, Kebenaran
·
3.
Kondisi
·
4.
Barang yang kelihatan atau fenomena
.
TOPIK II
Ajaran Hindu dharma tentang ketuhanan
A. Konsep Tuhan/Dewa
Agama Hindu mulai dengan politeisme dan
berakhir dengan panteisme. Semula di dalam Weda Samhita diakui adanya dewa yang
bermacam-macam. Dari cara orang menguraikan sifat-sifat para dewa dapat
disimpulkan dalam Weda Samhita tidak lain adalah kekuatan-kekuatan alam yang
dipersonifikasikan.
Sebagai teladan kita ambil para dewa yang
dihubungkan dengan matahari. Pertama Dewa Surya. Tentang dewa ini disebutkan
bahwa ia adalah suami Fajar, yang dapat melihat jauh, dan yang mengetahui
segala sesuatu, yang membangkitkan manusia ekor kuda, serta yang lari seperti
burung, sambil yang ditarik oleh 7 penyakit dan segala yang jahat.
Ungkapan-ungkapan ini menunjukan perjalanan matahari di sepanjang hari.ungkapan
Dewa Mitra, yang melukiskan matahari sebagai yang membawa kesegaran, menurut
Dewi Sawitri yang mewakili aktivitas matahari dalam memberikan kekuatan. Dewa
Pusan melukiskan kuasa matahari yang berkelimpahan, sedang Wisnu melukiskan
perjalanan matahari dalam tiga tahap.
Teladan
lainnya kelompok dewata yang dihubungkan dengan angin. Dewa Indra semula adalah
dewa hujan dan kesuburan, kemudian dianggap sebagai dewa perang. Sebab ia
dianggap menolong bangsa Arya dalam perangnya dengan bangsa pribumi. Indra
biasanya dilukiskan memiliki kulit yang bergigi, janggut, dan rambut yang
kemerah-merahan. Ia mengendarai kereta terbuat dari emas dan bersenjatakan
petir. Kemenangan yang paling
berharga ialah kemenangannya atas Wrrta, roh
jahat yang menguasai musim kemarau. Teman Indra ialah Dewa Marut, dewa angin
ribut.
Kata “dewa” semula memang berarti terang.
Kemudian kata ini dikenakan bagi segala sesuatu yang terang, misalnya matahari,
bulan, langit, bintang-bintang, fajar, hari, api.
Karena yang disembah itu sebenarnya adalah
kekuatan-kekuatan alam, maka dapat dimengerti, jika di dalam Kitab Weda Samhita
orang seolah-seolah ragu-ragu untuk memandang para dewa itu sebagai oknum atau
tidak. Karena pada zaman Brahmana kurban menguasai seluruh kehidupan manusia,
maka kedudukan para dewa terdesak ke belakang. Semula para dewa dianggap dekat
sekali dengan kehidupan manusia, tetapi sekarang mereka tak diperlukan lagi.
Akan tetapi karena kehidupan keagamaan tak mungkin tanpa ber-Tuhan, maka pada
zaman ini timbulah dewa-dewa yang baru, yang dipandang sebagai penyebab pertama
alam semesta ini.
Segala gejala yang tampak dipandang sebagai
bagian dari sesuatu yang lebih tinggi. Maut misalnya, yang tampak pada
bermacam-macam makhluk, sebenarnya adalah penampakan dari tokoh-tokoh, yaitu
dewa maut. Dewa ini sendiri tidak dapat mati, karena ia lebih tinggi daripada
yang bersifat jasmani. Ia melipatgandakan diri dalam segala sesuatu yang mati.
Dari gejala penampakan yang bermacammacam itu disimpulkan adanya sebab pertama.
Sebab pertama ini ada kalanya disebut prajapati, ada kalanya disebut Brahman.
Perkembangan pada panteisme ini disempurnakan
di dalam Upanishad. Di dalam Katha Upanisad disebutkan, bahwa Brahman adalah
seperti api yang menjelmakan diri di dalam bentuk yang bermacam-macam, sesuai
dengan bahan yang dibakarnya. Brahman berada di dalam segala sesuatu sebagai
sarinya. Sekalipun sesudah zaman agama Buddha, agama Hindu timbul kembali dengan
dewa-dewanya, dan sekalipun diakui adanya tiga dewa yangb penting, yaitu
Brahma, Siwa, dan Wisnu, namun di dalam ajaran Trimurti akhhirnya salah satu
dari ketiga dewa ini dimutlakkan, untuk menjadikan yang lain menjadi
penjelmaannya. Di dalam agama Siwa umpamanya, Siwa dimutlakkan dan disamakan
dengan Brahman, sedang Brahma dan Wisnu adalah penjelmaan Siwa.
A. Trimurti
Hindu dibagi menjadi 3 kelompok :
1. Kelompok Siva : yang memuja Siva
1. Kelompok Sakta : yang memuja Sakti (pendamping Siwa)
2. Vaisnava : mereka yang memuja Visnu.
Theologi Hindu popular dalam kitab suci kuno.
Menambahkan devata itu penting yaitu : Brahma. Bersama-sama membentuk trinitas
(trimurti) Hindu yaitu: Brahma (menciptakan dunia), Visnu (memeliharanya), Siva
(memusnahkan). Proses penciptaan (srsti) & pemeliharaan (sthiti) &
pemusnahan (pralaya) : selamanya berlanjut dalam aturan siklus. Bila dunia
merupakan mitos maka tidak akan ada theologi ini merupakan bentuk ekstrim
filsafat vedanta dan advaita. Dunia ini menjadi suatu kenyataan pengalaman
sehari-hari kita yang tidak dapat di jelaskan ataupun diabaikan begitu saja.
Betapapun derajat realitas tentang penciptaan/sang penciptanya harus dihadapi
dan dijawab dengan jujur (itulah yang telah diusahakan berbagai kitab suci
Hindu).
Ada 3 macam kecenderungan/karakteristik
tampaknya tumbuh pada setiap obyek ciptaan hal ini dinyatakan sebagai guna
yaitu :
1. Satvaguna : menjadikan sinar dan ringan, kebaikan dan kemurnian,
pengetahuan, dan kebijaksanaan, ia dapat disamakan dengan kekuatan (gaya) sentripetal.
2. Rajoguna : melakukan keseimbangan yang selaras anatara dua kekuatan yang
bertentangan ini, sehingga ia berada dalam keadaan aktif dan tegang internal
secara konstan.
3. Tamoguna : merupakan antitesis dari satvaguna bertanggungjawab terhadap
segala yang gelap dan berat, jahat, tidak murni, kebodohan & terbingungkan
(gaya sentrifugal).
Ketiga itu merupakan kesatuan fundamental
diamana kombinasi dan permutasi (perubahan)nya menghasilkan dunia fenomena ini.
Kegiatan yang selalu berlangsung inilah karakteristik utamanya dan mewujudkan
dirinya sebagai nafsu dan ambisi di dunia psikologis.
Ketiga Devata trimurti berhubungan dengan 3
guna dalam permainan kosmis penciptaan, pemeliharaan dan pemusnahan, seperti :
Wisnu: melambangkan Satvaguna, sebagai daya
keberadaan dan pemeliharaan.
Siwa: melambangkan sifat tamas, sebagai daya
penyerapan.
Brahma: berdiri diantara keduanya ini dan
melambangkan sifat rajas. Ia melambangkan kemampuan keberadaan yang berasal
dari pertemuan yang saling berlawanan tadi.
C. Sembahyang
Dalam
hindu terdapat berbagai persembahyangan doa atau puja di lakukan berdasarkan
beberapa hari suci dalam agama Hindu sebagai pemujaan kepada dewa atau arwah
yang di hormati. Sembahyang terdiri dari 2 kata yaitu: sembah dan yang. Sembah
berarti sujud atau sungkem yang dilakukan dengan cara-cara tertentu dengan
tujuan untuk menyampaikan penghormatan perasaan hati, atau pikiran baik dengan
ucapan kata-kata maupun tanpa ucapan semisal hanya sikap fikiran yang berarti
di hormati atau yang dimulyakan sebagai obyek dalam pemujaan yaitu Tuhan yang
Maha Esa. Manfaat bersembahyang menurut ketut Wiyana salah satu manfaat
sembahyang untuk memelihara kesehatan. Selain fikiran menjadi jernih sikapsikap
sembahyang seperti asana (padmasana, siddasanah, sukhasanah, bhgrasanah).otot
dan pernafasan menjadi bagus.
Selain
untuk kesehatan persembahyangan berdoa juga mendidik kita untuk memiliki sifat
ikhlas karena apa yang ada di dalam diri dan apa yang ada di luar diri kita
tidak ada yang kekal cepat atau lambat akan kita tinggalkan atau berpisah
dengan diri kita. Keikhlasan inilah yang dapat meringankan rasa penderitaan
yang kita alami karena kita telah paham benar akan kehendak hyang widhy.
Sembahyang dalam menentramkan jiwa karena adanya keyakinan bahwa Tuhan akan
selalu melindungi umatnya.
Sembahyang
dengan tekun akan dapat menghilangkan rasa benci, marah, dendam, iri hati, dan
mementingkan diri sendiri sehingga meningkatkan cinta kasih terhadap sesama.
Membenci kepada oranglain sama saja dengan membenci diri sendiri.
Persiapan
Sembahyang: Asuci laksana (membersihkan badan dengan mandi), pakaian hendaknya
memakai pakaian sembahyang yang bersih serta tidak mengganggu, bunga dan
kawangen (lambang kesucian sehingga di usakan memakai bunga yang segar, bersih,
harum), Dupa ( pengantar sembah kita kepada hyang widhi), tempat duduk
hendaknya tidak mengganggu ketenangan untuk sembahyang, sikap duduk dapat
dipilih sesuai desa kala patra dan tidak mengganggu ketenangan hati. Sikap
tangan yang baik pada waktu sembahyang yaitu kedua telapak tangan dikatupkan
diletakan di depan ubun-ubun.
TOPIK III
Ajaran Buddha
dharma tentang ketuhanan
A. Perkembangan konsep ketuhanan
Di dalam ajaran agama Buddha seperti yang
terdapat di dalam kitab-kitab Pitaka terdapat ajaran tentang Tuhan atau Tokoh
yang dipertuhan. Tujuan hidup bukan untuk kembali pada asalnya, yaitu Tuhan,
melainkan untuk masuk ke dalam Nirwana, pemadaman, suatu suasana yang tanpa
kemauan, tanpa perasaan, tanpa keinginan, tanpa kesadaran, suatu keadaan di
mana orang tidak lagi terbakar oleh nafsunya. Oleh karena itu maka ada
ahli-ahli agama yang tidak mengakui bahwa Buddhisme adalah suatu agama.
Buddhisme adalah suatu falsafah, suatu usaha akal manusia untuk mencari
kedamaian dengan rumusan-rumusan yang sistematis mengenai sebab dan akibat.
Memang harus diakui bahwa sebutan Tuhan atau Tokoh yang dipertuhan tidak ada.
Yang ada adalah Nirwana, pemadaman situasi, bukan tokoh yang memadamkan. Tak
ada gagasan tentang suatu pribadi yang ada di belakang suasana damai itu. Tidak
ada gagasan tentang pemberi Hukum, yang ada adalah hukum, tata tertib (karma)
baik yang alamiah maupun moril. Tiada gambaran tentang yang disembah dan yang
menyembah, kita harus ingat bahwa penguraian agama Hindu sendiri tentang Tuhan
juga tidak jelas. Di dalam Upanisad Brahman tidak diuraikan dengan jelas.
Perkembangan agama Buddha lebih lanjut, yaitu di dalam Mahayana, Dharmakaya,
tubuh kebahagiaan, disamakan dengan Brahman, serta disebut dengan Sunya,
Nirwana, Bodhi, Prajna, Tathagatagarbha, pada hakikatnya identik dengan Adi
Buddha semuanya tidak dipandang saling bertentangan, karena latar belakang yang
dirumuskan dengan samar-samar dan kabur tadi. Di dalam ajaran Buddhis manusia
rindu akan kelepasanya serta mencari-cari akan “yang tidak dilihatnya” dapat dikatakan
juga, bahwa Buddhisme adalah suatu agama dengannya manusia berusaha mencari
Tuhannya. Tuhan atau tokoh yang diprtuhan terdapat juga di dalamnya. Hanya
Tuhan itu sukar ditemukan. Tokoh itu dikaburkan menjadi sesuatu yang tak
berpribadi. Itulah sebabnya tidak ada hubungan aku-Engkau antara manusia dengan
yang dipertuhan. Tetapi bagaimanapun Buddhisme adalah suatu ajaran kelepasan,
suatu ajaran yang inigin membawa manusia itu pada kelepasan karena merasa bahwa
hidup ini tidaklah bebas.
B. Konsep Adi Buddha
Dalam
agama buddha terdapat banyak buddha, tetapi hanya ada satu dharmakaya.
Dharmakaya yang merupakan sumber perwujudan panca dhyani buddha dinamakan adi
buddha. ”buddha tanpa awal dan akhir adalah adi buddha”. Sebutan adi buddha berasal dari
tradisi aisvarika (isvara, tuhan, maha buddha), aliran mahayana
di nepal, yang menyebar lewat benggala, hinnga dikenal pula di jawa.
Adi buddha merupakan buddha primordial, yang esa atau dinamakan
juga paramadhi buddha (buddha yang pertama dan tiada banding). Adi buddha timbl
dari kekosongan (sunyata) dan dapat muncul dalam berbagai bentuk sehingga
disebut visvarupa serta namanya pun tidak terbilang banyaknya. Adi buddha
sering diidentifikasikan sebagai salah satu buddha mistis, berbeda-beda menurut
sekte. Dengan memahami arti dari setiap sebutan yang maha esa, yang maha
pengasih, yang maha tahu dan sebagainyayang bermacam-macam, sama menunjuk dari
sifat tuhan yang satu.
Konsep adi buddha terdapat dalam kitabnamangsiti, karandavyuha,
svayambhupurana, maha vairocanabhisambodhi sutra, guhya samaya sutra,
tattvasangraha sutra, dan paramadi buddhodharta sri kalacakra sutra. Di
indonesia sikenal dengan kitab namangsiti versi chandrakirti dari sriwijaya dan
sanghyang kama hayanikan dari zaman pemerintahan mpu sendok.
Walau umat buddha menyebut tuhan yang maha esa dengan nama yang
berbeda-beda. Undang-undang RI no.43 tahun 1999 (perubahan atas UU no. 8 tahun
1974 tentang pokok-pokok kepegawaian), sebagaimana peraturan
pemerintah RI no. 21 tahun 1975 (tentang sumpah/janji pegawai negri
sipil), menyatakan dalam pengucapan sumpah atau janji bagi mereka yang beragama
buddha, kata-kata “demi allah” diganti dengan “demi sang hyang adi buddha”.
A. Bhakti Puja
Istilah
puja bakti terdiri dari kata puja yang bermakna menghormat dan bakti yang lebih
diartikan sebagai melaksankan ajaran sang buddha dalam kehidupan sehari-hari. Dalam melakukan puja bakti umat buddha
melaksanakan tradisi yang berlangsung sejak jaman sang buddha masih hidup yaitu
umat datang, masuk ruang penghormatan dengan tenang, melakukan namakara atau
tersujud bertujuan untuk menghormat kepada sang buddha. Dengan mampu bersujud,
maka seseorang akan mempunyai kesempatan lebih besar untuk berbuat baik dengan
badannya ia belajar bersikap rendah hati. Untuk mencapai keinginan yang
dimiliki secara tradisi umat buddha disarankan untuk melakukan kebajikan
terlebih dahulu dengan ucapan, badan, pikiran. Setelah
berbuat kebajikan ia dapat mengarahkan kebajikan itu agar memberikan
kebahagiaan seperti yang diharapkan.
TOPIK 4
KONSEP MANUSIA
DAN ALAM DALAM AGAMA HINDU
Dalam ajaran Hindu, penciptaan alam
dikenal dua unsur pokok, yaitu purusa
dan prakerti.Purusa dan prakerti
merupakan dua unsur yang kekal, halus dan tidak dapat dipisahkan.Purusa adalah unsur yang bersifat kejiwaan atau roh sedangkan Prakerti adalah unsur yang
bersifatkebendaan atau material. Kedua kekuatan ini bertemu sehingga
terciptalah alam semesta. Tahap ini terjadi berangsur-angsur, tidak sekaligus.
Mula-mula yang muncul adalah Citta (alam pikiran), yang sudah mulai
dipengaruhi oleh Triguna, yaitu Sattwam, Rajas dan Tamas.
Tahap selanjutnya adalah terbentuknya Triantahkarana, yang terdiri dari Buddhi
(naluri); Manah (akal pikiran); Ahamkara (rasa keakuan).
Selanjutnya, munculah Pancabuddhindria dan Pancakarmendria, yang disebut pula
Dasendria (sepuluh indria). Sepuluh indria tersebut berevolusi menjadi Pancatanmatra, yaitu lima benih
unsur alam semesta yang sangat halus, tidak berukuran. Lima benih tersebut
dijelaskan sebagai berikut:
- Sabdatanmatra (benih suara)
- Rupatanmatra (benih penglihatan)
- Rasatanmatra (benih perasa)
- Gandhatanmatra (benih penciuman)
- Sparsatanmatra (benih peraba)
Pancatanmatra merupakan
benih saja. Pancatanmatra berevolusi menjadi unsur-unsur benda materi yang
nyata. Unsur-unsur tersebut dinamai Pancamahabhuta, atau Lima Unsur Zat Alam.
Kelima unsur tersebut yaitu:
- Pertiwi (zat padat, tanah, logam)
- Apah (zat cair)
- Teja (plasma, api, kalor)
- Bayu (zat gas, udara)
- Akasa (ether)
Pancamahabhuta berbentuk Paramānu,
atau benih yang lebih halus daripada atom. Pada saat penciptaan, Pancamahabhuta bergerak dan mulai menyusun alam
semesta dan mengisi kehampaan. Setiap planet dan benda langit tersusun dari
kelima unsur tersebut, namun kadangkala ada salah satu unsur yang mendominasi.
Unsur Teja mendominasi matahari, sedangkan bumi didominasi Pertiwi
dan Apah.
Sementara dalam ajaran Hindu, manusia adalah bagian dari Alam samesta, demikian pula asal mula
manusia dan alam samesta pada hakekatnya adalah sama, yaitu berawal dari
pertemuan Purusa dan Prakerti. Setelah terciptanya Panca Mahabutha yaitu: unsur
ruang, unsur Hawa/udara, unsur Api/Panas, unsure Air/bersifat Cair, dan unsur
padat/keras, maka sari-sari dari panca mahabutha ini menjadi Sad Rasa yaitu:
Enam Jenis Rasa: Manis, Pahit, Asam, Asin, Pedas dan Sepat. Dalam proses
penciptaan setelah munculnya Ahamkara (unsure dasar rasa) maka muncullah Dasa
Indriya yang dibagi menjadi dua yaitu: Panca Budhi Indria dan Panca Karma
Indria yang pada akhirnya melahirkan manusia seperti pencampuran purusa dan
prakerti yang melahirkan alam semesta.
TOPIK 5
KONSEP MANUSIA DAN ALAM DALAM AGAMA BUDDHA
Manusia menurut agama Buddha adalah
kumpulan energy fisik dan mental yang selalu dalam keadaan bergerak. Keduanya
ini menyatu dalam panchakanda (lima
kelompok kegemaran). Yaitu, panchakanda (jasmani),
vedanakhanda (perasaan/pencerahan), sannakhanda (pencerapan), Sankarakhanda
(bentuk-bentuk fikiran) dan vinanakhanda (kesadaran). Kelima kelompok kegemaran
itu terbagi dua, yaitu nama dan rupa. Nama adalah perasaan, pikiran dan
penyerapan (rohaniah). Sedangkan rupa adalah jasmani dan empat materi kehidupan
(tanah, api, udara dan air).Manusia dalam pandangan Hindu memiliki kedudukan
istimewa.Manusia memiliki potensi yang tak terbatas dalam hidupnya.Manusia
dapat mencapai segala keinginannya dengan potensinya sendiri tanpa bantuan
siapapun, termasuk Tuhan.Dalam hidupnya, manusia memiliki tujuan terakhir,
yaitu mencapai Nibbana.Dimana tidak lagi ada keinginan (kekosongan).Dalam
mencapai Nibbana tersebut, manusia harus melakukan 4 kesunyataan mulia. Yaitu:
bebas dari derita (dukkha), tekun merenungkan lima skanda (anicca), tanpa aku
(anatta).
Sedangkan alam menurut ajaran
Buddha, yaitu dinamis dan kinetis, selalu berproses dengan seimbang.Alam itu
diciptakan dari sebab-sebab yang mendahuluinya dan sifatnya tidak kekal. Alam
memiliki empat unsur, yaitu: unsur padat (pathavi), cair (apo), panas (tejo)
dan gerak (vayo). Hukum dalam alam memiliki lima aturan (pancaniyadhamma),
yaitu:utuniyama (hukum fisika), bijaniyama (hukum biologi), cittaniyama (hukum
psikologi), kammaniyama (moral) dan dhammaniyama (hukum kausalitas).
Alam semesta
adalah sankhara yang bersifat tidak kekal (anicca atau anitya), selalu
dalam perubahan (dukkha) dan bukan jiwa (atta atau atman), tidak
mengandung suatu substansi yang tidak bersyarat. Dalam visudha Maga 2204, loka
tersebut digolong-golongkan atas sankharaloka, sattaloka, dan
okasaloka.
Sankaraloka adalah alam mahluk yang tidak mempunyai kehendak
seperti benda-benda mati, batu emas, logam dan semua sumber alamiah yang diperlukan
manusia.Termasuk dalam pengertian ini adalah alam hayat yang tidak mempunyi
kehendak dan ciptaan pikiran seperti ide, opini, konsepsi, peradaban,
kebudayaan dan sebagainya.
Sattaloka adalah alam para mahluk hidup yang mempunyai kehendak
mulai dari mahluk hidup yang rendah hingga mahluk yang tinggi, kelihatan atau
tidak, seperti setan, manusia, dewa, dan Brahma.Mahluk-mahluk tersebut
dibesarkan bukan berdasarkan jasmaniahnya, melainkan berdasarkan sikap bathin,
atau hal yang menguasai pikiran dan suka duka sebagai akibatnya. Termasuk dalam
sattaloka adalah 31 alam kehidupan yang dapat dikelompokan menjadi: kamaloka
(terdiri dari 11 alam, mulai dari
alam dewata, manusia ampai alam neraka),
rupaloka (terdiri dari 16 alam Brahma yang bisa dicapai
dengan mengheningkan cipta dalam Samadhi)dan arupaloka (alam dewa yang tidak berbadan, yang
hidup setelah mencapai tingkatan keempat dalam Samadhi).
Sedangkan alam terakhir adalah Okasaloka, yaitu alam tempat.Disini
terdapat dan hidup mahluk-mahluk diatas, seperti bumi adalah okasaloka tempat
manusia hidup dan tempat benda-benda mati seperti besi, batu dan sebagainnya.
TOPIK 6
AJARAN HINDU
DHARMA TENTANG ETIKA
Dalam agama
Hindu etika dinamakan susila, yang berasal dari dua suku kata, su
yang berarti baik, dan sila berarti kebiasaan atau tingkah laku
perbuatan manusia yang baik.Umat Hindu
mempunyai lima keyakinan dasar yang menjadi sisi kekuatan moral Agama Hindu,
yang disebut Pancasraddha. Kelima keyakinan tersebut, yakni: Widdhi sraddha
sebagai dasar etika Hindu yaitu yakin akan adanya Tuhan; yakin dengan Atma
(Roh) adalah dewa yang memberikan kekuatan hidup pada setiap mahkluk; Karma
Phala (buah perbuatan) bahwa, setiap perbuatan pasti akan membawa akibat; Punarbhawa/samsara/reinkarnasi
bahwapemeluk agama Hindu sangat meyakini bahwa ada kehidupan setelah
kematian; moksa yang lebih tinggi lagi daripada surga yaitu menyatunya
Atma dengan Brahman (Tuhan) bagi yang berhasil melepaskan diri dari belenggu
papa dengan berbuat baik (Subhakarma).
1.
Tat
Twam asi
Dalam
Hindu, dikenal ajaran tentang Tat Twam Asi yang jika diartikan bermakna, “aku
adalah engkau dan engkau adlah aku.” Intinya, aku dan engkau adalah sama.Ajaran
ini mengajarkan tentang tidak adanya perbedaan antara manusia satu dengan
lainnya.Semuanya berasal dari satu yakni Sang Hyang Widi. Dan nantinya jika
kehidupan yang dilakoni di dunia ini sudah usai, maka makhluk hidup semuanya
juga akan kembali ke satu, yaitu Brahman. Dalam ajaran Tat Twam Asi, tidak
hanya terbatas antara manusia dengan manusia lainnya. Tetapi juga antara
manusia dengan hewan dan tumbuhan.Kalau tidak ada keperluan, janganlah
menyakiti tumbuhan dan hewan. Pasalnya, tumbuhan dan hewan juga sama hidup dan
bernyawa. Selain hubungan manusia dengan manusia dan hubungan manusia dengan
hewan dan tumbuhan, tat twam asi juga mencakup hubungan manusia dengan
Tuhan/Brahman. Menurut pandangannya, manusia dan Tuhan itu adalah sama. Karena
jiwa manusia itu sendiri (atman) adalah percikan dari Brahman, maka manusia
memiliki sifat yang sama dengan Tuhan/Brahman.
2.
Subhakarma
dan Asubhakarma
Subhakarma
adalah perbuatan baik. Dalam ajaran Hindu, perbuatan baik (subhakarma) terdiri
dari:
a.
Tri
kaya Parisudha artinya tiga gerak perilaku manusia yang harus disucikan, yaitu
berfikir yang bersih dan suci (manacika), berkata yang benar (Wacika) dan
berbuat yang jujur (Kayika).
b.
Catur
Paramita adalah empat bentuk budi luhur,
yaitu Maitri (lemah lembut), Karuna (kasih sayang), Mudita (sifat dan sikap
menyenangkan orang lain) dan Upeksa (sifat dan sikap mengahargai orang lain.
c.
Panca
Yama Bratha adalah lima macam pengendalian diri dalam hubungannya dengan
perbuatan untuk mencapai kesempurnaan rohani dan kesucian bathin. Panca Yama
Bratha ini terdiri dari lima bagian yaitu Ahimsa artinya tidak menyiksa dan
membunuh makhluk lain dengan sewenang-wenang, Brahmacari artinya tidak
melakukan hubungan kelamin selama menuntut ilmu, dan berarti juga pengendalian
terhadap nafsu seks. Satya artinya benar, setia, jujur. Awyawahara atau
Awyawaharika artinya melakukan usaha yang selalu bersumber kedamaian dan
ketulusan, dan Asteya atau Astenya artinya tidak mencuri atau menggelapkan
harta benda milik orang lain.
a.
Panca
Nyama Bratha adalah lima macam pengendalian diri dalam tingkat mental untuk
mencapai kesempurnaan dan kesucian bathin, adapun bagian-bagian dari Panca
Nyama Bratha ini adalah Akrodha artinya tidak marah, Guru Susrusa artinya
hormat, taat dan tekun melaksanakan ajaran dan nasehat-nasehat guru,
Aharalaghawa artinya pengaturan makan dan minum, dan Apramada artinya taat
tanpa ketakaburan melakukan kewajiban dan mengamalkan ajaran-ajaran suci.
Sad Paramita adalah enam jalan keutamaan untuk menuju keluhuran.
Sad Paramita ini
meliputi: Dana Paramita artinya memberi dana atau sedekah baik
berupa materiil maupun spiritual; Sila Paramita artinya berfikir, berkata,
berbuat yang baik, suci dan luhur; Ksanti Paramita artinya pikiran tenang,
tahan terhadap penghinaan dan segala penyebab penyakit, terhadap orang dengki
atau perbuatan tak benar dan kata-kata yang tidak baik; Wirya Paramita artinya
pikiran, kata-kata dan perbuatan yang teguh, tetap dan tidak berobah, tidak
mengeluh terhadap apa yang dihadapi. Jadi yang termasuk Wirya Paramita ini
adalah keteguhan pikiran (hati), kata-kata dan perbuatan untuk membela dan
melaksanakan kebenaran; Dhyana Paramita artinya niat mempersatukan pikiran
untuk menelaah dan mencari jawaban atas kebenaran.Juga berarti pemusatan
pikiran terutama kepada Hyang Widhi dan cita-cita luhur untuk keselamatan;
Pradnya Paramita artinyaa kebijaksanaan dalam menimbang-nimbang suatu
kebenaran.
Catur Aiswarya adalah suatu
kerohanian yang memberikan kebahagiaan hidup lahir dan batin terhadap makhluk.
Catur Aiswarya terdiri dari Dharma, Jnana, Wairagya dan Aiswawarya. Dharma
adalah segala perbuatan yang selalu didasari atas kebenaran; Jnana artinya
pengetahuan atau kebijaksanaan lahir batin yang berguna demi kehidupan seluruh
umat manusia. Wairagya artinya tidak ingin terhadap kemegahan duniawi, misalnya
tidak berharap-harap menjadi pemimpin, jadi hartawan, gila hormat dan sebagainya;
Aiswarya artinya kebahagiaan dan kesejahteraan yang didapatkan dengan cara
(jalan) yang baik atau halal sesuai dengan hukum atau ketentuan agama serta
hukum yang berlaku di dalam masyarakat dan negara.
Asta Siddhi adalah delapan ajaran
kerohanian yang memberi tuntunan kepada manusia untuk mencapai taraf hidup yang
sempurna dan bahagia lahir batin. Asta Siddhi meliputi: Dana artinya senang
melakukan amal dan derma; Adnyana artinya rajin memperdalam ajaran kerohanian
(ketuhanan); Sabda artinya dapat mendengar wahyu karena intuisinya yang telah
mekar; Tarka artinya dapat merasakan kebahagiaan dan ketntraman dalam semadhi;
Adyatmika Dukha artinya dapat mengatasi segala macam gangguan pikiran yang
tidak baik; Adidewika Dukha artinya dapat mengatasi segala macam penyakit
(kesusahan yang berasal dari hal-hal yang gaib), seperti kesurupan, ayan, gila,
dan sebagainya. Adi Boktika artinya dapat mengatasi kesusahan yang berasal dari
roh-roh halus, racun dan orang-orang sakti; dan Saurdha adalah kemampuan yang setingkat
dengan yogiswara yang telah mencapai kelepasan.
Nawa Sanga terdiri dari:
Sadhuniragraha artinya setia terhadap keluarga dan rumah tangga; Andrayuga
artinya mahir dalam ilmu dan dharma; Guna bhiksama artinya jujur terhadap harta
majikan; Widagahaprasana artinya mempunyai batin yang tenang dan sabar;
Wirotasadarana artinya berani bertindak berdasarkan hukum; Kratarajhita artinya
mahir dalam ilmu pemerintahan; Tiagaprassana artinya tidak pernah menolak
perintah; Curalaksana artinya bertindak cepat, tepat dan tangkas; dan
Curapratyayana artinya perwira dalam perang.
Dasa Yama Bratha adalah sepuluh
macam pengendalian diri, yaitu Anresangsya atau Arimbhawa artinya tidak
mementingkan diri sendiri; Ksama artinya suka mengampuni dan dan tahan uji
dalam kehidupan; Satya artinya setia kepada ucapan sehingga menyenangkan setiap
orang; Ahimsa artinya tidak membunuh atau menyakiti makhluk lain; Dama artinya
menasehati diri sendiri; Arjawa artinya jujur dan mempertahankan kebenaran;
Priti artinya cinta kasih sayang terhadap sesama mahluk; Prasada artinya
berfikir dan berhati suci dan tanpa pamerih; Madurya artinya ramah tamah, lemah
lembut dan sopan santun; dan Mardhawa artinya rendah hati; tidak sombong dan
berfikir halus.
Dasa Nyama Bratha terdiri dari:
Dhana artinya suka berderma, beramal saleh tanpa pamrih; Ijya artinya pemujaan
dan sujud kehadapan Hyang Widhi dan leluhur; Tapa artinya melatih diri untuk
daya tahan dari emosi yang buruk agar dapat mencapai ketenangan batin; Dhyana
artinya tekun memusatkan pikiran terhadap Hyang Widhi; Upasthanigraha artinya
mengendalikan hawa nafsu birahi (seksual); Swadhyaya artinya tekun mempelajari
ajaran-ajaran suci khususnya, juga pengetahuan umum; Bratha artinya taat akan
sumpah atau janji; Upawasa artinya berpuasa atau berpantang trhadap sesuatu
makanan atau minuman yang dilarang oleh agama; Mona artinya membatasiperkataan;
dan Sanana artinya tekun melakukan penyician diri pada tiap-tiap hari dengan
cara mandi dan sembahyang.
Yang disebut Dasa Dharma menurut
Wreti Sasana, yaitu Sauca artinya murni rohani dan jasmani; Indriyanigraha
artinya mengekang indriya atau nafsu; Hrih artinya tahu dengan rasa malu; Widya
artinya bersifat bijaksana; Satya artinya jujur dan setia terhadap kebenaran;
Akrodha artinya sabar atau mengekang kemarahan; Drti artinya murni dalam
bathin; Ksama artinya suka mengampuni; Dama artinya kuat mengendalikan pikiran;
dan Asteya artinya tidak melakukan kecurangan.
Dasa Paramartha ialah sepuluh macam
ajaran kerohanian yang dapat dipakai penuntun dalam tingkah laku yang baik
serta untuk mencapai tujuan hidup yang tertinggi (Moksa). Dasa Paramartha ini
terdiri dari: Tapa artinya pengendalian diri lahir dan bathin; Bratha artinya
mengekang hawa nafsu; Samadhi artinya konsentrasi pikiran kepada Tuhan; Santa
artinya selalu senang dan jujur; Sanmata artinya tetap bercita-cita dan
bertujuan terhadap kebaikan; Karuna artinya kasih sayang terhadap sesame
makhluk hidup; Karuni artinya belas kasihan terhadap tumbuh-tumbuhan, barang
dan sebagainya; Upeksa artinya dapat membedakan benar dan salah, baik dan
buruk; Mudhita artinya selalu berusaha untuk dapat menyenangkan hati oranglain;
dan Maitri artinya suka mencari persahabatan atas dasar saling hormat
menghormati.
Sedangkan
yang disebut dengan Asubhakarma adalah perbuatan buruk. Asubhakarma ini juga
terdiri dari:
a.
Tri
Mala adalah tiga bentuk prilaku manusia yang sangat kotor, yaitu Kasmala ialah
perbuatan yang hina dan kotor, Mada yaitu perkataan, pembicaraan yang dusta dan
kotor, dan Moha adalah pikiran, perasaan yang curang dan angkuh.
Catur
Pataka adalah empat tingkatan dosa sesuai dengan jenis karma yang menjadi
sumbernya yang dilakukan oleh manusia yaitu Pataka yang terdiri dari Brunaha
(menggugurkan bayi dalam kandungan); Purusaghna (Menyakiti orang), Kaniya Cora
a.
(mencuri
perempuan pingitan), Agrayajaka (bersuami isteri melewati kakak), dan
Ajnatasamwatsarika (bercocok tanam tanpa masanya); Upa Pataka terdiri
dariGowadha (membunuh sapi), Juwatiwadha (membunuh gadis), Balawadha (membunuh
anak), Agaradaha (membakar rumah/merampok); Maha Pataka terdiri dari
Brahmanawadha (membunuh orang suci/pendeta), Surapana (meminum alkohol/mabuk),
Swarnastya (mencuri emas), Kanyawighna (memperkosa gadis), dan Guruwadha
(membunuh
guru);
Ati Pataka terdiri dari Swaputribhajana (memperkosa saudara perempuan);
Matrabhajana (memperkosa ibu), dan Lingagrahana (merusak tempat suci).
b.
Panca
bahya tusti adalah lima kemegahan (kepuasan) yang bersifat duniawi dan lahiriah
semata-mata, yaitu Aryana artinya senang mengumpulkan harta kekayaan tanpa menghitung
baik buruk dan dosa yang ditempuhnya; Raksasa artinya melindungi harta dengan
jalan segala macam upaya; Ksaya artinya takut akan berkurangnya harta benda dan
kesenangannya sehingga sifatnya seing menjadi kikir; Sangga artinya doyan
mencari kekasih dan melakukan hubungan seksuil; dan Hingsa artinya doyan
membunuh danmenyakiti hati makhluk lain.
c.
Panca
wiparyaya adalah lima macam kesalahan yang sering dilakukan manusia tanpa
disadari, sehingga akibatnya menimbulkan kesengsaraan, yaitu: Tamah artinya selalu
mengharapharapkan mendapatkan kenikmatan lahiriah; Moha artinya selalu
mengharap-harapkan agar dapat kekuasaan dan kesaktian bathiniah; Maha Moha
artinya selalu mengharap harapkan agar dapat menguasai kenikmatan seperti yang
tersebut dalam tamah dan moha; Tamisra artinya selelu berharap ingin
mendapatkan kesenangan akhirat; dan Anda Tamisra artinya sangat berduka dengan
sesuatu yang telah hilang.
d.
Sad
Ripu adalah enam jenis musuh yang timbul dari sifat-sifat manusia itu sendiri,
yaitu Kama artinya sifat penuh nafsu indriya; Lobha artinya sifat loba dan
serakah; Krodha artinya sifat kejam dan pemarah; Mada adalah sifat mabuk dan
kegila-gilaan; Moha adalah sifat bingung dan angkuh; dan Matsarya adalah sifat
dengki dan irihati.
e.
Sad
atatayi adalah enam macam pembunuhan kejam, yaitu Agnida artinya membakar milik
orang lain; Wisada artinya meracun orang lain; Atharwa artinya melakukan ilmu
hitam; Sastraghna artinya mengamuk (merampok); Dratikrama artinya memperkosa
kehormatan orang lain; Rajapisuna adalah suka memfitnah.
Sapta
Timira adalah tujuh macam kegelapan pikiran yaitu: Surupa artinya gelap atau
mabuk karena ketampanan; Dhana artinya gelap atau mabuk karena kekayaan; Guna
a.
artinya
gelap atau mabuk karena kepandaian; Kulina artinya gelap atau mabuk karena keturunan;
Yowana artinya gelap atau mabuk karena keremajaan; Kasuran artinya gelap atau
mabuk karena kemenangan; dan Sura artinya mabuk karena minuman keras.
Artinya
adalah sepuluh macam sifat yang kotor. Sifat-sifat ini terdiri dari Tandri
adalah orang sakit-sakitan; Kleda adalah orang yang berputus asa; Leja adalah
orang yang tamak dan lekat cinta; Kuhaka adalah orang yang pemarah, congkak dan
sombong; Metraya adalah orang yang pandai berolok-olok supaya dapat
mempengaruhi teman (seseorang); Megata adalah orang yang bersifat lain di mulut
dan lain di hati; Ragastri adalah orang yang bermata keranjang; Kutila adalah
orang penipu dan plintat-plintut; Bhaksa Bhuwana adalah orang yang suka
menyiksa dan menyakiti sesama makhluk; dan Kimburu adalah orang pendengki dan
iri hati
TOPIK
7
AJARAN
BUDDHA DHARMA TENTANG ETIKA
1.
Pengertian
Sila
Dalam
ajaran Buddha,sila mengandung pengertian: pertama, menimbulkan harmoni dalam
hati dan pikiran (samadhana).Kedua, mempertahankan kebaikan dan mendukung
pencapaian batin yang luhur(upadharana).Ciri (lakkhana), fungsi (rasa), wujud
(paccupatthana) dan sebab terdekat yang menimbulkan (padatthana) sila adalah
sebagai berikut:
a. Fungsi (rasa) sila adalah menghancurkan kelakuan yang salah
(dussiliya) dan menjaga seseorang agar tetap tidak bersalah.
b. Wujud (paccupatthana) sila adalah kesucian (soceyya).
c. Sebab terdekat yang menimbulkan (padatthana) sila adalah adanya
Hiri dan Ottappa. Hiri adalah malu berbuat salah, Ottappa adalah takut akibat
perbuatan salah.
2.
Macam-macam
Sila
Sila
merupakan segi mendasar dalam Agama Buddha yang mencakupi, pertama batin yang
dibangun dengan menghindari perbuatan buruk, dan kedua pikiran yang berhubungan
dengan pelaksanaan peraturan-peraturan yang berperan untuk kebersihan sila.
Dengan kata lain sila itu mempunyai dua aspek, yaitu; aspek negatif (varitta
sila) dan aspek positif (carita sila).
aspek
negatif (varitta sila)menekankan pada tidak melakukan perbuatan buruk. Aspek
negatif ini mempunyai nilai menjauhkan pikiran dan objek yang bukan kebaikan
dan
a. aspek positif memusatkan seluruh pikiran pada kebaikan, sehingga
semaksimal mungkin dapat melakukan kewajiban.
b. Aspek positif (carita sila) Carita sila menekankan perlunya
seseorang menimbun perbuatan baik dan melaksanakan apa yang merupakan
kewajibannya.
Selain
kedua bentuk sila di atas, ada juga bentuk sila yang dinamakan Pakati sila dan
Pannati sila.Pakati sila adalah sila alamiah, yang bersifat moral dan terdapat
hampir semua agama serta berlaku dimana-mana tanpa dibatasi oleh waktu,
misalnya pancasila. Pannati sila adalah sila yang dirumuskan oleh Sang Buddha
yang khusus diperuntukkan bagi cara hidup dan tujuan hidupnya yang istimewa.
Selain
itu dalam Buddhisme Mahayana juga menjabarkan lebih lanjut dalam Sad Paramita
yaitu Sila Paramita dengan hal-hal yang pantang dilakukan sebagai 10 perbuatan
buruk (kusala karma) yang diistilahkan virati (pantangan) sebagaimana
tercatat dalam Dasabhumika Sutra, Satasaharrika Prajnaparamita
dan Maha-Vyutpatti yaitu :
a.
Perbuatan yang pantang untuk dilakukan oleh
Tubuh/Badan [kaya]
-
pantangan
membunuh
-
pantangan
mencuri
-
pantangan
berzinah
b. Perbuatan
yang pantang untuk dilakukan oleh ucapan [Vak]
-
Pantangan
berdusta
-
Pantangan
menyebarkan isu yang tidak benar
-
Pantangan
berkata-kata yang kotor
-
Pantangan
melakukan pembicaraan yang sia-sia
c. Perbuatanyang
pantang untuk dilakukan oleh pikiran [Citta]
-
Pantang
memikirkan nafsu serakah
-
Pantang
berniat jahat
-
Pantang
berpandangan sesat
1.
Pancasila
Pancasila adalah ajaran dasar moralagamaBuddha, yang ditaati oleh pengikut Siddhartha
Gautama.Pancasila digunakan untuk
seseorang yang akan memasuki kehidupan beragama Buddha.Dalam agama Buddha,
mentaati Pancasila dianggap merupakan sebuah dharma. Pancasila berbunyi sebagai berikut:
1.
Tidak membunuh
2.
Tidak mencuri
3.
Tidak berzinah
1.
Tidak berbohong
2.
Tidak meminum minuman yang memabukkan
1. Hubungan Sila
dengan Etika
Pelaksanaan Sila dalam Buddhisme adalah
merupakan suatu kebajikan moral, etika atau tata-tertib dalam menjalani
kehidupan dimana akan mampu menuntun seseorang itu bertingkah laku secara baik
dan benar bagi diri sendiri, orang lain termasuk seluruh alam semesta beserta
isinya. Kebajikan moral dapat dianggap sebagai suatu dasar yang membentuk
semua hal-hal yang positif dalam kehidupan saat ini.
TOPIK 9
Ajaran Hindu tentang Catur Marga
1. Pengertian
dan tujuan Catur Marga
Catur marga berasal dari
dua kata yaitu catur dan marga. Catur berarti empat dan marga berarti
jalan/cara atapun usaha. Jadi catur marga adalah empat jalan atau cara umat
Hindu untuk menghormati dan menuju ke
jalan Tuhan Yang Maha Esa atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
2. Macam-macam Catur Marga (Bhakti Marga, Karma Marga,
Jnana Marga, Yoga Marga).
·
Bhakti Marga
Kata Bhakti marga
sebenarnya adalah perpaduan antara kata Bhakti Marga dan Bhakti Yoga. Istilah
Bhakti Marga Yoga dimaksudkan untuk lebih menekankan bahwa Bhakti adalah jalan
dan sekaligus juga sarana mempersatukan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam meningkatkan kualitas bhakti kita kepada
sang Hyang Widi ada beberapa jenis bentuk bhakti yang disebut Bhavabhakti,
sebagai berikut:
a.
Santabhava, yaitu sikap bhakti seperti bhakti atau hormat seorang anak terhadap ibu dan bapaknya.
Sakhyabava,
yaitu bentuk bhakti yang meyakini Hyang Widi, manifestasiNya, Istadevata atau
Avatara- Nya sebagai sahabat yang sangat akrab dan selalu memberikan
perlindungan dari pertolongan pada saat yang diperlukan.
c. Dasyabhava,
yaitu bhakti atau pelayanan kepada Tuhan Yang Maha Esa seperti sikap seorang
hamba kepada majikannya.
d.
Vatsalyabhava, yaitu sikap bhakti seorang penyembah memandang Tuhan Yang Maha
Esa seperti anaknya sendiri
e. Kantabhava,
yaitu sikap bhakti seorang istri terhadap suami tercinta.
f. Maduryabhava,
yaitu bentuk bhakti sebagai cinta yang amat mendalam dan tulus dari seorang
bhakta kepada Tuhan Yang Maha Esa. Secara lahiriah bentuk- bentuk di Indonesia
sama halnya dengan di India, umat mewujudkannya melalui pembangunan berbagai
Pura ( mandir), mempersembahkan berbagai sesaji (naivedya), mempersembahkan
kidung (bhajan), gamelan, tari- tarian, dan sebagainya.
·
Karma Marga
Karma
marga berarti usaha untuk mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa melalui
usaha atau kerja yang tulus ikhlas, demikian pula karma Yoga mempunyai makna
yang sama sebagai usaha untuk menghubungkan diri dengan Tuhan Yang Maha Esa.
Karma Marga Yoga menekankan kerja sebagai bentuk pengabdian dan bentuk
pengabdian dan bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa.
·
Jnana Marga
Jnana
Marga Yoga adalah jalan dan usaha untuk menghubungkan diri dengan Tuhan Yang
Maha Esa untuk mencapai kebahagiaan sejati melalui pengetahuan. Jnana menuntun
manusia untuk bekerja tidak terikat oleh hawa nafsu, tanpa motif kepentingan
pribadi, rela melepaskan hak milik, sadar bahwa badan bukan atma yang bersifat
abadi.
·
Raja Marga
Raja Marga Yoga berarti jalan atau usaha tertinggi untuk menghubungkan
diri dengan Tuhan Yang Maha Esa melalui jalan Yoga yang tertinggi. Bila dua
jalan sebelumnya, yakni Bhakti Marga Yoga dan Karma Marga Yoga disebut Prvrtti
Marga, yakni jalan yang umum dan mudah dilaksanakan oleh umat awam pada
umumnya, maka dua jalan yang lain, yakni Jnana Marga Yoga dan Raja Marga Yoga
disebut Nivrtti Marga, yang artinya jalan yang
tidak umum atau bertentangan. Raja Yoga Marga
memerlukan pengendalian diri, disiplin diri, pengekangan dan penyangkalan
terhadap hal keduniawian.
TOPIK 10
Ajaran Hindu tentang Panca Yadnya
1. Pengertian dan tujuan
Yadnya
Yadnya artinya suatu perbuatan yang dilakukan
dengan penuh keiklasan dan kesadaran untuk melaksanakan persembahan kepada
Tuhan. Yadnya berarti upacara persembahan korban suci. Pemujaan yang dilakukan
dengan mempergunakan korban suci sudah barang tentu memerlukan dukungan sikap
dan mental yang suci juga. Tujuan Yadnya adalah untuk membalas Yadnya yang
dahulu dilakukan oleh Ida Sang Hyang Widhi ketika menciptakan alam semesta
beserta isinya.
2. Macam-macam Yadnya (Dewa Yadnya,
manusia Yadnya, Bhuta Ydnya, Pitara Yadnya, Rsi Yadnya).
·
Dewa Yadnya
Upacara dewa yadnya adalah upacara pemujaan dan persembahan sebagai
wujud bakti kehadapan Hyang Widhi dan segala manifestasi-Nya, yang diwujudkan
dalam bermacam-macam bentuk upakara. Upacara ini bertujuan untuk pengucapan
terima kasih kepada Hyang Widhi atas kasih, rahmat dan karunia-Nya sehingga
kehidupan dapat berjalan damai.
Contoh dari upacara dewa yadnya yang dilakukan
setiap hari adalah puja tri sandya dan yadnya cesa. Sedangkan upacara dewa
yadnya yang dilakukan pada hari-hari tertentu seperti: Galungan, Kuningan,
Saraswati, Ciwaratri, Purnama dan Tilem, dan piodalan lainnya.
·
Manusa Yadnya
Manusa yadnya adalah korban suci yang bertujuan untuk memelihara hidup
dan membersihkan lahir bathin manusia mulai dari sejak terwujudnya jasmani di
dalam kandungan sampai pada akhir hidup manusia itu.
Jenis-jenis Upacara Yadnya seperti upacara
kelahiran bayi. Upacara potong gigi, upacara nyambutin, upacara meningkat
dewasa, upacara perkawinan, dll
·
Bhuta Yadnya
Bhuta
Yadnya adalah yadnya yang ditujukan kepada Bhuta Kala yang mengganggu
ketentraman hidup manusia. Bagi masyarakat Hindu bhuta kala ini diyakini
sebagai kekuatan-kekuatan yang bersifat negatif yang sering menimbulkan
gangguan serta bencana, tetapi dengan Bhuta Yadnya ini maka
kekuatan-kekuatan tersebut akan dapat menolong dan melindungi kehidupan
manusia.
Adapun tujuan Upacara Bhuta Yadnya adalah disamping untuk memohon kehadapan Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa) agar beliau memberi kekuatan lahir bathin, juga untuk menyucikan dan menetralisir kekuatan-kekuatan yang bersifat negatif yang disebut bhuta kala tersebut sehingga dapat berfungsi dan berguna bagi kehidupan manusia. Jenis-jenis upacara Bhuta Yadnya seperti upacara segehan, upacara cawu dan upacara tawur
Adapun tujuan Upacara Bhuta Yadnya adalah disamping untuk memohon kehadapan Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa) agar beliau memberi kekuatan lahir bathin, juga untuk menyucikan dan menetralisir kekuatan-kekuatan yang bersifat negatif yang disebut bhuta kala tersebut sehingga dapat berfungsi dan berguna bagi kehidupan manusia. Jenis-jenis upacara Bhuta Yadnya seperti upacara segehan, upacara cawu dan upacara tawur
·
Pitara Yadnya
Pitra
yadnya adalah suatu upacara pemujaan dengan hati yang tulus ikhlas dan suci
yang di tujukan kepada para Pitara dan roh-roh leluhur yang telah meninggal
dunia.
Jenis-jenis upacara Pitara Yadnya seperti
upacara penguburan mayat dan ngaben
·
Rsi Yadnya
Rsi
Yadnya adalah sedekah atau punia atau juga persembahan kepada para pendeta atau
para pemimpin upacara keagamaan. Sedekah atau persembahan ini dapat dilakukan
pada waktu-waktu tertentu, yaitu pada saat Beliau menyelesaikan suatu upacara,
atau memberikan diksa kepada sisyanya. Sedekah atau punia yang dipsersembahkan
kepada para pendeta disebut dengan daksina. Adapun tujuannya adalah sebagai
tanda terima kasih kepada para pendeta karena beliau telah menyelesaikan
upacara yadnya.
TOPIK 11
Ajaran Budha tentang Bhavana
1. Pengertian Bhavana
Bhavana berarti pengembangan, yaitu
pengembangan batin dalam melaksanakan pembersihannya. Istilah lain yang arti
dan pemakaiannya hampir sama dengan bhavana adalah samadhi. Samadhi berarti
pemusatan pikiran pada suatu obyek. Samadhi yang benar (samma samadhi) adalah
pemusatan pikiran pada obyek yang dapat menghilangkan kekotoran batin tatkala
pikiran bersatu dengan bentuk-bentuk karma yang baik, sedangkan samadhi yang
salah (miccha samadhi) adalah pemusatan pikiran pada obyek yang dapat
menimbulkan kekotoran batin tatkala pikiran bersatu dengan bentuk-bentuk karma
yang tidak baik. Jika dipergunakan istilah samadhi, maka yang dimaksud adalah
“Samadhi yang benar”.
2. Macam-macam Bhavana: (Metta Bhavana,
Samatha Bhavana, Vivassana Bhavana).
·
Metta Bhavana
Metta
adalah cinta kasih yang universal, yang tidak membeda-bedakan, yang tidak
memandang dari segi manapun dan yang ikhlas, tumbuh dari dasar lubuk hati. Inti
dari metta adalah tidak membeda-bedakan.
Meditasi ini adalah meditasi cinta-kasih. Meditasi dilakukan dengan
menggunakan teknik visualisasi yang sederhana dengan menggunakan pikiran kita
yang biasa kita gunakan untuk berpikir. Sebagai contoh, jika saya menyarankan
untuk membayangkan sebuah bunga, kita akan dapat melakukannya dengan mudah.
Tidak peduli apakah bunga itu adalah bunga mawar atau bunga teratai, atau
apapun warnanya itu, atau bahkan bagaimanapun jelasnya objek itu tergambar di
dalam batin anda –- sesuatu yang berproses dengan lancar itu sudah cukup.
·
Samatha Bhavana
Samatha Bhavana merupakan pengembangan batin yang bertujuan untuk
mencapai ketenangan. Dalam Samatha Bhavana, batin terutama pikiran terpusat dan
tertuju pada suatu obyek. Jadi pikiran tidak berhamburan ke segala penjuru,
pikiran tidak berkeliaran kesana kemari, pikiran tidak melamun dan mengembara
tanpa tujuan.Dengan melaksanakan Samatha Bhavana, rintangan-rintangan batin
tidak dapat dilenyapkan secara menyeluruh. Jadi kekotoran batin hanya dapat
diendapkan, seperti batu besar yang menekan rumput hingga tertidur di tanah.
Dengan demikian, Samatha Bhavana hanya dapat mencapai tingkat-tingkat
konsentrasi yang disebut jhana-jhana, dan mencapai berbagai kekuatan batin.
·
Vivassana Bhavana :
pengembangan batin yang bertujuan untuk
mencapai pandangan terang. Dengan melaksanakan Vipassana Bhavana,
kekotoran-kekotoran batin dapat disadari dan kemudian dibasmi sampai
keakar-akarnya, sehingga orang yang melakukan Vipassana Bhavana dapat melihat
hidup dan kehidupan ini dengan sewajarnya, bahwa hidup ini dicengkeram oleh
anicca (ketidak-kekalan), dukkha (derita), dan anatta (tanpa aku yang kekal).
Dengan demikian, Vipassana Bhavana dapat menuju ke arah pembersihan batin,
pembebasan sempurna, pencapaian Nibbana.
TOPIK 12
Upacara kelahiran, Perkawinan dan kematian dalam agama Hindu
1. Makna kelahiran dan
upacaranya
Makna kelahiran bayi
adalah sebagai
ungkapan rasa gembira dan shyukur atas lahirnya si bayi ke dunia.
Upacara dalam kelahiran :
- Upacara bayi dalam kandungan
(Magedong-gedong). Tujuannya untuk pembersihan, penyucian jasmani rohani serta
keselamatan si bayi supaya menjadi putra-putri yang baik.
- Upacara bayi lahir rasa bahagia bersyukur
kepada Tuhan karna dikaruniai bayi yang baru lahir.
- Upacara bayi putus pusar (kepus puser).
Tujuannya untuk pembersihan sanggar kemulan, sumur, dapur bak dll, supaya bayi
mendapat keselamatan dan perlindungan dari Sang Hyang Widi.
- Upacara Dua belas hari setelah kelahiran
bayi.
- Upacara bayi berumur 42 hari (macolongan).
Pembersihan terhadap si bayi beserta ibunya dan membebaskan si bayi dari
pengaruh-pengaruh nyaman bajang.
- Upacara bayi berumur 105 hari. Untuk
membersihkan lahir batin si bayi dan sang Catur Sanak beserta segala macam
manifestasinya.
- Bayi berumur 210 hari. Untuk memohon
kadirgayuhan, keselamatan, ke hadap Sang Hyang Widdhi Ibu pertiwi supaya
mengasuh, menuntun dan membebaskan dari aral rintangan
Upacara Tumbuh gigi. Agar gigi anak tmbuh
dengan baik.
- Upacara Tanggal Gihi. Untuk penyucian lahir
batin terutama jiwatma dan pikirannya
- Upacara meningat dewasa. Untuk memohonkepda
Sang Hyang Smara Ratih agar tidak terjerumus kepada perbuatan yang asusiala.
- Upacara potong gigi. Untuk mengurangi maupun
menghilangkan Sadripu (enam jenis musuh) batin manusia.
2. Makna Perkawinan dan upacaranya
Perkawinan ialah
ikatan lahir batin antar seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri
dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia.
Upacara perkawinan merupakan suatu
persaksian baik kehadapan Sang Hyang Widdhi Waca (Tuhan) maupun kepada
masyarakat bahwa kedua orang yang bersangkutan mengikatkan diri sebagai
suami-istri, sehingga hubungan dapat dibenarkan dan segala akibat perbuatan
menjadi tanggung jawab mereka bersama.
Upacara Perkawinan (Pawiwahan /
Wiwaha)
Hakekatnya adalah upacara persaksian ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa dan
kepada masyarakat bahwa kedua orang yang bersangkutan telah mengikatkan diri
sebagai suami-istri.
Sarana
1. Segehan
cacahan warna lima.
2. Api
takep (api yang dibuat dari serabut kelapa).
3.
Tetabuhan (air tawar, tuak, arak).
4.
Padengan-dengan/ pekala-kalaan.
5. Pejati.
6. Tikar
dadakan (tikar kecil yang dibuat dari pandan).
Pikulan (terdiri dari cangkul, tebu,
cabang kayu dadap yang ujungnya diberi periuk, bakul yang berisi uang).
8. Bakul.
9.
Pepegatan terdiri dari dua buah cabang dadap yang dihubungkan dengan benang
putih.
Waktu
Biasanya dipilih hari yang baik, sesuai dengan persyaratannya (ala-ayuning
dewasa). Tempat Dapat dilakukan di rumah mempelai Iaki-laki atau wanita sesuai
dengan hokum adat setempat (desa, kala, patra). Pelaksana Dipimpin oleh seorang
Pendeta / Pinandita / Wasi / Pemangku.
Tata cara
1. Sebelum upacara natab banten
pedengan-dengan, terlebih dahulu mempelai mabhyakala dan maprayascita.
2. Kemudian mempelai mengelilingi
sanggah Kamulan dan sanggah Pesaksi sebanyak tiga kali serta dilanjutkan dengan
jual beli antara mempelai Iaki-laki dengan mempelai wanita disertai pula dengan
perobekan tikar dadakan oleh mempelai Iaki-laki.
3. Sebagai acara terakhir dilakukan
mejaya-jaya dan diakhiri dengan natab banten dapetan. Bagi Umat Hindu upacara
perkawinan mempunyai tiga arti penting yaitu :
- Sebagai upacara suci yang
tujuannya untuk penyucian diri kedua calon mempelai agar mendapatkan tuntunan
dalam membina rumah tangga dan nantinya agar bisa mendapatkan keturunan yang
baik dapat menolong meringankan derita orang tua/leluhur.
- Sebagai persaksian secara lahir
bathin dari seorang pria dan seorang wanita bahwa keduanya mengikatkan diri
menjadi suami-istri dan segala perbuatannya menjadi tanggung jawab bersama.
- Penentuan status kedua mempelai,
walaupun pada dasarnya Umat Hindu menganut sistim patriahat (garis Bapak)
tetapi dibolehkan pula untuk mengikuti sistim patrilinier (garis Ibu). Di Bali
apabila kawin mengikuti sistem patrilinier (garis Ibu) disebut kawin nyeburin
atau nyentana yaitu mengikuti wanita karena wanita nantinya sebagai Kepala
Keluarga.
Upacara Pernikahan ini dapat dilakukan di halaman
Merajan/Sanggah Kemulan ( Tempat Suci Keluarga) dengan tata upacara yaitu kedua
mempelai mengelilingi Sanggah Kemulan (
Tempat Suci Keluarga ) sampai tiga
kali dan dalam perjalanan mempelai perempuan membawa sok pedagangan ( keranjang
tempat dagangan) yang laki memikul tegen-tegenan (barang-barang yang dipikul)
dan setiap kali melewati “Kala Sepetan”(upakara sesajen yang ditaruh di tanah)
kedua mempelai menyentuhkan kakinya pada serabut kelapa belah tiga.
Setelah
tiga kali berkeliling, lalu berhenti kemudian mempelai laki berbelanja
sedangkan mempelai perempuan menjual segala isinya yang ada pada sok pedagangan
(keranjang tempat dagangan), dilanjutkan dengan merobek tikeh dadakan (tikar
yang ditaruh di atas tanah), menanam pohon kunir, pohon keladi (pohon talas)
serta pohon endong dibelakang sanggar pesaksi/sanggar Kemulan (Tempat Suci
Keluarga) dan diakhiri dengan melewati "Pepegatan" (Sarana Pemutusan)
yang biasanya digunakan benang didorong dengan kaki kedua mempelai sampai benang
tersebut putus.
3. Makna kematian dan upacaranya (
ngaben)
Makna ngaben adalah
untuk balas budi, menghormati jasa-jasa leluhur yang telah menuntun kepada
dharma dan ilmu pengetahuan, memohon kepada Sang Hyang Widi Waca agar Jiwatma
yang meninggal dunia dibersihkan dari segala dosa.
Pelaksanaannya adalah puja praline, mayat
dimandikan pabresihan, menggunakan pakaian, pangreka dan
pangringkes,setelahnitu disuguhkan: terpana terdiri dari bubur pirate dan
padang lepas yang dimaksudkan untuk dipakai bekal dalam perjalanan kea lam
lepas, dan kemudian mayat dibawa ke kuburan dengan berputar purwa daksina
pascima utara (putaran tangan jam) sebanyak 3 kali setiap persimpangan empat
atau tempat suci dan di kuburkan sendiri sebagai tanda penghormatan terakhir. Dikuburan
atau tempat pembakaran, jenazah yang terletak dalam peti, diatur tempatnya dan
diupacarai sebelum dibakar.
TOPIK 13
Upacara
kelahiran, Perkawinan dan kematian dalam
agama Budha
1. Makna kelahiran dan
upacaranya
Dalam Buddhisme
Theravada, ada praktek ritual tertentu diamati ketika seorang anak lahir dari
orangtua Buddhis.Ketika bayi cocok untuk dibawa keluar dari pintu, orang tua
memilih hari baik atau bulan purnama hari dan bawa anak ke candi
terdekat. Mereka pertama kali menempatkan anak di lantai ruang kuil atau
di depan patung Buddha untuk menerima berkat-berkat dari Tiga Permata
(Buddha, sangha dan dharma). Ini adalah
pemandangan umum di Maligawa Dalada, Kuil Gigi Relic Suci, di Kandy.
Pada saat upacara
keagamaan setiap hari (Puja) candi, ibu menyerahkan bayi
mereka ke awam wasit (kapuva) di dalam ruangan kuil, yang pada
gilirannya membuat untuk beberapa detik di lantai dekat ruang relik dan tangan
kembali ke ibu. Sang ibu menerima anak dan memberikan biaya yang kecil
ke kapuva untuk layanan yang diberikan.
Lahir Setelah
kelahiran anak, orang tua sering berkonsultasi biarawan ketika memilih nama,
yang harus memuaskan, sementara bahasa menyampaikan suatu arti yang baik.. Tergantung pada daerah, praktek-praktek agama lain mungkin
mengikuti kelahiran. Di bagian
tengah negara itu, misalnya, bayi akan memiliki lazim kepalanya dicukur ketika
ia berusia satu bulan. Hal ini pada dasarnya ritus Brahminic, yang disebut
upacara khwan, dapat disertai dengan upacara Budha di mana rahib membacakan
ayat-ayat dari teks-teks suci.
Pentahbisan. Ritus kedua dalam rentang kehidupan manusia kebanyakan Thailand penahbisan ke dalam kap biksu. Secara tradisional, seorang pemuda yang tidak diterima secara sosial sampai ia telah menjadi seorang biarawan, dan banyak orangtua bersikeras bahwa setelah seorang anak mencapai usia dua puluh ia akan ditahbiskan sebelum menikah atau memulai karir resmi. Ada juga alasan lain untuk memasuki kap biksu, seperti untuk membuat manfaat untuk jiwa berangkat dari kerabat, atau untuk orang tuanya ketika mereka masih hidup, atau untuk membayar janji kepada Sang Buddha setelah meminta dia untuk memecahkan masalah pribadi atau keluarga .
Pentahbisan terjadi sepanjang bulan Juli, sebelum retret tiga-bulan selama musim hujan. Kepala orang itu adalah dicukur dan dia mengenakan jubah putih untuk hari sebelum ia resmi ditahbiskan, ada nyanyian dan perayaan dan, di daerah pedesaan, seluruh masyarakat dan dengan demikian bergabung dalam merit keuntungan. Pada hari upacara, biarawan calon diambil sekitar candi tiga kali dan kemudian ke ruang konvensi, di mana semua biksu menunggunya. Setelah sebelumnya telah terlatih, ia mengalami penyelidikan oleh seorang pendeta senior di depan gambar Buddha, dan jika ia memenuhi semua kondisi untuk menjadi seorang bhikkhu, jemaat menerima dirinya. Dia kemudian diinstruksikan pada kewajibannya, jubah don kunyit, dan mengaku sebagai biksu. Selama tiga bulan berikutnya musim hujan ia diharapkan untuk tinggal di wat itu, mencontohkan ideal Buddhis dalam kehidupan dan menjalani pelatihan ketat di tubuh dan mengendalikan pikiran, setelah itu ia dapat, jika ia memilih, kembali menjadi orang awam.
Pentahbisan. Ritus kedua dalam rentang kehidupan manusia kebanyakan Thailand penahbisan ke dalam kap biksu. Secara tradisional, seorang pemuda yang tidak diterima secara sosial sampai ia telah menjadi seorang biarawan, dan banyak orangtua bersikeras bahwa setelah seorang anak mencapai usia dua puluh ia akan ditahbiskan sebelum menikah atau memulai karir resmi. Ada juga alasan lain untuk memasuki kap biksu, seperti untuk membuat manfaat untuk jiwa berangkat dari kerabat, atau untuk orang tuanya ketika mereka masih hidup, atau untuk membayar janji kepada Sang Buddha setelah meminta dia untuk memecahkan masalah pribadi atau keluarga .
Pentahbisan terjadi sepanjang bulan Juli, sebelum retret tiga-bulan selama musim hujan. Kepala orang itu adalah dicukur dan dia mengenakan jubah putih untuk hari sebelum ia resmi ditahbiskan, ada nyanyian dan perayaan dan, di daerah pedesaan, seluruh masyarakat dan dengan demikian bergabung dalam merit keuntungan. Pada hari upacara, biarawan calon diambil sekitar candi tiga kali dan kemudian ke ruang konvensi, di mana semua biksu menunggunya. Setelah sebelumnya telah terlatih, ia mengalami penyelidikan oleh seorang pendeta senior di depan gambar Buddha, dan jika ia memenuhi semua kondisi untuk menjadi seorang bhikkhu, jemaat menerima dirinya. Dia kemudian diinstruksikan pada kewajibannya, jubah don kunyit, dan mengaku sebagai biksu. Selama tiga bulan berikutnya musim hujan ia diharapkan untuk tinggal di wat itu, mencontohkan ideal Buddhis dalam kehidupan dan menjalani pelatihan ketat di tubuh dan mengendalikan pikiran, setelah itu ia dapat, jika ia memilih, kembali menjadi orang awam.
Menurut "Upacara Ritual Buddhis dan Sri Lanka,"
dengan pengecualian penahbisan dengan kehidupan monastik dan ritus pemakaman,
hidup peristiwa siklus dianggap sebagai urusan sekuler untuk sebagian sejarah
Buddhisme. Tidak
seperti di agama besar dunia lainnya, tidak ada Buddha kuno penamaan
bayi-upacara ada. Dalam masa yang lebih baru, ritual Buddhis telah dicampur dengan
orang-orang dari agama-agama dunia dan budaya lain. Di banyak negara bahwa praktek Buddhisme Theravada, pengaruh luar
telah mengilhami pengembangan Buddha penamaan bayi-ritual.
2. Makna perkawinan dan upacaranya
adalah perjodohan laki-laki dan perempuan
menjadi suami isteri. Di dalam Tipitaka tidak banyak ditemukan uraian-uraian
yang mengatur masalah perkawinan, akan tetapi dari berbagai sutta dapat
diperoleh hal-hal yang sangat penting bagi suami dan isteri untuk membentuk
perkawinan yang bahagia.
Perkawinan Persiapan upacara :
A. calon mempelai harus menghubungi pandita
agama Buddha dari majelis agama Buddha. Mengisi formulir yang terlampir seperti
: KTP,AKTA, pas foto dll.
Pelaksanaan upacaranya :
- tempat upacara: vihara atau rumah salah satu
mempelai.
- perlengkapan atau peralatan upacara : Altar
dimana terdapat Buddharupang. lilin lima warna (biru, kuning, merah, putih,
jingga), tempat dupa, dupa wangi 9 batang, gelas/mangkuk kecil berisi air putih
dengan bunga (untuk dipercikkan), dua vas bunga dan dua piring buah-buahan
untuk dipersembahkan oleh kedua mempelai, cincin kawin, kain kuning berukuran
90 X 125 cm2, pita kuning sepanjang 100 cm, tempat duduk (bantal)
untuk pandita, kedua mempelai, dan bhikkhu (apabila hadir), Surat ikrar
perkawinan, Persembahan dana untuk bhikkhu (apabila hadir), dapat berupa bunga,
lilin, dupa dan lain-lain.
Pelaksanaan upacara: pandita dan pembantu pandita sudah siap di tempat upacara,
kedua mempelai memasuki ruangan upacara dan berdiri di depan altar, pandita
menanyakan kepada kedua mempelai, apakah ada ancaman atau paksaan yang
mengharuskan mereka melakukan upacara perkawinan menurut tatacara agama Buddha,
apabila tidak ada maka acara dapat dilanjutkan, penyalaan lilin lima warna oleh
pandita dan orang tua dari kedua
mempelai, persembahan bunga dan buah oleh kedua
mempelai, pandita mempersembahkan tiga batang dupa dan memimpin namaskara,
pernyataan ikrar perkawinan, pemasangan cincin kawin, pengikatan pita kuning
dan pemakaian kain kuning, pemercikan air pemberkahan oleh orang tua dari kedua
mempelai dan pandita, pembukaan pita kuning dan kain kuning, wejangan oleh
pandita, penandatanganan Surat lkrar Perkawinan, namaskara penutup dipimpin
oleh pandita.
3. Makna kematian dan upacaranya
Definisi kematian menurut agama Budha tidak hanya sekedar ditentukan
oleh unsur-unsur jasmaniah, entah itu paru-paru, jantung ataupun otak.
Ketakberfungsian ketiga organ itu hanya merupakan gejala ‘akibat’ atau
‘pertanda’ yang tampak dari kematian, bukan kematian itu sendiri.
Upacara Kematian
Pemimpin kebhaktian memberi tanda kebhaktian dimulai, dengan membunyikan
gong atau lonceng lalu pemimpin kebaktian menyalakan lilin, dupa, dan
meletakkan dupa tersebut ditempatnya. Sementara hadirin berdiri di sisi depan
jenazah dan bersikap anjali. Setelah dupa diletakkan ditempatnya, hadirin
menghormat dengan menundukkan kepala Kemudian pemimpin Kebhaktian
membacakan:NamakaraGatha, Pubbabhaganamakara, Pamsukula Gatha, Maha Jaya
Mangala Gatha
Pelaksanaan pemandian mayat :Jenazah setelah disembahyangkan kemudian
diusung ke tempat pemandian yang telahdisiapkan.Jenazah dimandikan dengan air
bersih terlebih dahulu, kemudian air bunga, lalu dibilas dengan air yang sudah
dicampur dengan minyak wangi.Jenazah dikramasi rambutnya dengan sampo, kemudian
disabun seluruh badannya dan giginya disikat dan kukunya dibersihkan, setelah
itu dibilas lagi dengan air bersih. Sehabis itu jenazah dilap dengan handuk.
Pemakaina Pakaian: Jenazah laki-laki, pakian jenazah laki-laki, baju lengan panjang, celana panjang, dan yang paling disenangi oleh almarhum sewaktu masih hidup, rambut disisir rapi, bila perlu diberi minyak rambut, lalu kedua tangannya dikenakan sarung tangan, dan juga kedua kakinya diberi kaos kaki berwarna putih. Jenazah Perempuan., pakaian jenazah perempuan adalah pakaian nasional, misalnya kebaya dan memakai kain (pakaian adat daerah) dan khuusnya pakaian yang disenangi olehnya sewaktu dia hidup. Mukanya diberi bedak, rambutnya disisir rapi, bila rambutnya panjang bisa disanggul. Lalu kedua tangannya
Pemakaina Pakaian: Jenazah laki-laki, pakian jenazah laki-laki, baju lengan panjang, celana panjang, dan yang paling disenangi oleh almarhum sewaktu masih hidup, rambut disisir rapi, bila perlu diberi minyak rambut, lalu kedua tangannya dikenakan sarung tangan, dan juga kedua kakinya diberi kaos kaki berwarna putih. Jenazah Perempuan., pakaian jenazah perempuan adalah pakaian nasional, misalnya kebaya dan memakai kain (pakaian adat daerah) dan khuusnya pakaian yang disenangi olehnya sewaktu dia hidup. Mukanya diberi bedak, rambutnya disisir rapi, bila rambutnya panjang bisa disanggul. Lalu kedua tangannya
diberi sarung tangan, dan kedua kakinya diberi
kaos kaki berwarna putih. Jenazah Khusus Pandita. Pakaian khusus Pandita adalah
memakai jubah berwarna kuning dan tangannya diberi sarung tangan, dan kedua
kakinya diberi kaos kaki berwarna putih
Sikap tangan : Sikap tangan diletakkan di depan dada, tangan kanan di atas tangan kiri, dan sambil memegang tiga tangkai bunga, satu pasang lilin berwarna merah, tiga batang dupa wangi, yang sudah diikat dengan benang merah. Sikap kedua kakinya biasa, dengan telapak kaki tetap ke depan.
Sikap tangan : Sikap tangan diletakkan di depan dada, tangan kanan di atas tangan kiri, dan sambil memegang tiga tangkai bunga, satu pasang lilin berwarna merah, tiga batang dupa wangi, yang sudah diikat dengan benang merah. Sikap kedua kakinya biasa, dengan telapak kaki tetap ke depan.
Memasukkan jenazah kedalam peti : Peti jenazah yang sudah disiapkan,
kemudian keempat sisi bagian dalam dilapisi kain putih, juga bagian bawah dan
tutup peti tersebut. Kemudian dikeempat sisi tersebut dipasang atau di hiasi
dengan rangkaian-rangkaian bunga, setelah itu jenazah dimasukkan ke dalam peti
dan kepala bagian bawah diganjal dengan bantal kecil, begitu pula samping kanan
dan samping kiri. Setelah itu dengan peti masih dalam keadaan terbuka dibacakan
paritta-paritta. Adapun posisi persembahyangan adalah sebagai berikut: Sebelum
acara pembacaan paritta-paritta suci, pemimpin kebhaktian memberi tanda bahwa
kebaktian akan segera dimulai, dengan membunyikan gong atau lonceng. Pemimpin
kebaktian menyalakan lilin, dupa, dan meletakkan dupa tersebut ditempatnya, dan
hadirin berdiri menghadap ke peti jenazah dengan sikap anjali, dan setelah dupa
diletakkan kemudian para hadirin menghormat dengan menundukkan kepala.
TOPIK 14
Hari-Hari Suci dan
tempat-tempat Suci Agama Hindu
1. Hari-hari Suci (Nyepi, Ciwaratri, Saraswati,
Galungan, Kuningan, Prurnama, Tilem).
- Hari Raya Nyepi adalah pemujaan kepada sang
Hyang Widdhi dalam rangka menyambut Tahun Baru Caka. Jatuhnya pada Pananggal
pisan (satu), Cacih ke x (Daca). Hari Raya Nyepi mempunyai makna sebagai :
Bhuta Yadnya, pembersihan Buana Agung dan Buana Alit (alam semesta termasuk
umat manusia) dan merupakan pergantian tahun baru Caka. Pelaksanaannya: 1.
Bhuta Yadnya (tahun kasanga), 2. melaksanakan tapa brata, yoga Samadhi meliputi
mati geni)= tidak menyalakan api), mati karya (tidak bekerja berat), mati
lalungayan (tidak bepergian) mati lalanguan (tidak menabuh bunyi-bunyian),3.
Dharma Cnti (silaturahmi). Upakaranya: 1. Daksina, Canang Sari, Canang Raka 2.
Caru Nasi Panca Warna.Mantramnya : Astra Mantra, Om Dhurga bucari, Kala Bhuta
bucari ya namah swaha.
- Hari Raya Ciwaratri
adalah hari raya malam renungan suci/malam , malam Ciwa, malam peleburan
(penebusan) dosa, pemujaan terhadap Ciwa Jatuh pada prawani ning tilem cacih
VII (Kapitu). Pelaksanaannya : 1. Persembahyangan Ciwa Puja dengan Upakaranya.
2. Membaca ayat-ayat suci Weda semalam suntuk. 3. Melaksanakan Monabrata,
Upawasa (puasa), Jagra (melek). Upakaranya: 1. Daksina, Canang Sari, Canang
Raka. 2. Banten “Ciwa-Lingga” dalam bentuk “ Air Suci berisi kembang teratai
dan beras kuning. Mantamnya: Astra Mantra, Ciwa Astawa, Om Ciwa Lingga byo
namah swaha.
- Hari Raya Saraswati
adalah hari raya untuk memuja Sang Hyang Widdhi (saraswati) sebagai Cakti
Brahma yang telah menurunkan ilmu pengetahuan suci weda. Jatuhnya pada hari
Caniscara (sabtu) Umanis Watugunung. Pelaksanaannya Saraswati dengan
perlengkapan upakara (Dupa, Air, kembang, harum-haruman, banten/ sesayut
Saraswati). Mengadakan malam castra (pembacaan kitab suci) dan renungan suci
(samadhi). Mantramnya: Astra Mantra, Saraswati Sthawa: Om Saraswati namostu
bhyam,..dst
- Hari Raya Galungan
adalah hari raya untuk memperingati
kemenangan Dharma melawan Adharma. Jatuhnya pada Buda (rabu) Kliwon-Dungulan.
Hari raya galung juga merupakan pernyataan terimakasih lahir bathin kepada sang
Hyang Widdhi Waca yang telah memberikan kesejahteraan serta kebahagiaan ucapan
terima kasih itu dinyatakan dengan pemasangan penjor (bamboo yang dihias).
Pelaksanaanya : persembayangan Galungan, melaksanakan Samadana dan ksamadana
(meningkatkan kesadaran berdana punia dan maaf memaafkan). Upakaranya : Daksina,
Canangsari, Canang Raka, Tumpeng, tetebus sasarik.
- Hari Raya
Kuningan adalah hari raya pemujaan serta
penghormatan kepada Tuhan, Para Dewa dan Pitra (leluhur), dan pahlawan Dharma.
Jatuhnya pada hari Caniscara (sabtu) Kliwon Kuningan. Pelaksanaannya: 1.
Persembahyangan Kuningan dengan upakaranya, 2. Ziarah Kepemakaman. 3. Dharma
Yatra ke temmpat-tempat suci.
- Hari Raya Purnama
dan Tilem : hari penyucian lahir dan bathin dalam diri manusia dan memohon wara
nungraha Sang Hyang Widdhi Waca demi keselamatan dunia dengan segala isinya.
2. Pengertian dan fungsi tempat suci
-Tempat suci Hindu
adalah suatu tempat maupun bangunan yang dikeramatkan oleh umat Hindu atau tepat
persembahyangan bagi umat Hindu untuk memuja Brahman beserta aspek-aspeknya
- Tempat-tempat suci
yang di dalam agama Hindu disebut Pura Kahyangan,
Candi atau Mandir itu
ada dua macam yaitu:
a. Pura tempat untuk memuja dan mengagungkan kebesaran Tuhan, Hyang Widhi Wasa dengan berbagai manifestasinya di sebut Pura Kahyangan.
b. Pura atau tempat suci untuk memuja roh leluhur yang sudah dipandang suci atau roh para Rsi yang dianggap telah menjadi dewa-dewa atau Bhatara Bhatari ini disebut Pura Dadya, Pura Kawitan atau Pura Pedharman.
a. Pura tempat untuk memuja dan mengagungkan kebesaran Tuhan, Hyang Widhi Wasa dengan berbagai manifestasinya di sebut Pura Kahyangan.
b. Pura atau tempat suci untuk memuja roh leluhur yang sudah dipandang suci atau roh para Rsi yang dianggap telah menjadi dewa-dewa atau Bhatara Bhatari ini disebut Pura Dadya, Pura Kawitan atau Pura Pedharman.
- Tujuan dan fungsi
dari Pura sebagai tempat suci yang dibangun secara khusus menurut
peraturan-peraturan yang telah ditentukan secara khusus pula ialah untuk menghubungkan
diri dengan Sang Hyang Widhi serta prabhawanya untuk mendapatkan waranugraha.
3. Jenis-jenis
tempat suci
1. Pura : Istilah pura berasal dari kata Pur yang
artinya Kola, bening. Pura berarti suatu tempat yang khusus dipakai untuk dunia
kesucian. Sebelum Pura diperkenalkan sebagai tempat suci atau tempat pemujaan,
dipergunakan Hyang atau Kahyangan untuk tempat pemujaan umat Hindu.
2. Candi : berasal
dari kata Candika Grha artinya Rumah Durga. Dan pengertian ini akhirnya candi
dijadikan tempat pemujaan untuk Dewi Durga. Di India candi merupakan sarana
pemujaan, dan merupakan simbol gunung Mahameru sebagai tempat para Dewa. Maka
itu, candi merupakan tempat pemujaan kepada dewa. Nama lain candi adalah
Prasada, Sudarma, Mandira.
3. Kuil atau Mandir
Kuil (Mandir) adalah
tempat suci umat Hindu dari keturunan India Tamil. Fungsi Kuil adalah tempat
suci untuk memuja manifestasi Tuhan (Dewa) yang dikagumi.
4. Balai Antang
Balai Antang adalah
tempat suci umat Hindu dari Kaharingan. Balai Antang ini dibuat dari kayu yang
dirangkai sehingga bentuknya mirip dengan pelangkiran di Bali. Fungsi Balai
Antang adalah sebagai tempat menstanakan roh leluhur yang sudah di sucikan yang
bersifat sementara.
5. Balai Kaharingan
Balai Kaharingan
adalah tempat suci umat Hindu dari Kaharingan. Bentuk hampir mirip bangunan
rumah, dan di ruangan diletakkan sebuah tiang yang besar sebagai penyangga.
Atapnya bersusun tiga, semakin keatas semakin kecil. Fungsi Balai Kaharingan
adalah untuk menstanakan Hyang Widhi dengan berbagai manifestasinya. Balai
Kaharingan dibangun ditengah-tengah wilayah masyarakat atau pada tempat yang
mudah dijangkau oleh umat Hindu Kaharingan untuk melaksanakan persembahyangan.
6. Sandung adalah tempat suci umat Hindu
Kaharingan. Sandung terbuat darI kayu dirangkai berbentuk pelinggih rong satu,
bentuk atapnya segi tiga sama kaki dan memakai satu tiang sebagai penyangga.
Sandung diletakkan diluar rumah atau dipekarangan. Fungsi Sandung adalah
sebagai Stana roh leluhur yang telah disucikan.
7. Inan Kapemalaran Pak Buaran Adalah tempat
suci umat Hindu Tanah Toraja, dengan ciri-cirinya terdapat Lingga/batu besar,
Pohon Cendana dan Pohon Andong. Pak Buaran merupakan tempat sembahyang yang
digunakan dalam lingkungan satu Desa (di Bali sama dengan Pura Desa).
8. Inan Kapemalaran Pedatuan adalah tempat
suci umat Hindu Tanah Toraja. dengan ciri-cirinya, terdapat lingga / batu
besar. pohon cendana dan pohon andong. Pedatun ini merupakan tempat
sembahyangyang digunakan dalam beberapa lingkungan keluarga (di Bali = Banjar).
Pedatuan ini biasanya terleiak dilereng Gunung.
9. Inan Kapemalaran
Pak Pesungan adalah tempat sembahyang bagi umat Hindu di Tanah Toraja, yang
digunakan dalam lingkungan rumah tangga (di Bali = merajan).
10. Sanggar adalah salah satu bentuk tempat
persembahyangan umat Hindu di Jawa. Sanggar ini merupakan tempat suci yang
ukuran ruangnya kecil yang berisikan satu buah Padmasana untuk tempat
persembahyangan yang bersifat umum.
11. Pajuh-pajuhan adalah tempat persembahyangan
umat Hindu Batak Karo. Pajuh-pajuhan terbuat dari kayu yang dirangkai berbentuk
segi empat. Pajuh-pajuhan biasanya dibangun dekat mata air dan sifatnya umum
yaitu tempat sembahyang secara umum. Fungsinya adalah stana roh leluhur yang
telah disucikan.
12. Cubal – cubalan adalah tempat sembahyang umat
Hindu Batak Karo Cubal-Cubalan bentuknya sejenis pelangkiran yang diletakkan
didalam rumah yang Tujuannya untuk melakukan persembahyangan dan yadnya yang
ditujukan pada roh leluhur dan Hyang Widhi.
4. Bentuk-bentuk
tempat suci
- Prasada : Bentuknya serupa tugu, terdiri dari tiga bagian
yaitu Dasar. Badan dan Atap.
-
Meru : Pada umumnya atapnya adalah dari ijuk, bagian dasar pada umumnya terbuat
dari batu alam dan badan Meru terbuat dari bahan kayu.
- Gedong : bentuk Gedong pada umumnya bujur sangkar atau
segi empat. Bangunan ini terdiri dari tiga bagian yaitu : dasar, badan,
dan puncak atau atap.
Rong
tiga : bentuk
bangunan Rong Tiga pada umumnya sama dengan bangunan gedong yakni empat persegi
panjang. Bangunan ini terdiri dari tiga bagian yaitu bagian dasar dibuat dari
batu padas, disusun sesuai dengan bentuk bangunan.
-Tugu : bentuknya seperti prasada tapi ukurannya agak kecil. Fungsi
Tugu adalah untuk tempat bersemayamnya para Bhuta agar tidak mengganggu
aktifitas manusia pada saat malaksanakan upacara suci.
- Padmasana : bentuk Padmasana digambarkan dengan bentuk
bunga teratai sebagai simbol stana Hyang Widhi.
e.
Data dan alamat pura yang ada di Jakarta Selatan
- Pura Amerta Jati
Jl. Punak, Pangkalan
Jati, Cinere, Jakarta – Selatan. Telepon : 021-7545727
Pujawali : Purnama
Sasih Kasa
- Pura Mertha SariJl. Kenikir No. 20 Desa
Rengas, Rempoa, Ciputat Timur, Tangerang Selatan.Telepon : 021-7421161 Pujawali
Purnama Sasih Sada Pemangku Gede : Jero Mangku
I Wayan Ardana.
TOPIK 15
Hari-Hari Suci dan
tempat-tempat Suci Agama Budha
1. Hari-hari suci (Waisak, Asadha, Kathina)
- Waisak
Hari
Waisak memperingati tiga peristiwa penting dalam kehidupan Buddha Gaotama. Hari
waisak menandai pula pergantian tahun, karena Tarikh Buddhis dimulai sejak
Buddha Gotama parinirwana.
Perayaan Hari Waisak di Indonesia mengikuti
keputusan WFB. Secara tradisional dipusatkan secara nasional di komplek Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah.
Rangkaian perayaan Waisak nasional secara pokok
adalah sebagai berikut:
- Pengambilan air berkat dari mata air (umbul) Jumprit di Kabupaten Temanggung dan penyalaan obor menggunakan sumber api abadi Mrapen, Kabupaten Grobogan.
- Ritual "Pindapatta", suatu ritual pemberian dana makanan kepada para bhikkhu/bhiksu oleh masyarakat (umat) untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk melakukan kebajikan.
- Samadhi pada detik-detik puncak bulan purnama. Penentuan bulan purnama ini adalah berdasarkan perhitungan falak, sehingga puncak purnama dapat terjadi pada siang hari.
- Asadha
Dua bulan
setelah purnama Waisak umat Buddha merayakan hari Asadha. Asadha adalah hari
Dharma, karena memperingati pembabaran Dharma yang pertama kali. Di Taman Rusa
Istipatana, Sarnath dekat Benares, Buddha menyampaikan khotbah pertama yang
dinamakan Dhammacakkappavattana-sutta (pemutaran roda dharma) kepada lima orang
petapa. Mereka adalah Kondanna, Vappa, Bhaddiya, Mahanama dan Assaji,
teman–teman nya bertapa yang menempuh cara menyiksa diri. Cara ekstremtersebut
sudah ditinggalkan oleh Buddha. Kelima petapa itu memahami Dhama, ditahbiskan
menjadi biku, dan selanjutnya berhasil menjadi Arahat. Sejak itu terbentuklah
Ariya-Sangha.
- Kathina
Setelah Hsri purnama Asadha, para biku memasuki masa vassa atau masa
penghujan di India Utara. Selama tiga bulan mereka tidak melakukan perjalanan,
mulanya agar tidak menginjak tunas-tunas tanaman dan mengganggu berbagai bentuk
kehidupan lain.
Hari
berikutnya hingga purnama di bulan Kartika dapat dipilih salah satu hari dari
waktu ke waktu satu bulan itu untuk menyelenggarakan upacara Kathina. Maka
Kathina tidak hanya sehari, tetapi upacara Kathina yang diselenggarakan di
wihara tempat para biku menjalani Vassa hanya boleh dilaksanakan sekali saja.
Kathina sebenarnya bukan suatu upacara peringatan. Upacara ini tidak
bias diselenggarakan jika tidak ada sejumlah biku yang melaksanakan kewajiban
Vassa dan tidak ada umat yang berdana.
- Mogha Puja
Mogha
Puja memperingati berkumpulnya 1250 biku Arahat yang di tahbiskan sendiri oleh
Buddha. Para Arahat tersebut memiliki 6 kekuatan ghaib. Mereka hadir tanpa
diundang dan tanpa kesepakatan terlebih dahulu. Pertemuan itu berlangsung di
Taman Tupai di hitan bamboo Veluvana-arama, Rajagaha.
Pada
kesempatan tersebut Buddha membabarkan Ovada-Patimokkha, esensi ajaran Buddha
dan aturan-aturan pokok bagi para biku. Magha-Puja dirayakan dua minggu setelah
Tahun Baru Imlek, bersamaan waktu dengan Capgome, tetapi Magha Puja bukanlah
Capgome (hari penutupan perayaan Tahun Baru Imlek)
- Siripada Puja
saripada Puja adalah upacara penghormatan kepada tapak kaki suci Sang
Buddha karena telah mengajarkan tiga kebenaran yakni mengembangkan cinta kasih,
tidak berbuat kejahatan dan menyucikan pikiran. Satu per satu umat mendekat
lalu berlutut di hadapan para bhikku. Beragam persembahan pun diberikan. Mulai
dari jubah, obat, perlengkapan kebersihan, hingga kebutuhan sehari-hari,
misalnya sabun dan pasta gigi.
2. Pengertian dan fungsi Vihara
Wihara adalah rumah ibadah agama Buddha dan
mempunyai fungsi sebagai tempat ibadahnya umat Buddha.
REFERENSI
Ali, Abdul Mukti, Pengantar
Agama-Agama Dunia, Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press, 1998. Hal: 125 Ali,
Abdul Mukti, Pengantar Agama-Agama
Dunia, Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press, 1998. Hal : 121
Panitia Tujuh Belas, “Pedoman
Sederhana Pelaksanaan Agama Hindu dalam Masa Pembangunan”, Jakarta: Yayasan
Metra Sari, 1986. Hal: 117.
Ibid., hal: 12
Ibid., hal: 1129
http//siladalambudha.htm
Panitia Tujuh Belas, “Pedoman
Sederhana Pelaksanaan Agama Hindu dalam Masa Pembangunan”, Jakarta: Yayasan
Metra Sari, 1986. Hal: 118-119
http//www.caturmara.htm
http// Bukti interaksi kebudayaan
Hindu-Budha di Indonesia- Materi Sejarah SMA.htm
http// Agama Hindu
Dharma-Wikipedia-bahasa-Indonesia, ensiklopedia_bebas.htm
http// /Buddha-Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia
bebas.htm
http//Trimurti.htm
Panitia Tujuh Belas, “Pedoman
Sederhana Pelaksanaan Agama Hindu dalam Masa Pembangunan”, Jakarta: Yayasan
Metra Sari, 1986. Hal: 173
http//konsep ketuhanan dalam Budha.
Htm
http//konsep adi budha.htm
http//bhakti puja.htm
http//
penciptaanmanusiadalamajaranhindu.htm
http://dimas-sigit.blogspot.com/2011/12/ajaran-hindu-dharma-tentang-etika.html(tentangetika agama hindu)
b.
.
0 comments:
Post a Comment