Thursday, June 19, 2014

Resume Kelompok 9


Nama Kelompok         : Adelina Fauziah        (1112032100002)
                                      Ai Fauziah                 (1112032100019)
Prodi                           : Perbandingan Agama (A)                            
TOPIK 1
            Sejarah kedatangan dan perkembangan Agama Hindu dan Budha di Indonesia
A. Kedatangan dan pembawanya (analisis teori”)
            Di Benua Asia terdapat dua negeri besar yang tingkat peradabannya dianggap sudah tinggi, yaitu India dan Cina.  Kedua negeri ini menjalin hubungan ekonomi dan perdagangan yang baik dengan Negara-negara tetangga lainnya.  Arus lalu lintas perdagangan dan pelayaran berlangsung melalui jalan darat dan laut.  Salah satu jalur lalu lintas laut yang dilewati India-Cina adalah Selat Malaka.  Dan Indonesia terletak di jalur dua benua dan dua samudera, serta berada di dekat Selat Malaka.
Proses Masuknya Agama Hindu-Buddha ke Indonesia.
                                           Peta Jalur Perdagangan Laut Asia Tenggara      
Agama Hindu- Budha berasal dari India, yang  kemudian menyebar ke Asia Timur dan Asia Tenggara termasuk Indonesia. Indonesia sebagai negara kepulauan letaknya sangat strategis, yaitu terletak diantara dua benua (Asia dan Australia) dan dua samudra (Indonesia dan Pasifik) yang merupakan daerah persimpangan lalu lintas perdagangan dunia.  Untuk lebih jelasnya, silahkan amati gambar peta jaringan perdagangan laut Asia Tenggara.
Awal abad Masehi,  jalur perdagangan tidak lagi melewati jalur darat (jalur sutera) tetapi beralih kejalur laut, sehingga secara tidak langsung perdagangan antara Cina dan India melewati selat Malaka. Untuk itu Indonesia ikut berperan aktif dalam perdagangan tersebut. Akibat hubungan dagang tersebut, maka terjadilah kontak/hubungan antara Indonesia dengan India, dan Indonesia dengan Cina. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab masuknya budaya India ataupun budaya Cina ke Indonesia. Mengenai siapa yang membawa atau menyebarkan agama Hindu - Budha ke Indonesia, tidak dapat diketahui secara pasti, wlaupun demikian para ahli memberikan pendapat tentang proses masuknya agama Hindu - Budha atau kebudayaan India ke Indonesia.
Keterlibatan bangsa Indonesia dalam kegiatan perdagangan dan pelayaran internasional tersebut menyebabkan timbulnya percampuran budaya.  Misalnya saja India, negara pertama yang memberikan pengaruh kepada Indonesia, yaitu dalam bentuk budaya Hindu.  Para sejarawan mengatakan bahwa banyak pendapat atau teori masuknya agama hindu di Indonesia, antara lain:
1.      Teori Brahman
Dikemukakan oleh Jc.Van Leur.  Agama dan kebudayaan Hindu-Budha yang datang ke Indonesia dibawa oleh golongan Brahmana (golongan agama) yang sengaja diundang oleh penguasa Indonesia. Prasasti yang Ditulis dengan huruf Pallawa dan bahasa Sanksekerta. Di India bahasa itu hanya digunakan dalam kitab suci dan upavcara keagamaan. Hanya golongan Brahmana yang mengerti dan menguasai penggunaan bahasa tersebut.
2.      Teori Ksatria
Dikemukakan oleh C.C. Berg Para ksatria terlibat konflik dalam masalah perebutan kekuasaan di Indonesia. Sebagai Imbalan, dinikahkan oleh putri mahkota. Menurut Mookerji Para Ksatria ini selanjutnya membangun koloni-koloni yang berkembang menjadi sebuah kerajaan di Indonesia. Dan pendapat J.L. Moens  Sekitar abad ke-5, ada di antara para keluarga kerajaan di India Selatan melarikan diri ke Indonesia sewaktu kerajaannya mengalami kehancuran. Mereka itu nantinya mendirikan kerajaan di Indonesia.
3.      Teori Waisa
Dikemukakan oleh NJ. Krom.  Para pedagang selain untuk berdagang mereka juga memperkenalkan Agama Hindu-Budha kepada masyarakat Indonesia. Karena Pelayaran Menggunakan Angin, Maka mereka menetap sementara waktu. Selama para pedagang India tersebut tinggal menetap, memungkinkan terjadinya perkawinan dengan perempuan-perempuan pribumi.
4.      Teori Sudra
Von van Faber, menyatakan bahwa agama Hindu masuk ke Indonesia dibawah oleh kasta sudra tujuan mereka adalah mengubah kehidupan karena di India mereka hanya hidup sebagai pekerja kasar dan budak.  Dengan jumlah yang besar, diduga golongan sudralah yang memberi andil dalam penyebaran agama dan kebudayaan Hindu ke Nusantara.    
1.       Teori Campuran
Teori ini beranggapan bahwa baik kaum brahmana, ksatria, para pedagang, maupun golongan sudra bersama-sama menyebarkan agama Hindu ke Indonesia sesuai dengan peran masing-masing.
2.      Teori Arus Balik
Dikemukakan Oleh F.D.K. De Bosch. Menjelaskan peran aktif orang-orang Indonesia dalam penyebaran kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia. Orang India Datang ke Indonesia, dan menyebarkan agama Hindu Budha. Karena Ketertarikannya, Masyarakat Indonesia akhirnya yang pergi ke India dan Belajar disana. Kembali ke Indonesia dan menyebarkan agama Hindu Budha.
B. Interaksi dengan kebudayaan Indonesia dan perkembangannya
Indonesia adalah negara yang kaya akan budaya, dan sangat erat kaitanya dengan tindak tutur manusia dalam kehidupannya sehari-hari. Khususnya  Pulau Jawa tradisi lokal pribumi Jawa sendiri sejak dulu telah mewarnai kebudayaan setempat.  Di tambah lagi dengan masuknya pengaruh dari Hindu-Buddha yang di terima dengan baik dan ramah oleh orang-orang Jawa karena memang banyak kesamaan dengan kepecayaan asli bangsa Indonesia.  Perkembangan Hindu-Buddha di Indonesia banyak ditandai dengan munculnya kerajaan-kerajaan serta bangunan-bangunan yang bercorakan Hindu-Buddha, diantaranya:
Kerajaan dan Bangunan Yang Bercorak Hindu:
a.      Kerajaan Kutai                  
Kerajaan Kutai merupakan kerajaan tertua bercorak Hindu di Indonesia. Kerajaan ini terletak di Kalimantan, tepatnya di hulu sungai Mahakam. Kerajaan Kutai saat itu adalah Mulawarman.
b.     Kerajaan Tarumanegara
kerajaan Tarumanegara adalah catatan perjalanan pendeta Cina Fa-Hsein, pada tahun414 dan catatan kerajaan Dinasti Sui dan Dinasti Tang.  Kerajaan Tarumanegara dipimpin oleh raja purnawarman.
Kerajaan dan Bangunan Yang Bercorak Buddha:
Kerajaan Sriwijaya                       
Kerajaan Sriwijaya didirikan ± abad ke-7 hingga tahun 1377.  Pada mulanya Kerajaan Sriwijaya  berpusat di sekitar Sungai Batanghari, pantai timur Sumatra, tetapi pada perkembangannya wilayah kerajaan Sriwijaya meluas hingga meliputi wilayah Kerajaan Melayu. Kerajaan Sriwijaya mengalami kejayaan pada masa pemerintahan Raja Balaputradewa. Raja kerajaan Sriwijaya yang terakhir adalah Sri Sanggrama Wijayatunggawarman. Pada masa pemerintahan Sri Sanggrama Wijayatunggawarman.
b.      Sailendra di Mataram : Sekitar tahun ± 775-850 M di daerah Bagelan dan Yogyakarta berkuasalah raja-raja dari Wangsa Sailendra yang memeluk agama Buddha.
c.       Kerajaan Majapahit
Kerajaan bercorak Hindu yang terakhir dan terbesar di pulau Jawa adalah Majapahit. Nama kerajaan ini berasal dari buah maja yang pahit rasanya.
Akulturasi seni bangunan : panden barundak. Pengaruh Hindu-Buddha : Candi.
·         Seni sastra : kisah dari kitab Ramayana dan Mahabrata. Tokoh panokawan jawa: semar, bagong, petruk dan goreng.
·         Seni rupa: relief di candi borobudur yang lebih menggambarkan alam Indonesia.
·         Pemerintahan: kepala pemerintahan bukan lagi kepala suku jadi raja. Jadi dengan struktur di bawahnya masih asli Indonesia.
·         Sistem kalender: tahun saka
·         Agama
·         Bahasa: prasasti dengan bahasa Sanskerta dan Pallawa.
C. Persamaan dan perbedaan dengan Hindu-Budha                                 
Persamaan dan perbedaan Agama Hindu-Buddha di India, Jawa dan Bali : Dilihat dari sisi luar, perbedaan antara Hindu Indonesia dengan Hindu India sangat kentara. Baik dari makanan yang dimakan, Pakaian sembahyang, Hari Suci yang dirayakan maupun hal-hal lain yang bisa dilihat dengan kasat mata. Sebagai contoh, orang-orang india dimana Veda diwahyukan, mereka mayoritas vegetarian, sementara orang Hindu Indonesia (Bali,Jawa) mayoritas non vegetarian. Umat hindu Bali dan Jawa sembahyang tiga kali yang disebut
dengan Tri Sandhya, sedangkan umat hindu dari India biasanya sembahyang dua kali pagi dan sore.
Salah satu contoh kesamaan ajaran yang bisa dijumpai di berbagai daerah di Indonesia maupun di India adalah Lima Keyakinan yang dikenal dengan nama Panca Sradda yaitu:
1. Percaya dengan adanya Tuhan,             
2. Percaya dengan adanya Atman,
3. Percaya dengan adanya Hukum Karma Phala,
4. Percaya dengan adanya Reinkarnasi/Punarbawa/Samsara,
5. Percaya dengan adanya Moksa.
Perbedaan Agama Hindu-Buddha di India, Jawa dan Bali :
Perbedaan mulai tampak pada kerangka dasar yang ketiga yaitu yang disebut dengan Upacara atau Ritual dan Hari Raya. Di sini tradisi dari masing-masing wilayah mewarnai setiap upacara yang ada. Histori di setiap daerahpun berbeda, peristiwa-peristiwa yang telah terjadi dalam perjalanan juga tidak sama, sehingga melahirkan perayaan Hari Raya yang berbeda guna memperingati peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah kehidupan manusia yang pernah terjadi, yang nantinya bisa selalu diingat dan dijadikan suri teladan dalam mengarungi kehidupan di maya pada ini.
·         Makanan : -Indo (Non vegetarian) – India (Vegetarian)
·         Sembahyang : -Indo (3 kali/tri randya) – India (2 kali/pagi & sore)
D. Pengertian Hindu dharma dan Budha dharma
·         Hindu Dharma 
·                     Hindu dharma adalah agama pemebebasan mutlak terhadap kemampuan berpikir dan perasaan manusia dengan memandang pertanyaan-pertanyaan yang mendalam tentang hakikat Tuhan. Tidak bersandar pada satu doktrin, ritual, maupun dogma tertentu.
·         Buddha Dharma
Buddha dharma adalah suatu ajaran yang menguraikan hakekat kehidupan berdasarkan pandangan terang yang dapat membebaskan manusia dari kesesatan dan
·         kegelapan batin dan penderitaan disebabkan ketidak puasan. Buddha dharma meliputi unsur-unsur agama, kebaktian, filosofi, psikologi, falsafah, kebatinan, metafisika, tata susila, etika dan sebagainya.
·         Dharma mengandung 4 makna Utama:         
·         1.      Doktrin
·         2.      Hak, Keadilan, Kebenaran
·         3.      Kondisi
·         4.      Barang yang kelihatan atau fenomena
.
TOPIK II
Ajaran Hindu dharma tentang ketuhanan
A.      Konsep Tuhan/Dewa
Agama Hindu mulai dengan politeisme dan berakhir dengan panteisme. Semula di dalam Weda Samhita diakui adanya dewa yang bermacam-macam. Dari cara orang menguraikan sifat-sifat para dewa dapat disimpulkan dalam Weda Samhita tidak lain adalah kekuatan-kekuatan alam yang dipersonifikasikan.
Sebagai teladan kita ambil para dewa yang dihubungkan dengan matahari. Pertama Dewa Surya. Tentang dewa ini disebutkan bahwa ia adalah suami Fajar, yang dapat melihat jauh, dan yang mengetahui segala sesuatu, yang membangkitkan manusia ekor kuda, serta yang lari seperti burung, sambil yang ditarik oleh 7 penyakit dan segala yang jahat. Ungkapan-ungkapan ini menunjukan perjalanan matahari di sepanjang hari.ungkapan Dewa Mitra, yang melukiskan matahari sebagai yang membawa kesegaran, menurut Dewi Sawitri yang mewakili aktivitas matahari dalam memberikan kekuatan. Dewa Pusan melukiskan kuasa matahari yang berkelimpahan, sedang Wisnu melukiskan perjalanan matahari dalam tiga tahap.
Teladan lainnya kelompok dewata yang dihubungkan dengan angin. Dewa Indra semula adalah dewa hujan dan kesuburan, kemudian dianggap sebagai dewa perang. Sebab ia dianggap menolong bangsa Arya dalam perangnya dengan bangsa pribumi. Indra biasanya dilukiskan memiliki kulit yang bergigi, janggut, dan rambut yang kemerah-merahan. Ia mengendarai kereta terbuat dari emas dan bersenjatakan petir. Kemenangan yang paling
berharga ialah kemenangannya atas Wrrta, roh jahat yang menguasai musim kemarau. Teman Indra ialah Dewa Marut, dewa angin ribut.
Kata “dewa” semula memang berarti terang. Kemudian kata ini dikenakan bagi segala sesuatu yang terang, misalnya matahari, bulan, langit, bintang-bintang, fajar, hari, api.
Karena yang disembah itu sebenarnya adalah kekuatan-kekuatan alam, maka dapat dimengerti, jika di dalam Kitab Weda Samhita orang seolah-seolah ragu-ragu untuk memandang para dewa itu sebagai oknum atau tidak. Karena pada zaman Brahmana kurban menguasai seluruh kehidupan manusia, maka kedudukan para dewa terdesak ke belakang. Semula para dewa dianggap dekat sekali dengan kehidupan manusia, tetapi sekarang mereka tak diperlukan lagi. Akan tetapi karena kehidupan keagamaan tak mungkin tanpa ber-Tuhan, maka pada zaman ini timbulah dewa-dewa yang baru, yang dipandang sebagai penyebab pertama alam semesta ini.
Segala gejala yang tampak dipandang sebagai bagian dari sesuatu yang lebih tinggi. Maut misalnya, yang tampak pada bermacam-macam makhluk, sebenarnya adalah penampakan dari tokoh-tokoh, yaitu dewa maut. Dewa ini sendiri tidak dapat mati, karena ia lebih tinggi daripada yang bersifat jasmani. Ia melipatgandakan diri dalam segala sesuatu yang mati. Dari gejala penampakan yang bermacammacam itu disimpulkan adanya sebab pertama. Sebab pertama ini ada kalanya disebut prajapati, ada kalanya disebut Brahman.
Perkembangan pada panteisme ini disempurnakan di dalam Upanishad. Di dalam Katha Upanisad disebutkan, bahwa Brahman adalah seperti api yang menjelmakan diri di dalam bentuk yang bermacam-macam, sesuai dengan bahan yang dibakarnya. Brahman berada di dalam segala sesuatu sebagai sarinya. Sekalipun sesudah zaman agama Buddha, agama Hindu timbul kembali dengan dewa-dewanya, dan sekalipun diakui adanya tiga dewa yangb penting, yaitu Brahma, Siwa, dan Wisnu, namun di dalam ajaran Trimurti akhhirnya salah satu dari ketiga dewa ini dimutlakkan, untuk menjadikan yang lain menjadi penjelmaannya. Di dalam agama Siwa umpamanya, Siwa dimutlakkan dan disamakan dengan Brahman, sedang Brahma dan Wisnu adalah penjelmaan Siwa.
A.      Trimurti
Hindu dibagi menjadi 3 kelompok :              
1.      Kelompok Siva : yang memuja Siva 
1.      Kelompok Sakta : yang memuja Sakti (pendamping Siwa)
2.      Vaisnava : mereka yang memuja Visnu.
Theologi Hindu popular dalam kitab suci kuno. Menambahkan devata itu penting yaitu : Brahma. Bersama-sama membentuk trinitas (trimurti) Hindu yaitu: Brahma (menciptakan dunia), Visnu (memeliharanya), Siva (memusnahkan). Proses penciptaan (srsti) & pemeliharaan (sthiti) & pemusnahan (pralaya) : selamanya berlanjut dalam aturan siklus. Bila dunia merupakan mitos maka tidak akan ada theologi ini merupakan bentuk ekstrim filsafat vedanta dan advaita. Dunia ini menjadi suatu kenyataan pengalaman sehari-hari kita yang tidak dapat di jelaskan ataupun diabaikan begitu saja. Betapapun derajat realitas tentang penciptaan/sang penciptanya harus dihadapi dan dijawab dengan jujur (itulah yang telah diusahakan berbagai kitab suci Hindu).
Ada 3 macam kecenderungan/karakteristik tampaknya tumbuh pada setiap obyek ciptaan hal ini dinyatakan sebagai guna yaitu :
1.      Satvaguna : menjadikan sinar dan ringan, kebaikan dan kemurnian, pengetahuan, dan kebijaksanaan, ia dapat disamakan dengan kekuatan (gaya) sentripetal.
2.      Rajoguna : melakukan keseimbangan yang selaras anatara dua kekuatan yang bertentangan ini, sehingga ia berada dalam keadaan aktif dan tegang internal secara konstan.
3.      Tamoguna : merupakan antitesis dari satvaguna bertanggungjawab terhadap segala yang gelap dan berat, jahat, tidak murni, kebodohan & terbingungkan (gaya sentrifugal).
Ketiga itu merupakan kesatuan fundamental diamana kombinasi dan permutasi (perubahan)nya menghasilkan dunia fenomena ini. Kegiatan yang selalu berlangsung inilah karakteristik utamanya dan mewujudkan dirinya sebagai nafsu dan ambisi di dunia psikologis.
Ketiga Devata trimurti berhubungan dengan 3 guna dalam permainan kosmis penciptaan, pemeliharaan dan pemusnahan, seperti :
Wisnu: melambangkan Satvaguna, sebagai daya keberadaan dan pemeliharaan.
Siwa: melambangkan sifat tamas, sebagai daya penyerapan.
Brahma: berdiri diantara keduanya ini dan melambangkan sifat rajas. Ia melambangkan kemampuan keberadaan yang berasal dari pertemuan yang saling berlawanan tadi.
C.  Sembahyang
            Dalam hindu terdapat berbagai persembahyangan doa atau puja di lakukan berdasarkan beberapa hari suci dalam agama Hindu sebagai pemujaan kepada dewa atau arwah yang di hormati. Sembahyang terdiri dari 2 kata yaitu: sembah dan yang. Sembah berarti sujud atau sungkem yang dilakukan dengan cara-cara tertentu dengan tujuan untuk menyampaikan penghormatan perasaan hati, atau pikiran baik dengan ucapan kata-kata maupun tanpa ucapan semisal hanya sikap fikiran yang berarti di hormati atau yang dimulyakan sebagai obyek dalam pemujaan yaitu Tuhan yang Maha Esa. Manfaat bersembahyang menurut ketut Wiyana salah satu manfaat sembahyang untuk memelihara kesehatan. Selain fikiran menjadi jernih sikapsikap sembahyang seperti asana (padmasana, siddasanah, sukhasanah, bhgrasanah).otot dan pernafasan menjadi bagus.
            Selain untuk kesehatan persembahyangan berdoa juga mendidik kita untuk memiliki sifat ikhlas karena apa yang ada di dalam diri dan apa yang ada di luar diri kita tidak ada yang kekal cepat atau lambat akan kita tinggalkan atau berpisah dengan diri kita. Keikhlasan inilah yang dapat meringankan rasa penderitaan yang kita alami karena kita telah paham benar akan kehendak hyang widhy. Sembahyang dalam menentramkan jiwa karena adanya keyakinan bahwa Tuhan akan selalu melindungi umatnya.
            Sembahyang dengan tekun akan dapat menghilangkan rasa benci, marah, dendam, iri hati, dan mementingkan diri sendiri sehingga meningkatkan cinta kasih terhadap sesama. Membenci kepada oranglain sama saja dengan membenci diri sendiri.
            Persiapan Sembahyang: Asuci laksana (membersihkan badan dengan mandi), pakaian hendaknya memakai pakaian sembahyang yang bersih serta tidak mengganggu, bunga dan kawangen (lambang kesucian sehingga di usakan memakai bunga yang segar, bersih, harum), Dupa ( pengantar sembah kita kepada hyang widhi), tempat duduk hendaknya tidak mengganggu ketenangan untuk sembahyang, sikap duduk dapat dipilih sesuai desa kala patra dan tidak mengganggu ketenangan hati. Sikap tangan yang baik pada waktu sembahyang yaitu kedua telapak tangan dikatupkan diletakan di depan ubun-ubun.


TOPIK III
Ajaran Buddha dharma tentang ketuhanan
A.      Perkembangan konsep ketuhanan
Di dalam ajaran agama Buddha seperti yang terdapat di dalam kitab-kitab Pitaka terdapat ajaran tentang Tuhan atau Tokoh yang dipertuhan. Tujuan hidup bukan untuk kembali pada asalnya, yaitu Tuhan, melainkan untuk masuk ke dalam Nirwana, pemadaman, suatu suasana yang tanpa kemauan, tanpa perasaan, tanpa keinginan, tanpa kesadaran, suatu keadaan di mana orang tidak lagi terbakar oleh nafsunya. Oleh karena itu maka ada ahli-ahli agama yang tidak mengakui bahwa Buddhisme adalah suatu agama. Buddhisme adalah suatu falsafah, suatu usaha akal manusia untuk mencari kedamaian dengan rumusan-rumusan yang sistematis mengenai sebab dan akibat. Memang harus diakui bahwa sebutan Tuhan atau Tokoh yang dipertuhan tidak ada. Yang ada adalah Nirwana, pemadaman situasi, bukan tokoh yang memadamkan. Tak ada gagasan tentang suatu pribadi yang ada di belakang suasana damai itu. Tidak ada gagasan tentang pemberi Hukum, yang ada adalah hukum, tata tertib (karma) baik yang alamiah maupun moril. Tiada gambaran tentang yang disembah dan yang menyembah, kita harus ingat bahwa penguraian agama Hindu sendiri tentang Tuhan juga tidak jelas. Di dalam Upanisad Brahman tidak diuraikan dengan jelas. Perkembangan agama Buddha lebih lanjut, yaitu di dalam Mahayana, Dharmakaya, tubuh kebahagiaan, disamakan dengan Brahman, serta disebut dengan Sunya, Nirwana, Bodhi, Prajna, Tathagatagarbha, pada hakikatnya identik dengan Adi Buddha semuanya tidak dipandang saling bertentangan, karena latar belakang yang dirumuskan dengan samar-samar dan kabur tadi. Di dalam ajaran Buddhis manusia rindu akan kelepasanya serta mencari-cari akan “yang tidak dilihatnya” dapat dikatakan juga, bahwa Buddhisme adalah suatu agama dengannya manusia berusaha mencari Tuhannya. Tuhan atau tokoh yang diprtuhan terdapat juga di dalamnya. Hanya Tuhan itu sukar ditemukan. Tokoh itu dikaburkan menjadi sesuatu yang tak berpribadi. Itulah sebabnya tidak ada hubungan aku-Engkau antara manusia dengan yang dipertuhan. Tetapi bagaimanapun Buddhisme adalah suatu ajaran kelepasan, suatu ajaran yang inigin membawa manusia itu pada kelepasan karena merasa bahwa hidup ini tidaklah bebas.
B.       Konsep Adi Buddha
Dalam agama buddha terdapat banyak buddha, tetapi hanya ada satu dharmakaya. Dharmakaya yang merupakan sumber perwujudan panca dhyani buddha dinamakan adi buddha. ”buddha tanpa awal dan akhir adalah adi buddha”. Sebutan adi buddha berasal dari tradisi aisvarika (isvara, tuhan, maha buddha), aliran mahayana di nepal, yang menyebar lewat benggala, hinnga dikenal pula di jawa.
Adi buddha merupakan buddha primordial, yang esa atau dinamakan juga paramadhi buddha (buddha yang pertama dan tiada banding). Adi buddha timbl dari kekosongan (sunyata) dan dapat muncul dalam berbagai bentuk sehingga disebut visvarupa serta namanya pun tidak terbilang banyaknya. Adi buddha sering diidentifikasikan sebagai salah satu buddha mistis, berbeda-beda menurut sekte. Dengan memahami arti dari setiap sebutan yang maha esa, yang maha pengasih, yang maha tahu dan sebagainyayang bermacam-macam, sama menunjuk dari sifat tuhan yang satu.
Konsep adi buddha terdapat dalam kitabnamangsiti, karandavyuha, svayambhupurana, maha vairocanabhisambodhi sutra, guhya samaya sutra, tattvasangraha sutra, dan paramadi buddhodharta sri kalacakra sutra. Di indonesia sikenal dengan kitab namangsiti versi chandrakirti dari sriwijaya dan sanghyang kama hayanikan dari zaman pemerintahan mpu sendok.
Walau umat buddha menyebut tuhan yang maha esa dengan nama yang berbeda-beda. Undang-undang RI no.43 tahun 1999 (perubahan atas UU no. 8 tahun 1974  tentang pokok-pokok kepegawaian), sebagaimana peraturan pemerintah  RI no. 21 tahun 1975 (tentang sumpah/janji pegawai negri sipil), menyatakan dalam pengucapan sumpah atau janji bagi mereka yang beragama buddha, kata-kata “demi allah” diganti dengan “demi sang hyang adi buddha”.
A.      Bhakti Puja
Istilah puja bakti terdiri dari kata puja yang bermakna menghormat dan bakti yang lebih diartikan sebagai melaksankan ajaran sang buddha dalam kehidupan sehari-hari.         Dalam melakukan puja bakti umat buddha melaksanakan tradisi yang berlangsung sejak jaman sang buddha masih hidup yaitu umat datang, masuk ruang penghormatan dengan tenang, melakukan namakara atau tersujud bertujuan untuk menghormat kepada sang buddha. Dengan mampu bersujud, maka seseorang akan mempunyai kesempatan lebih besar untuk berbuat baik dengan badannya ia belajar bersikap rendah hati. Untuk mencapai keinginan yang dimiliki secara tradisi umat buddha disarankan untuk melakukan kebajikan terlebih dahulu dengan ucapan, badan, pikiran. Setelah berbuat kebajikan ia dapat mengarahkan kebajikan itu agar memberikan kebahagiaan seperti yang diharapkan. 

TOPIK 4                                                          
KONSEP MANUSIA DAN ALAM DALAM AGAMA HINDU
            Dalam ajaran Hindu, penciptaan alam dikenal dua unsur pokok, yaitu purusa dan prakerti.Purusa dan prakerti merupakan dua unsur yang kekal, halus dan tidak dapat dipisahkan.Purusa adalah unsur yang bersifat kejiwaan atau roh sedangkan Prakerti adalah unsur yang bersifatkebendaan atau material. Kedua kekuatan ini bertemu sehingga terciptalah alam semesta. Tahap ini terjadi berangsur-angsur, tidak sekaligus. Mula-mula yang muncul adalah Citta (alam pikiran), yang sudah mulai dipengaruhi oleh Triguna, yaitu Sattwam, Rajas dan Tamas. Tahap selanjutnya adalah terbentuknya Triantahkarana, yang terdiri dari Buddhi (naluri); Manah (akal pikiran); Ahamkara (rasa keakuan). Selanjutnya, munculah Pancabuddhindria dan Pancakarmendria, yang disebut pula Dasendria (sepuluh indria).  Sepuluh indria tersebut berevolusi menjadi Pancatanmatra, yaitu lima benih unsur alam semesta yang sangat halus, tidak berukuran. Lima benih tersebut dijelaskan sebagai berikut:
  1. Sabdatanmatra (benih suara)
  2. Rupatanmatra (benih penglihatan)
  3. Rasatanmatra (benih perasa)
  4. Gandhatanmatra (benih penciuman)
  5. Sparsatanmatra (benih peraba)
Pancatanmatra merupakan benih saja. Pancatanmatra berevolusi menjadi unsur-unsur benda materi yang nyata. Unsur-unsur tersebut dinamai Pancamahabhuta, atau Lima Unsur Zat Alam. Kelima unsur tersebut yaitu:
  1. Pertiwi (zat padat, tanah, logam)
  2. Apah (zat cair)
  3. Teja (plasma, api, kalor)
  4. Bayu (zat gas, udara)
  5. Akasa (ether)

Pancamahabhuta berbentuk Paramānu, atau benih yang lebih halus daripada atom. Pada saat penciptaan, Pancamahabhuta bergerak dan mulai menyusun alam semesta dan mengisi kehampaan. Setiap planet dan benda langit tersusun dari kelima unsur tersebut, namun kadangkala ada salah satu unsur yang mendominasi. Unsur Teja mendominasi matahari, sedangkan bumi didominasi Pertiwi dan Apah.
            Sementara dalam ajaran Hindu, manusia adalah bagian dari Alam samesta, demikian pula asal mula manusia dan alam samesta pada hakekatnya adalah sama, yaitu berawal dari pertemuan Purusa dan Prakerti. Setelah terciptanya Panca Mahabutha yaitu: unsur ruang, unsur Hawa/udara, unsur Api/Panas, unsure Air/bersifat Cair, dan unsur padat/keras, maka sari-sari dari panca mahabutha ini menjadi Sad Rasa yaitu: Enam Jenis Rasa: Manis, Pahit, Asam, Asin, Pedas dan Sepat. Dalam proses penciptaan setelah munculnya Ahamkara (unsure dasar rasa) maka muncullah Dasa Indriya yang dibagi menjadi dua yaitu: Panca Budhi Indria dan Panca Karma Indria yang pada akhirnya melahirkan manusia seperti pencampuran purusa dan prakerti yang melahirkan alam semesta.
TOPIK 5
KONSEP MANUSIA DAN ALAM DALAM AGAMA BUDDHA
Manusia menurut agama Buddha adalah kumpulan energy fisik dan mental yang selalu dalam keadaan bergerak. Keduanya ini menyatu dalam panchakanda (lima kelompok kegemaran). Yaitu, panchakanda (jasmani), vedanakhanda (perasaan/pencerahan), sannakhanda (pencerapan), Sankarakhanda (bentuk-bentuk fikiran) dan vinanakhanda (kesadaran). Kelima kelompok kegemaran itu terbagi dua, yaitu nama dan rupa. Nama adalah perasaan, pikiran dan penyerapan (rohaniah). Sedangkan rupa adalah jasmani dan empat materi kehidupan (tanah, api, udara dan air).Manusia dalam pandangan Hindu memiliki kedudukan istimewa.Manusia memiliki potensi yang tak terbatas dalam hidupnya.Manusia dapat mencapai segala keinginannya dengan potensinya sendiri tanpa bantuan siapapun, termasuk Tuhan.Dalam hidupnya, manusia memiliki tujuan terakhir, yaitu mencapai Nibbana.Dimana tidak lagi ada keinginan (kekosongan).Dalam mencapai Nibbana tersebut, manusia harus melakukan 4 kesunyataan mulia. Yaitu: bebas dari derita (dukkha), tekun merenungkan lima skanda (anicca), tanpa aku (anatta).
Sedangkan alam menurut ajaran Buddha, yaitu dinamis dan kinetis, selalu berproses dengan seimbang.Alam itu diciptakan dari sebab-sebab yang mendahuluinya dan sifatnya tidak kekal. Alam memiliki empat unsur, yaitu: unsur padat (pathavi), cair (apo), panas (tejo) dan gerak (vayo). Hukum dalam alam memiliki lima aturan (pancaniyadhamma), yaitu:utuniyama (hukum fisika), bijaniyama (hukum biologi), cittaniyama (hukum psikologi), kammaniyama (moral) dan dhammaniyama (hukum kausalitas).
            Alam semesta adalah sankhara yang bersifat tidak kekal (anicca atau anitya), selalu dalam perubahan (dukkha) dan bukan jiwa (atta atau atman), tidak mengandung suatu substansi yang tidak bersyarat. Dalam visudha Maga 2204, loka tersebut digolong-golongkan atas  sankharaloka, sattaloka, dan okasaloka.
            Sankaraloka adalah alam mahluk yang tidak mempunyai kehendak seperti benda-benda mati, batu emas, logam dan semua sumber alamiah yang diperlukan manusia.Termasuk dalam pengertian ini adalah alam hayat yang tidak mempunyi kehendak dan ciptaan pikiran seperti ide, opini, konsepsi, peradaban, kebudayaan dan sebagainya.
Sattaloka adalah alam para mahluk hidup yang mempunyai kehendak mulai dari mahluk hidup yang rendah hingga mahluk yang tinggi, kelihatan atau tidak, seperti setan, manusia, dewa, dan Brahma.Mahluk-mahluk tersebut dibesarkan bukan berdasarkan jasmaniahnya, melainkan berdasarkan sikap bathin, atau hal yang menguasai pikiran dan suka duka sebagai akibatnya. Termasuk dalam sattaloka adalah 31 alam kehidupan yang dapat dikelompokan menjadi: kamaloka (terdiri dari 11 alam, mulai dari alam dewata, manusia ampai alam neraka),  rupaloka (terdiri dari 16 alam Brahma yang bisa dicapai dengan mengheningkan cipta dalam Samadhi)dan arupaloka (alam dewa yang tidak berbadan, yang hidup setelah mencapai tingkatan keempat dalam Samadhi).
Sedangkan alam terakhir adalah Okasaloka, yaitu alam tempat.Disini terdapat dan hidup mahluk-mahluk diatas, seperti bumi adalah okasaloka tempat manusia hidup dan tempat benda-benda mati seperti besi, batu dan sebagainnya.
TOPIK 6
AJARAN HINDU DHARMA TENTANG ETIKA
Dalam agama Hindu etika dinamakan susila, yang berasal dari dua suku kata, su yang berarti baik, dan sila berarti kebiasaan atau tingkah laku perbuatan manusia yang baik.Umat Hindu mempunyai lima keyakinan dasar yang menjadi sisi kekuatan moral Agama Hindu, yang disebut Pancasraddha. Kelima keyakinan tersebut, yakni: Widdhi sraddha sebagai dasar etika Hindu yaitu yakin akan adanya Tuhan; yakin dengan Atma (Roh) adalah dewa yang memberikan kekuatan hidup pada setiap mahkluk; Karma Phala (buah perbuatan) bahwa, setiap perbuatan pasti akan membawa akibat; Punarbhawa/samsara/reinkarnasi bahwapemeluk agama Hindu sangat meyakini bahwa ada kehidupan setelah kematian; moksa yang lebih tinggi lagi daripada surga yaitu menyatunya Atma dengan Brahman (Tuhan) bagi yang berhasil melepaskan diri dari belenggu papa dengan berbuat baik (Subhakarma).
1.      Tat Twam asi
Dalam Hindu, dikenal ajaran tentang Tat Twam Asi yang jika diartikan bermakna, “aku adalah engkau dan engkau adlah aku.” Intinya, aku dan engkau adalah sama.Ajaran ini mengajarkan tentang tidak adanya perbedaan antara manusia satu dengan lainnya.Semuanya berasal dari satu yakni Sang Hyang Widi. Dan nantinya jika kehidupan yang dilakoni di dunia ini sudah usai, maka makhluk hidup semuanya juga akan kembali ke satu, yaitu Brahman. Dalam ajaran Tat Twam Asi, tidak hanya terbatas antara manusia dengan manusia lainnya. Tetapi juga antara manusia dengan hewan dan tumbuhan.Kalau tidak ada keperluan, janganlah menyakiti tumbuhan dan hewan. Pasalnya, tumbuhan dan hewan juga sama hidup dan bernyawa. Selain hubungan manusia dengan manusia dan hubungan manusia dengan hewan dan tumbuhan, tat twam asi juga mencakup hubungan manusia dengan Tuhan/Brahman. Menurut pandangannya, manusia dan Tuhan itu adalah sama. Karena jiwa manusia itu sendiri (atman) adalah percikan dari Brahman, maka manusia memiliki sifat yang sama dengan Tuhan/Brahman.

2.      Subhakarma dan Asubhakarma
Subhakarma adalah perbuatan baik. Dalam ajaran Hindu, perbuatan baik (subhakarma) terdiri dari:
a.       Tri kaya Parisudha artinya tiga gerak perilaku manusia yang harus disucikan, yaitu berfikir yang bersih dan suci (manacika), berkata yang benar (Wacika) dan berbuat yang jujur (Kayika).
b.      Catur Paramita  adalah empat bentuk budi luhur, yaitu Maitri (lemah lembut), Karuna (kasih sayang), Mudita (sifat dan sikap menyenangkan orang lain) dan Upeksa (sifat dan sikap mengahargai orang lain.
c.       Panca Yama Bratha adalah lima macam pengendalian diri dalam hubungannya dengan perbuatan untuk mencapai kesempurnaan rohani dan kesucian bathin. Panca Yama Bratha ini terdiri dari lima bagian yaitu Ahimsa artinya tidak menyiksa dan membunuh makhluk lain dengan sewenang-wenang, Brahmacari artinya tidak melakukan hubungan kelamin selama menuntut ilmu, dan berarti juga pengendalian terhadap nafsu seks. Satya artinya benar, setia, jujur. Awyawahara atau Awyawaharika artinya melakukan usaha yang selalu bersumber kedamaian dan ketulusan, dan Asteya atau Astenya artinya tidak mencuri atau menggelapkan harta benda milik orang lain.

a.       Panca Nyama Bratha adalah lima macam pengendalian diri dalam tingkat mental untuk mencapai kesempurnaan dan kesucian bathin, adapun bagian-bagian dari Panca Nyama Bratha ini adalah Akrodha artinya tidak marah, Guru Susrusa artinya hormat, taat dan tekun melaksanakan ajaran dan nasehat-nasehat guru, Aharalaghawa artinya pengaturan makan dan minum, dan Apramada artinya taat tanpa ketakaburan melakukan kewajiban dan mengamalkan ajaran-ajaran suci.
Sad Paramita adalah enam jalan keutamaan untuk menuju keluhuran. Sad Paramita ini
meliputi: Dana Paramita artinya memberi dana atau sedekah baik berupa materiil maupun spiritual; Sila Paramita artinya berfikir, berkata, berbuat yang baik, suci dan luhur; Ksanti Paramita artinya pikiran tenang, tahan terhadap penghinaan dan segala penyebab penyakit, terhadap orang dengki atau perbuatan tak benar dan kata-kata yang tidak baik; Wirya Paramita artinya pikiran, kata-kata dan perbuatan yang teguh, tetap dan tidak berobah, tidak mengeluh terhadap apa yang dihadapi. Jadi yang termasuk Wirya Paramita ini adalah keteguhan pikiran (hati), kata-kata dan perbuatan untuk membela dan melaksanakan kebenaran; Dhyana Paramita artinya niat mempersatukan pikiran untuk menelaah dan mencari jawaban atas kebenaran.Juga berarti pemusatan pikiran terutama kepada Hyang Widhi dan cita-cita luhur untuk keselamatan; Pradnya Paramita artinyaa kebijaksanaan dalam menimbang-nimbang suatu kebenaran.
Catur Aiswarya adalah suatu kerohanian yang memberikan kebahagiaan hidup lahir dan batin terhadap makhluk. Catur Aiswarya terdiri dari Dharma, Jnana, Wairagya dan Aiswawarya. Dharma adalah segala perbuatan yang selalu didasari atas kebenaran; Jnana artinya pengetahuan atau kebijaksanaan lahir batin yang berguna demi kehidupan seluruh umat manusia. Wairagya artinya tidak ingin terhadap kemegahan duniawi, misalnya tidak berharap-harap menjadi pemimpin, jadi hartawan, gila hormat dan sebagainya; Aiswarya artinya kebahagiaan dan kesejahteraan yang didapatkan dengan cara (jalan) yang baik atau halal sesuai dengan hukum atau ketentuan agama serta hukum yang berlaku di dalam masyarakat dan negara.
Asta Siddhi adalah delapan ajaran kerohanian yang memberi tuntunan kepada manusia untuk mencapai taraf hidup yang sempurna dan bahagia lahir batin. Asta Siddhi meliputi: Dana artinya senang melakukan amal dan derma; Adnyana artinya rajin memperdalam ajaran kerohanian (ketuhanan); Sabda artinya dapat mendengar wahyu karena intuisinya yang telah mekar; Tarka artinya dapat merasakan kebahagiaan dan ketntraman dalam semadhi; Adyatmika Dukha artinya dapat mengatasi segala macam gangguan pikiran yang tidak baik; Adidewika Dukha artinya dapat mengatasi segala macam penyakit (kesusahan yang berasal dari hal-hal yang gaib), seperti kesurupan, ayan, gila, dan sebagainya. Adi Boktika artinya dapat mengatasi kesusahan yang berasal dari roh-roh halus, racun dan orang-orang sakti; dan Saurdha adalah kemampuan yang setingkat dengan yogiswara yang telah mencapai kelepasan.
Nawa Sanga terdiri dari: Sadhuniragraha artinya setia terhadap keluarga dan rumah tangga; Andrayuga artinya mahir dalam ilmu dan dharma; Guna bhiksama artinya jujur terhadap harta majikan; Widagahaprasana artinya mempunyai batin yang tenang dan sabar; Wirotasadarana artinya berani bertindak berdasarkan hukum; Kratarajhita artinya mahir dalam ilmu pemerintahan; Tiagaprassana artinya tidak pernah menolak perintah; Curalaksana artinya bertindak cepat, tepat dan tangkas; dan Curapratyayana artinya perwira dalam perang.
Dasa Yama Bratha adalah sepuluh macam pengendalian diri, yaitu Anresangsya atau Arimbhawa artinya tidak mementingkan diri sendiri; Ksama artinya suka mengampuni dan dan tahan uji dalam kehidupan; Satya artinya setia kepada ucapan sehingga menyenangkan setiap orang; Ahimsa artinya tidak membunuh atau menyakiti makhluk lain; Dama artinya menasehati diri sendiri; Arjawa artinya jujur dan mempertahankan kebenaran; Priti artinya cinta kasih sayang terhadap sesama mahluk; Prasada artinya berfikir dan berhati suci dan tanpa pamerih; Madurya artinya ramah tamah, lemah lembut dan sopan santun; dan Mardhawa artinya rendah hati; tidak sombong dan berfikir halus.
Dasa Nyama Bratha terdiri dari: Dhana artinya suka berderma, beramal saleh tanpa pamrih; Ijya artinya pemujaan dan sujud kehadapan Hyang Widhi dan leluhur; Tapa artinya melatih diri untuk daya tahan dari emosi yang buruk agar dapat mencapai ketenangan batin; Dhyana artinya tekun memusatkan pikiran terhadap Hyang Widhi; Upasthanigraha artinya mengendalikan hawa nafsu birahi (seksual); Swadhyaya artinya tekun mempelajari ajaran-ajaran suci khususnya, juga pengetahuan umum; Bratha artinya taat akan sumpah atau janji; Upawasa artinya berpuasa atau berpantang trhadap sesuatu makanan atau minuman yang dilarang oleh agama; Mona artinya membatasiperkataan; dan Sanana artinya tekun melakukan penyician diri pada tiap-tiap hari dengan cara mandi dan sembahyang.
Yang disebut Dasa Dharma menurut Wreti Sasana, yaitu Sauca artinya murni rohani dan jasmani; Indriyanigraha artinya mengekang indriya atau nafsu; Hrih artinya tahu dengan rasa malu; Widya artinya bersifat bijaksana; Satya artinya jujur dan setia terhadap kebenaran; Akrodha artinya sabar atau mengekang kemarahan; Drti artinya murni dalam bathin; Ksama artinya suka mengampuni; Dama artinya kuat mengendalikan pikiran; dan Asteya artinya tidak melakukan kecurangan.
Dasa Paramartha ialah sepuluh macam ajaran kerohanian yang dapat dipakai penuntun dalam tingkah laku yang baik serta untuk mencapai tujuan hidup yang tertinggi (Moksa). Dasa Paramartha ini terdiri dari: Tapa artinya pengendalian diri lahir dan bathin; Bratha artinya mengekang hawa nafsu; Samadhi artinya konsentrasi pikiran kepada Tuhan; Santa artinya selalu senang dan jujur; Sanmata artinya tetap bercita-cita dan bertujuan terhadap kebaikan; Karuna artinya kasih sayang terhadap sesame makhluk hidup; Karuni artinya belas kasihan terhadap tumbuh-tumbuhan, barang dan sebagainya; Upeksa artinya dapat membedakan benar dan salah, baik dan buruk; Mudhita artinya selalu berusaha untuk dapat menyenangkan hati oranglain; dan Maitri artinya suka mencari persahabatan atas dasar saling hormat menghormati.
                                                                                                                          
Sedangkan yang disebut dengan Asubhakarma adalah perbuatan buruk. Asubhakarma ini juga terdiri dari:
a.       Tri Mala adalah tiga bentuk prilaku manusia yang sangat kotor, yaitu Kasmala ialah perbuatan yang hina dan kotor, Mada yaitu perkataan, pembicaraan yang dusta dan kotor, dan Moha adalah pikiran, perasaan yang curang dan angkuh.
Catur Pataka adalah empat tingkatan dosa sesuai dengan jenis karma yang menjadi sumbernya yang dilakukan oleh manusia yaitu Pataka yang terdiri dari Brunaha (menggugurkan bayi dalam kandungan); Purusaghna (Menyakiti orang), Kaniya Cora
a.       (mencuri perempuan pingitan), Agrayajaka (bersuami isteri melewati kakak), dan Ajnatasamwatsarika (bercocok tanam tanpa masanya); Upa Pataka terdiri dariGowadha (membunuh sapi), Juwatiwadha (membunuh gadis), Balawadha (membunuh anak), Agaradaha (membakar rumah/merampok); Maha Pataka terdiri dari Brahmanawadha (membunuh orang suci/pendeta), Surapana (meminum alkohol/mabuk), Swarnastya (mencuri emas), Kanyawighna (memperkosa gadis), dan Guruwadha (membunuh
guru); Ati Pataka terdiri dari Swaputribhajana (memperkosa saudara perempuan); Matrabhajana (memperkosa ibu), dan Lingagrahana (merusak tempat suci).
b.      Panca bahya tusti adalah lima kemegahan (kepuasan) yang bersifat duniawi dan lahiriah semata-mata, yaitu Aryana artinya senang mengumpulkan harta kekayaan tanpa menghitung baik buruk dan dosa yang ditempuhnya; Raksasa artinya melindungi harta dengan jalan segala macam upaya; Ksaya artinya takut akan berkurangnya harta benda dan kesenangannya sehingga sifatnya seing menjadi kikir; Sangga artinya doyan mencari kekasih dan melakukan hubungan seksuil; dan Hingsa artinya doyan membunuh danmenyakiti hati makhluk lain.
c.       Panca wiparyaya adalah lima macam kesalahan yang sering dilakukan manusia tanpa disadari, sehingga akibatnya menimbulkan kesengsaraan, yaitu: Tamah artinya selalu mengharapharapkan mendapatkan kenikmatan lahiriah; Moha artinya selalu mengharap-harapkan agar dapat kekuasaan dan kesaktian bathiniah; Maha Moha artinya selalu mengharap harapkan agar dapat menguasai kenikmatan seperti yang tersebut dalam tamah dan moha; Tamisra artinya selelu berharap ingin mendapatkan kesenangan akhirat; dan Anda Tamisra artinya sangat berduka dengan sesuatu yang telah hilang.
d.      Sad Ripu adalah enam jenis musuh yang timbul dari sifat-sifat manusia itu sendiri, yaitu Kama artinya sifat penuh nafsu indriya; Lobha artinya sifat loba dan serakah; Krodha artinya sifat kejam dan pemarah; Mada adalah sifat mabuk dan kegila-gilaan; Moha adalah sifat bingung dan angkuh; dan Matsarya adalah sifat dengki dan irihati.
e.       Sad atatayi adalah enam macam pembunuhan kejam, yaitu Agnida artinya membakar milik orang lain; Wisada artinya meracun orang lain; Atharwa artinya melakukan ilmu hitam; Sastraghna artinya mengamuk (merampok); Dratikrama artinya memperkosa kehormatan orang lain; Rajapisuna adalah suka memfitnah.
Sapta Timira adalah tujuh macam kegelapan pikiran yaitu: Surupa artinya gelap atau mabuk karena ketampanan; Dhana artinya gelap atau mabuk karena kekayaan; Guna
a.       artinya gelap atau mabuk karena kepandaian; Kulina artinya gelap atau mabuk karena keturunan; Yowana artinya gelap atau mabuk karena keremajaan; Kasuran artinya gelap atau mabuk karena kemenangan; dan Sura artinya mabuk karena minuman keras.
Artinya adalah sepuluh macam sifat yang kotor. Sifat-sifat ini terdiri dari Tandri adalah orang sakit-sakitan; Kleda adalah orang yang berputus asa; Leja adalah orang yang tamak dan lekat cinta; Kuhaka adalah orang yang pemarah, congkak dan sombong; Metraya adalah orang yang pandai berolok-olok supaya dapat mempengaruhi teman (seseorang); Megata adalah orang yang bersifat lain di mulut dan lain di hati; Ragastri adalah orang yang bermata keranjang; Kutila adalah orang penipu dan plintat-plintut; Bhaksa Bhuwana adalah orang yang suka menyiksa dan menyakiti sesama makhluk; dan Kimburu adalah orang pendengki dan iri hati
TOPIK 7
AJARAN BUDDHA DHARMA TENTANG ETIKA
1.      Pengertian Sila
Dalam ajaran Buddha,sila mengandung pengertian: pertama, menimbulkan harmoni dalam hati dan pikiran (samadhana).Kedua, mempertahankan kebaikan dan mendukung pencapaian batin yang luhur(upadharana).Ciri (lakkhana), fungsi (rasa), wujud (paccupatthana) dan sebab terdekat yang menimbulkan (padatthana) sila adalah sebagai berikut:
a.       Fungsi (rasa) sila adalah menghancurkan kelakuan yang salah (dussiliya) dan menjaga seseorang agar tetap tidak bersalah.
b.      Wujud (paccupatthana) sila adalah kesucian (soceyya).
c.       Sebab terdekat yang menimbulkan (padatthana) sila adalah adanya Hiri dan Ottappa. Hiri adalah malu berbuat salah, Ottappa adalah takut akibat perbuatan salah.
2.      Macam-macam Sila
Sila merupakan segi mendasar dalam Agama Buddha yang mencakupi, pertama batin yang dibangun dengan menghindari perbuatan buruk, dan kedua pikiran yang berhubungan dengan pelaksanaan peraturan-peraturan yang berperan untuk kebersihan sila. Dengan kata lain sila itu mempunyai dua aspek, yaitu; aspek negatif (varitta sila) dan aspek positif (carita sila).
aspek negatif (varitta sila)menekankan pada tidak melakukan perbuatan buruk. Aspek negatif ini mempunyai nilai menjauhkan pikiran dan objek yang bukan kebaikan dan
a.       aspek positif memusatkan seluruh pikiran pada kebaikan, sehingga semaksimal mungkin dapat melakukan kewajiban.
b.      Aspek positif (carita sila) Carita sila menekankan perlunya seseorang menimbun perbuatan baik dan melaksanakan apa yang merupakan kewajibannya.
Selain kedua bentuk sila di atas, ada juga bentuk sila yang dinamakan Pakati sila dan Pannati sila.Pakati sila adalah sila alamiah, yang bersifat moral dan terdapat hampir semua agama serta berlaku dimana-mana tanpa dibatasi oleh waktu, misalnya pancasila. Pannati sila adalah sila yang dirumuskan oleh Sang Buddha yang khusus diperuntukkan bagi cara hidup dan tujuan hidupnya yang istimewa.
Selain itu dalam Buddhisme Mahayana juga menjabarkan lebih lanjut dalam Sad Paramita yaitu Sila Paramita dengan hal-hal yang pantang dilakukan sebagai 10 perbuatan buruk (kusala karma) yang diistilahkan virati (pantangan) sebagaimana tercatat dalam Dasabhumika Sutra, Satasaharrika Prajnaparamita dan Maha-Vyutpatti yaitu :
a.       Perbuatan yang pantang untuk dilakukan oleh Tubuh/Badan [kaya]
-       pantangan membunuh
-       pantangan mencuri
-       pantangan berzinah
b.      Perbuatan yang pantang untuk dilakukan oleh ucapan [Vak]
-       Pantangan berdusta
-       Pantangan menyebarkan isu yang tidak benar
-       Pantangan berkata-kata yang kotor
-       Pantangan melakukan pembicaraan yang sia-sia
c.       Perbuatanyang pantang untuk dilakukan oleh pikiran [Citta]
-       Pantang memikirkan nafsu serakah
-       Pantang berniat jahat
-       Pantang berpandangan sesat
1.      Pancasila
Pancasila adalah ajaran dasar moralagamaBuddha, yang ditaati oleh pengikut Siddhartha Gautama.Pancasila digunakan untuk seseorang yang akan memasuki kehidupan beragama Buddha.Dalam agama Buddha, mentaati Pancasila dianggap merupakan sebuah dharma. Pancasila berbunyi sebagai berikut:
1.      Tidak membunuh
2.      Tidak mencuri
3.      Tidak berzinah

1.      Tidak berbohong
2.      Tidak meminum minuman yang memabukkan

1.      Hubungan Sila dengan Etika
Pelaksanaan Sila dalam Buddhisme adalah merupakan suatu kebajikan moral, etika atau tata-tertib dalam menjalani kehidupan dimana akan mampu menuntun seseorang itu bertingkah laku secara baik dan benar bagi diri sendiri, orang lain termasuk seluruh alam semesta beserta isinya. Kebajikan moral dapat dianggap sebagai suatu dasar yang membentuk semua hal-hal yang positif dalam kehidupan saat ini.


TOPIK 9
Ajaran Hindu tentang Catur Marga
1.         Pengertian dan tujuan Catur Marga                  
    Catur marga berasal dari dua kata yaitu catur dan marga. Catur berarti empat dan marga berarti jalan/cara atapun usaha. Jadi catur marga adalah empat jalan atau cara umat Hindu untuk menghormati dan menuju ke jalan Tuhan Yang Maha Esa atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
2.         Macam-macam Catur Marga (Bhakti Marga, Karma Marga, Jnana Marga, Yoga Marga).
·         Bhakti Marga
    Kata Bhakti marga sebenarnya adalah perpaduan antara kata Bhakti Marga dan Bhakti Yoga. Istilah Bhakti Marga Yoga dimaksudkan untuk lebih menekankan bahwa Bhakti adalah jalan dan sekaligus juga sarana mempersatukan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
    Dalam meningkatkan kualitas bhakti kita kepada sang Hyang Widi ada beberapa jenis bentuk bhakti yang disebut Bhavabhakti, sebagai berikut:
 a. Santabhava, yaitu sikap bhakti seperti bhakti atau hormat seorang anak  terhadap ibu dan bapaknya.



Sakhyabava, yaitu bentuk bhakti yang meyakini Hyang Widi, manifestasiNya, Istadevata atau Avatara- Nya sebagai sahabat yang sangat akrab dan selalu memberikan perlindungan dari pertolongan pada saat yang diperlukan.
c.     Dasyabhava, yaitu bhakti atau pelayanan kepada Tuhan Yang Maha Esa seperti sikap seorang hamba kepada majikannya.
d.     Vatsalyabhava, yaitu sikap bhakti seorang penyembah memandang Tuhan Yang Maha Esa seperti anaknya sendiri
e.    Kantabhava, yaitu sikap bhakti seorang istri terhadap suami tercinta.
f.    Maduryabhava, yaitu bentuk bhakti sebagai cinta yang amat mendalam dan tulus dari seorang bhakta kepada Tuhan Yang Maha Esa. Secara lahiriah bentuk- bentuk di Indonesia sama halnya dengan di India, umat mewujudkannya melalui pembangunan berbagai Pura ( mandir), mempersembahkan berbagai sesaji (naivedya), mempersembahkan kidung (bhajan), gamelan, tari- tarian, dan sebagainya.
·         Karma Marga
    Karma marga berarti usaha untuk mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa melalui usaha atau kerja yang tulus ikhlas, demikian pula karma Yoga mempunyai makna yang sama sebagai usaha untuk menghubungkan diri dengan Tuhan Yang Maha Esa. Karma Marga Yoga menekankan kerja sebagai bentuk pengabdian dan bentuk pengabdian dan bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa.
·         Jnana Marga
    Jnana Marga Yoga adalah jalan dan usaha untuk menghubungkan diri dengan Tuhan Yang Maha Esa untuk mencapai kebahagiaan sejati melalui pengetahuan. Jnana menuntun manusia untuk bekerja tidak terikat oleh hawa nafsu, tanpa motif kepentingan pribadi, rela melepaskan hak milik, sadar bahwa badan bukan atma yang bersifat abadi.
·         Raja Marga                                   
    Raja Marga Yoga berarti jalan atau usaha tertinggi untuk menghubungkan diri dengan Tuhan Yang Maha Esa melalui jalan Yoga yang tertinggi. Bila dua jalan sebelumnya, yakni Bhakti Marga Yoga dan Karma Marga Yoga disebut Prvrtti Marga, yakni jalan yang umum dan mudah dilaksanakan oleh umat awam pada umumnya, maka dua jalan yang lain, yakni Jnana Marga Yoga dan Raja Marga Yoga disebut Nivrtti Marga, yang artinya jalan yang
tidak umum atau bertentangan. Raja Yoga Marga memerlukan pengendalian diri, disiplin diri, pengekangan dan penyangkalan terhadap hal keduniawian.
TOPIK 10
Ajaran Hindu tentang Panca Yadnya
1.         Pengertian dan tujuan Yadnya                       
Yadnya artinya suatu perbuatan yang dilakukan dengan penuh keiklasan dan kesadaran untuk melaksanakan persembahan kepada Tuhan. Yadnya berarti upacara persembahan korban suci. Pemujaan yang dilakukan dengan mempergunakan korban suci sudah barang tentu memerlukan dukungan sikap dan mental yang suci juga. Tujuan Yadnya adalah untuk membalas Yadnya yang dahulu dilakukan oleh Ida Sang Hyang Widhi ketika menciptakan alam semesta beserta isinya.
2.         Macam-macam Yadnya (Dewa Yadnya, manusia Yadnya, Bhuta Ydnya, Pitara Yadnya, Rsi Yadnya).
·         Dewa Yadnya
    Upacara dewa yadnya adalah upacara pemujaan dan persembahan sebagai wujud bakti kehadapan Hyang Widhi dan segala manifestasi-Nya, yang diwujudkan dalam bermacam-macam bentuk upakara. Upacara ini bertujuan untuk pengucapan terima kasih kepada Hyang Widhi atas kasih, rahmat dan karunia-Nya sehingga kehidupan dapat berjalan damai.
Contoh dari upacara dewa yadnya yang dilakukan setiap hari adalah puja tri sandya dan yadnya cesa. Sedangkan upacara dewa yadnya yang dilakukan pada hari-hari tertentu seperti: Galungan, Kuningan, Saraswati, Ciwaratri, Purnama dan Tilem, dan piodalan lainnya.
·         Manusa Yadnya                
    Manusa yadnya adalah korban suci yang bertujuan untuk memelihara hidup dan membersihkan lahir bathin manusia mulai dari sejak terwujudnya jasmani di dalam kandungan sampai pada akhir hidup manusia itu.
Jenis-jenis Upacara Yadnya seperti upacara kelahiran bayi. Upacara potong gigi, upacara nyambutin, upacara meningkat dewasa, upacara perkawinan, dll
·         Bhuta Yadnya
   Bhuta Yadnya adalah yadnya yang ditujukan kepada Bhuta Kala yang mengganggu ketentraman hidup manusia. Bagi masyarakat  Hindu bhuta kala ini diyakini sebagai kekuatan-kekuatan yang bersifat negatif yang sering menimbulkan gangguan serta bencana, tetapi dengan Bhuta Yadnya ini maka kekuatan-kekuatan  tersebut akan dapat menolong dan melindungi kehidupan manusia.

    Adapun tujuan Upacara Bhuta Yadnya adalah disamping untuk memohon kehadapan Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa) agar beliau memberi kekuatan lahir bathin, juga untuk menyucikan dan menetralisir kekuatan-kekuatan yang bersifat negatif yang disebut bhuta kala tersebut sehingga dapat berfungsi dan berguna bagi kehidupan manusia. Jenis-jenis upacara Bhuta Yadnya seperti upacara segehan, upacara cawu dan upacara tawur
·         Pitara Yadnya
    Pitra yadnya adalah suatu upacara pemujaan dengan hati yang tulus ikhlas dan suci yang di tujukan kepada para Pitara dan roh-roh leluhur yang telah meninggal dunia.
Jenis-jenis upacara Pitara Yadnya seperti upacara penguburan mayat dan ngaben
·         Rsi Yadnya            
    Rsi Yadnya adalah sedekah atau punia atau juga persembahan kepada para pendeta atau para pemimpin upacara keagamaan. Sedekah atau persembahan ini dapat dilakukan pada waktu-waktu tertentu, yaitu pada saat Beliau menyelesaikan suatu upacara, atau memberikan diksa kepada sisyanya. Sedekah atau punia yang dipsersembahkan kepada para pendeta disebut dengan daksina. Adapun tujuannya adalah sebagai tanda terima kasih kepada para pendeta karena beliau telah menyelesaikan upacara yadnya.
TOPIK 11
Ajaran Budha tentang Bhavana
1.         Pengertian Bhavana                                         
Bhavana berarti pengembangan, yaitu pengembangan batin dalam melaksanakan pembersihannya. Istilah lain yang arti dan pemakaiannya hampir sama dengan bhavana adalah samadhi. Samadhi berarti pemusatan pikiran pada suatu obyek. Samadhi yang benar (samma samadhi) adalah pemusatan pikiran pada obyek yang dapat menghilangkan kekotoran batin tatkala pikiran bersatu dengan bentuk-bentuk karma yang baik, sedangkan samadhi yang salah (miccha samadhi) adalah pemusatan pikiran pada obyek yang dapat menimbulkan kekotoran batin tatkala pikiran bersatu dengan bentuk-bentuk karma yang tidak baik. Jika dipergunakan istilah samadhi, maka yang dimaksud adalah “Samadhi yang benar”.
2.         Macam-macam Bhavana: (Metta Bhavana, Samatha Bhavana, Vivassana Bhavana).
·         Metta Bhavana
    Metta adalah cinta kasih yang universal, yang tidak membeda-bedakan, yang tidak memandang dari segi manapun dan yang ikhlas, tumbuh dari dasar lubuk hati. Inti dari metta adalah tidak membeda-bedakan.
    Meditasi ini adalah meditasi cinta-kasih. Meditasi dilakukan dengan menggunakan teknik visualisasi yang sederhana dengan menggunakan pikiran kita yang biasa kita gunakan untuk berpikir. Sebagai contoh, jika saya menyarankan untuk membayangkan sebuah bunga, kita akan dapat melakukannya dengan mudah. Tidak peduli apakah bunga itu adalah bunga mawar atau bunga teratai, atau apapun warnanya itu, atau bahkan bagaimanapun jelasnya objek itu tergambar di dalam batin anda –- sesuatu yang berproses dengan lancar itu sudah cukup.
·         Samatha Bhavana
    Samatha Bhavana merupakan pengembangan batin yang bertujuan untuk mencapai ketenangan. Dalam Samatha Bhavana, batin terutama pikiran terpusat dan tertuju pada suatu obyek. Jadi pikiran tidak berhamburan ke segala penjuru, pikiran tidak berkeliaran kesana kemari, pikiran tidak melamun dan mengembara tanpa tujuan.Dengan melaksanakan Samatha Bhavana, rintangan-rintangan batin tidak dapat dilenyapkan secara menyeluruh. Jadi kekotoran batin hanya dapat diendapkan, seperti batu besar yang menekan rumput hingga tertidur di tanah. Dengan demikian, Samatha Bhavana hanya dapat mencapai tingkat-tingkat konsentrasi yang disebut jhana-jhana, dan mencapai berbagai kekuatan batin.
·         Vivassana Bhavana :
pengembangan batin yang bertujuan untuk mencapai pandangan terang. Dengan melaksanakan Vipassana Bhavana, kekotoran-kekotoran batin dapat disadari dan kemudian dibasmi sampai keakar-akarnya, sehingga orang yang melakukan Vipassana Bhavana dapat melihat hidup dan kehidupan ini dengan sewajarnya, bahwa hidup ini dicengkeram oleh anicca (ketidak-kekalan), dukkha (derita), dan anatta (tanpa aku yang kekal). Dengan demikian, Vipassana Bhavana dapat menuju ke arah pembersihan batin, pembebasan sempurna, pencapaian Nibbana.
TOPIK 12
Upacara kelahiran, Perkawinan dan  kematian dalam agama Hindu
1.         Makna kelahiran dan upacaranya                 
Makna kelahiran bayi adalah sebagai ungkapan rasa gembira dan shyukur atas lahirnya si bayi ke dunia.
    Upacara dalam kelahiran :
- Upacara bayi dalam kandungan (Magedong-gedong). Tujuannya untuk pembersihan, penyucian jasmani rohani serta keselamatan si bayi supaya menjadi putra-putri yang baik.
- Upacara bayi lahir rasa bahagia bersyukur kepada Tuhan karna dikaruniai bayi yang baru lahir.
- Upacara bayi putus pusar (kepus puser). Tujuannya untuk pembersihan sanggar kemulan, sumur, dapur bak dll, supaya bayi mendapat keselamatan dan perlindungan dari Sang Hyang Widi.
- Upacara Dua belas hari setelah kelahiran bayi.
- Upacara bayi berumur 42 hari (macolongan). Pembersihan terhadap si bayi beserta ibunya dan membebaskan si bayi dari pengaruh-pengaruh nyaman bajang.
- Upacara bayi berumur 105 hari. Untuk membersihkan lahir batin si bayi dan sang Catur Sanak beserta segala macam manifestasinya.
- Bayi berumur 210 hari. Untuk memohon kadirgayuhan, keselamatan, ke hadap Sang Hyang Widdhi Ibu pertiwi supaya mengasuh, menuntun dan membebaskan dari aral rintangan
Upacara Tumbuh gigi. Agar gigi anak tmbuh dengan baik.
- Upacara Tanggal Gihi. Untuk penyucian lahir batin terutama jiwatma dan pikirannya
- Upacara meningat dewasa. Untuk memohonkepda Sang Hyang Smara Ratih agar tidak terjerumus kepada perbuatan yang asusiala.
- Upacara potong gigi. Untuk mengurangi maupun menghilangkan Sadripu (enam jenis musuh) batin manusia.
2.           Makna Perkawinan dan upacaranya
Perkawinan ialah ikatan lahir batin antar seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia.
   Upacara perkawinan merupakan suatu persaksian baik kehadapan Sang Hyang Widdhi Waca (Tuhan) maupun kepada masyarakat bahwa kedua orang yang bersangkutan mengikatkan diri sebagai suami-istri, sehingga hubungan dapat dibenarkan dan segala akibat perbuatan menjadi tanggung jawab mereka bersama.
    Upacara Perkawinan (Pawiwahan / Wiwaha)
    Hakekatnya adalah upacara persaksian ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa dan kepada masyarakat bahwa kedua orang yang bersangkutan telah mengikatkan diri sebagai suami-istri.
Sarana               
     1. Segehan cacahan warna lima.
     2. Api takep (api yang dibuat dari serabut kelapa).
     3. Tetabuhan (air tawar, tuak, arak).
     4. Padengan-dengan/ pekala-kalaan.
     5. Pejati.
     6. Tikar dadakan (tikar kecil yang dibuat dari pandan).
Pikulan (terdiri dari cangkul, tebu, cabang kayu dadap yang ujungnya diberi periuk, bakul yang berisi uang).
     8. Bakul.
     9. Pepegatan terdiri dari dua buah cabang dadap yang dihubungkan dengan benang putih.
     Waktu Biasanya dipilih hari yang baik, sesuai dengan persyaratannya (ala-ayuning dewasa). Tempat Dapat dilakukan di rumah mempelai Iaki-laki atau wanita sesuai dengan hokum adat setempat (desa, kala, patra). Pelaksana Dipimpin oleh seorang Pendeta / Pinandita / Wasi / Pemangku.
Tata cara       
1. Sebelum upacara natab banten pedengan-dengan, terlebih dahulu mempelai mabhyakala dan maprayascita.
2. Kemudian mempelai mengelilingi sanggah Kamulan dan sanggah Pesaksi sebanyak tiga kali serta dilanjutkan dengan jual beli antara mempelai Iaki-laki dengan mempelai wanita disertai pula dengan perobekan tikar dadakan oleh mempelai Iaki-laki.
3. Sebagai acara terakhir dilakukan mejaya-jaya dan diakhiri dengan natab banten dapetan. Bagi Umat Hindu upacara perkawinan mempunyai tiga arti penting yaitu :
- Sebagai upacara suci yang tujuannya untuk penyucian diri kedua calon mempelai agar mendapatkan tuntunan dalam membina rumah tangga dan nantinya agar bisa mendapatkan keturunan yang baik dapat menolong meringankan derita orang tua/leluhur.
- Sebagai persaksian secara lahir bathin dari seorang pria dan seorang wanita bahwa keduanya mengikatkan diri menjadi suami-istri dan segala perbuatannya menjadi tanggung jawab bersama.
- Penentuan status kedua mempelai, walaupun pada dasarnya Umat Hindu menganut sistim patriahat (garis Bapak) tetapi dibolehkan pula untuk mengikuti sistim patrilinier (garis Ibu). Di Bali apabila kawin mengikuti sistem patrilinier (garis Ibu) disebut kawin nyeburin atau nyentana yaitu mengikuti wanita karena wanita nantinya sebagai Kepala Keluarga.
            Upacara Pernikahan ini dapat dilakukan di halaman Merajan/Sanggah Kemulan ( Tempat Suci Keluarga) dengan tata upacara yaitu kedua mempelai mengelilingi Sanggah Kemulan (
Tempat Suci Keluarga ) sampai tiga kali dan dalam perjalanan mempelai perempuan membawa sok pedagangan ( keranjang tempat dagangan) yang laki memikul tegen-tegenan (barang-barang yang dipikul) dan setiap kali melewati “Kala Sepetan”(upakara sesajen yang ditaruh di tanah) kedua mempelai menyentuhkan kakinya pada serabut kelapa belah tiga.
     Setelah tiga kali berkeliling, lalu berhenti kemudian mempelai laki berbelanja sedangkan mempelai perempuan menjual segala isinya yang ada pada sok pedagangan (keranjang tempat dagangan), dilanjutkan dengan merobek tikeh dadakan (tikar yang ditaruh di atas tanah), menanam pohon kunir, pohon keladi (pohon talas) serta pohon endong dibelakang sanggar pesaksi/sanggar Kemulan (Tempat Suci Keluarga) dan diakhiri dengan melewati "Pepegatan" (Sarana Pemutusan) yang biasanya digunakan benang didorong dengan kaki kedua mempelai sampai benang tersebut putus.
3.           Makna kematian dan upacaranya ( ngaben)
Makna ngaben adalah untuk balas budi, menghormati jasa-jasa leluhur yang telah menuntun kepada dharma dan ilmu pengetahuan, memohon kepada Sang Hyang Widi Waca agar Jiwatma yang meninggal dunia dibersihkan dari segala dosa.
   Pelaksanaannya adalah puja praline, mayat dimandikan pabresihan, menggunakan pakaian, pangreka dan pangringkes,setelahnitu disuguhkan: terpana terdiri dari bubur pirate dan padang lepas yang dimaksudkan untuk dipakai bekal dalam perjalanan kea lam lepas, dan kemudian mayat dibawa ke kuburan dengan berputar purwa daksina pascima utara (putaran tangan jam) sebanyak 3 kali setiap persimpangan empat atau tempat suci dan di kuburkan sendiri sebagai tanda penghormatan terakhir. Dikuburan atau tempat pembakaran, jenazah yang terletak dalam peti, diatur tempatnya dan diupacarai sebelum dibakar.
                                                                           TOPIK 13  
Upacara kelahiran, Perkawinan  dan kematian dalam agama Budha
1.         Makna kelahiran dan upacaranya                      
Dalam Buddhisme Theravada, ada praktek ritual tertentu diamati ketika seorang anak lahir dari orangtua Buddhis.Ketika bayi cocok untuk dibawa keluar dari pintu, orang tua memilih hari baik atau bulan purnama hari dan bawa anak ke candi terdekat. Mereka pertama kali menempatkan anak di lantai ruang kuil atau di depan patung Buddha untuk menerima berkat-berkat dari Tiga Permata (Buddha, sangha dan dharma). Ini adalah pemandangan umum di Maligawa Dalada, Kuil Gigi Relic Suci, di Kandy.
Pada saat upacara keagamaan setiap hari (Puja) candi, ibu menyerahkan bayi mereka ke awam wasit (kapuva) di dalam ruangan kuil, yang pada gilirannya membuat untuk beberapa detik di lantai dekat ruang relik dan tangan kembali ke ibu. Sang ibu menerima anak dan memberikan biaya yang kecil ke kapuva untuk layanan yang diberikan. 
Lahir Setelah kelahiran anak, orang tua sering berkonsultasi biarawan ketika memilih nama, yang harus memuaskan, sementara bahasa menyampaikan suatu arti yang baik.. Tergantung pada daerah, praktek-praktek agama lain mungkin mengikuti kelahiran. Di bagian tengah negara itu, misalnya, bayi akan memiliki lazim kepalanya dicukur ketika ia berusia satu bulan. Hal ini pada dasarnya ritus Brahminic, yang disebut upacara khwan, dapat disertai dengan upacara Budha di mana rahib membacakan ayat-ayat dari teks-teks suci.
               Pentahbisan. Ritus kedua dalam rentang kehidupan manusia kebanyakan Thailand penahbisan ke dalam kap biksu. Secara tradisional, seorang pemuda yang tidak diterima secara sosial sampai ia telah menjadi seorang biarawan, dan banyak orangtua bersikeras bahwa setelah seorang anak mencapai usia dua puluh ia akan ditahbiskan sebelum menikah atau memulai karir resmi. Ada juga alasan lain untuk memasuki kap biksu, seperti untuk membuat manfaat untuk jiwa berangkat dari kerabat, atau untuk orang tuanya ketika mereka masih hidup, atau untuk membayar janji kepada Sang Buddha setelah meminta dia untuk memecahkan masalah pribadi atau keluarga .
                Pentahbisan terjadi sepanjang bulan Juli, sebelum retret tiga-bulan selama musim hujan. Kepala orang itu adalah dicukur dan dia mengenakan jubah putih untuk hari sebelum ia resmi ditahbiskan, ada nyanyian dan perayaan dan, di daerah pedesaan, seluruh masyarakat dan dengan demikian bergabung dalam merit keuntungan. Pada hari upacara, biarawan calon diambil sekitar candi tiga kali dan kemudian ke ruang konvensi, di mana semua biksu menunggunya. Setelah sebelumnya telah terlatih, ia mengalami penyelidikan oleh seorang pendeta senior di depan gambar Buddha, dan jika ia memenuhi semua kondisi untuk menjadi seorang bhikkhu, jemaat menerima dirinya. Dia kemudian diinstruksikan pada kewajibannya, jubah don kunyit, dan mengaku sebagai biksu. Selama tiga bulan berikutnya musim hujan ia diharapkan untuk tinggal di wat itu, mencontohkan ideal Buddhis dalam kehidupan dan menjalani pelatihan ketat di tubuh dan mengendalikan pikiran, setelah itu ia dapat, jika ia memilih, kembali menjadi orang awam. 
Menurut "Upacara Ritual Buddhis dan Sri Lanka," dengan pengecualian penahbisan dengan kehidupan monastik dan ritus pemakaman, hidup peristiwa siklus dianggap sebagai urusan sekuler untuk sebagian sejarah Buddhisme. Tidak seperti di agama besar dunia lainnya, tidak ada Buddha kuno penamaan bayi-upacara ada. Dalam masa yang lebih baru, ritual Buddhis telah dicampur dengan orang-orang dari agama-agama dunia dan budaya lain. Di banyak negara bahwa praktek Buddhisme Theravada, pengaruh luar telah mengilhami pengembangan Buddha penamaan bayi-ritual.
2.         Makna perkawinan dan upacaranya
adalah perjodohan laki-laki dan perempuan menjadi suami isteri. Di dalam Tipitaka tidak banyak ditemukan uraian-uraian yang mengatur masalah perkawinan, akan tetapi dari berbagai sutta dapat diperoleh hal-hal yang sangat penting bagi suami dan isteri untuk membentuk perkawinan yang bahagia.
    Perkawinan Persiapan upacara :     
A. calon mempelai harus menghubungi pandita agama Buddha dari majelis agama Buddha. Mengisi formulir yang terlampir seperti : KTP,AKTA, pas foto dll.
Pelaksanaan upacaranya :     
- tempat upacara: vihara atau rumah salah satu mempelai.
- perlengkapan atau peralatan upacara : Altar dimana terdapat Buddharupang. lilin lima warna (biru, kuning, merah, putih, jingga), tempat dupa, dupa wangi 9 batang, gelas/mangkuk kecil berisi air putih dengan bunga (untuk dipercikkan), dua vas bunga dan dua piring buah-buahan untuk dipersembahkan oleh kedua mempelai, cincin kawin, kain kuning berukuran 90 X 125 cm2, pita kuning sepanjang 100 cm, tempat duduk (bantal) untuk pandita, kedua mempelai, dan bhikkhu (apabila hadir), Surat ikrar perkawinan, Persembahan dana untuk bhikkhu (apabila hadir), dapat berupa bunga, lilin, dupa dan lain-lain.
 Pelaksanaan upacara: pandita dan pembantu pandita sudah siap di tempat upacara, kedua mempelai memasuki ruangan upacara dan berdiri di depan altar, pandita menanyakan kepada kedua mempelai, apakah ada ancaman atau paksaan yang mengharuskan mereka melakukan upacara perkawinan menurut tatacara agama Buddha, apabila tidak ada maka acara dapat dilanjutkan, penyalaan lilin lima warna oleh pandita dan orang tua dari kedua
mempelai, persembahan bunga dan buah oleh kedua mempelai, pandita mempersembahkan tiga batang dupa dan memimpin namaskara, pernyataan ikrar perkawinan, pemasangan cincin kawin, pengikatan pita kuning dan pemakaian kain kuning, pemercikan air pemberkahan oleh orang tua dari kedua mempelai dan pandita, pembukaan pita kuning dan kain kuning, wejangan oleh pandita, penandatanganan Surat lkrar Perkawinan, namaskara penutup dipimpin oleh pandita.
3.         Makna kematian dan upacaranya
   Definisi kematian menurut agama Budha tidak hanya sekedar ditentukan oleh unsur-unsur jasmaniah, entah itu paru-paru, jantung ataupun otak. Ketakberfungsian ketiga organ itu hanya merupakan gejala ‘akibat’ atau ‘pertanda’ yang tampak dari kematian, bukan kematian itu sendiri.
   Upacara Kematian
   Pemimpin kebhaktian memberi tanda kebhaktian dimulai, dengan membunyikan gong atau lonceng lalu pemimpin kebaktian menyalakan lilin, dupa, dan meletakkan dupa tersebut ditempatnya. Sementara hadirin berdiri di sisi depan jenazah dan bersikap anjali. Setelah dupa diletakkan ditempatnya, hadirin menghormat dengan menundukkan kepala Kemudian pemimpin Kebhaktian membacakan:NamakaraGatha, Pubbabhaganamakara, Pamsukula Gatha, Maha Jaya Mangala Gatha
   Pelaksanaan pemandian mayat :Jenazah setelah disembahyangkan kemudian diusung ke tempat pemandian yang telahdisiapkan.Jenazah dimandikan dengan air bersih terlebih dahulu, kemudian air bunga, lalu dibilas dengan air yang sudah dicampur dengan minyak wangi.Jenazah dikramasi rambutnya dengan sampo, kemudian disabun seluruh badannya dan giginya disikat dan kukunya dibersihkan, setelah itu dibilas lagi dengan air bersih. Sehabis itu jenazah dilap dengan handuk.
   Pemakaina Pakaian: Jenazah laki-laki, pakian jenazah laki-laki, baju lengan panjang, celana panjang, dan yang paling disenangi oleh almarhum sewaktu masih hidup, rambut disisir rapi, bila perlu diberi minyak rambut, lalu kedua tangannya dikenakan sarung tangan, dan juga kedua kakinya diberi kaos kaki berwarna putih. Jenazah Perempuan., pakaian jenazah perempuan adalah pakaian nasional, misalnya kebaya dan memakai kain (pakaian adat daerah) dan khuusnya pakaian yang disenangi olehnya sewaktu dia hidup. Mukanya diberi bedak, rambutnya disisir rapi, bila rambutnya panjang bisa disanggul. Lalu kedua tangannya
diberi sarung tangan, dan kedua kakinya diberi kaos kaki berwarna putih. Jenazah Khusus Pandita. Pakaian khusus Pandita adalah memakai jubah berwarna kuning dan tangannya diberi sarung tangan, dan kedua kakinya diberi kaos kaki berwarna putih
   Sikap tangan : Sikap tangan diletakkan di depan dada, tangan kanan di atas tangan kiri, dan sambil memegang tiga tangkai bunga, satu pasang lilin berwarna merah, tiga batang dupa wangi, yang sudah diikat dengan benang merah. Sikap kedua kakinya biasa, dengan telapak kaki tetap ke depan.
   Memasukkan jenazah kedalam peti : Peti jenazah yang sudah disiapkan, kemudian keempat sisi bagian dalam dilapisi kain putih, juga bagian bawah dan tutup peti tersebut. Kemudian dikeempat sisi tersebut dipasang atau di hiasi dengan rangkaian-rangkaian bunga, setelah itu jenazah dimasukkan ke dalam peti dan kepala bagian bawah diganjal dengan bantal kecil, begitu pula samping kanan dan samping kiri. Setelah itu dengan peti masih dalam keadaan terbuka dibacakan paritta-paritta. Adapun posisi persembahyangan adalah sebagai berikut: Sebelum acara pembacaan paritta-paritta suci, pemimpin kebhaktian memberi tanda bahwa kebaktian akan segera dimulai, dengan membunyikan gong atau lonceng. Pemimpin kebaktian menyalakan lilin, dupa, dan meletakkan dupa tersebut ditempatnya, dan hadirin berdiri menghadap ke peti jenazah dengan sikap anjali, dan setelah dupa diletakkan kemudian para hadirin menghormat dengan menundukkan kepala.
TOPIK 14
Hari-Hari Suci dan tempat-tempat Suci Agama Hindu
1.         Hari-hari Suci (Nyepi, Ciwaratri, Saraswati, Galungan, Kuningan, Prurnama, Tilem).
- Hari Raya Nyepi adalah pemujaan kepada sang Hyang Widdhi dalam rangka menyambut Tahun Baru Caka. Jatuhnya pada Pananggal pisan (satu), Cacih ke x (Daca). Hari Raya Nyepi mempunyai makna sebagai : Bhuta Yadnya, pembersihan Buana Agung dan Buana Alit (alam semesta termasuk umat manusia) dan merupakan pergantian tahun baru Caka. Pelaksanaannya: 1. Bhuta Yadnya (tahun kasanga), 2. melaksanakan tapa brata, yoga Samadhi meliputi mati geni)= tidak menyalakan api), mati karya (tidak bekerja berat), mati lalungayan (tidak bepergian) mati lalanguan (tidak menabuh bunyi-bunyian),3. Dharma Cnti (silaturahmi). Upakaranya: 1. Daksina, Canang Sari, Canang Raka 2. Caru Nasi Panca Warna.Mantramnya : Astra Mantra, Om Dhurga bucari, Kala Bhuta bucari ya namah swaha.
- Hari Raya Ciwaratri adalah hari raya malam renungan suci/malam , malam Ciwa, malam peleburan (penebusan) dosa, pemujaan terhadap Ciwa Jatuh pada prawani ning tilem cacih VII (Kapitu). Pelaksanaannya : 1. Persembahyangan Ciwa Puja dengan Upakaranya. 2. Membaca ayat-ayat suci Weda semalam suntuk. 3. Melaksanakan Monabrata, Upawasa (puasa), Jagra (melek). Upakaranya: 1. Daksina, Canang Sari, Canang Raka. 2. Banten “Ciwa-Lingga” dalam bentuk “ Air Suci berisi kembang teratai dan beras kuning. Mantamnya: Astra Mantra, Ciwa Astawa, Om Ciwa Lingga byo namah swaha.
- Hari Raya Saraswati adalah hari raya untuk memuja Sang Hyang Widdhi (saraswati) sebagai Cakti Brahma yang telah menurunkan ilmu pengetahuan suci weda. Jatuhnya pada hari Caniscara (sabtu) Umanis Watugunung. Pelaksanaannya Saraswati dengan perlengkapan upakara (Dupa, Air, kembang, harum-haruman, banten/ sesayut Saraswati). Mengadakan malam castra (pembacaan kitab suci) dan renungan suci (samadhi). Mantramnya: Astra Mantra, Saraswati Sthawa: Om Saraswati namostu bhyam,..dst
- Hari Raya Galungan adalah hari raya untuk  memperingati kemenangan Dharma melawan Adharma. Jatuhnya pada Buda (rabu) Kliwon-Dungulan. Hari raya galung juga merupakan pernyataan terimakasih lahir bathin kepada sang Hyang Widdhi Waca yang telah memberikan kesejahteraan serta kebahagiaan ucapan terima kasih itu dinyatakan dengan pemasangan penjor (bamboo yang dihias). Pelaksanaanya : persembayangan Galungan, melaksanakan Samadana dan ksamadana (meningkatkan kesadaran berdana punia dan maaf memaafkan). Upakaranya : Daksina, Canangsari, Canang Raka, Tumpeng, tetebus sasarik.
- Hari Raya Kuningan  adalah hari raya pemujaan serta penghormatan kepada Tuhan, Para Dewa dan Pitra (leluhur), dan pahlawan Dharma. Jatuhnya pada hari Caniscara (sabtu) Kliwon Kuningan. Pelaksanaannya: 1. Persembahyangan Kuningan dengan upakaranya, 2. Ziarah Kepemakaman. 3. Dharma Yatra ke temmpat-tempat suci.
- Hari Raya Purnama dan Tilem : hari penyucian lahir dan bathin dalam diri manusia dan memohon wara nungraha Sang Hyang Widdhi Waca demi keselamatan dunia dengan segala isinya.

                                               

2.         Pengertian dan fungsi tempat suci
-Tempat suci Hindu adalah suatu tempat maupun bangunan yang dikeramatkan oleh umat Hindu atau tepat persembahyangan bagi umat Hindu untuk memuja Brahman beserta aspek-aspeknya
- Tempat-tempat suci yang di dalam agama Hindu disebut Pura Kahyangan,
Candi atau Mandir itu ada dua macam  yaitu:           
a. Pura tempat untuk memuja dan mengagungkan kebesaran Tuhan, Hyang Widhi Wasa dengan berbagai manifestasinya di sebut Pura Kahyangan.
b. Pura atau tempat suci untuk memuja roh leluhur yang sudah dipandang suci atau roh para Rsi yang dianggap telah menjadi dewa-dewa atau Bhatara Bhatari ini disebut Pura Dadya, Pura Kawitan atau Pura Pedharman.
- Tujuan dan fungsi dari Pura sebagai tempat suci yang dibangun secara khusus menurut peraturan-peraturan yang telah ditentukan secara khusus pula ialah untuk menghubungkan diri dengan Sang Hyang Widhi serta prabhawanya untuk mendapatkan waranugraha.
3.         Jenis-jenis tempat suci
1. Pura :  Istilah pura berasal dari kata Pur yang artinya Kola, bening. Pura berarti suatu tempat yang khusus dipakai untuk dunia kesucian. Sebelum Pura diperkenalkan sebagai tempat suci atau tempat pemujaan, dipergunakan Hyang atau Kahyangan untuk tempat pemujaan umat Hindu.
2. Candi : berasal dari kata Candika Grha artinya Rumah Durga. Dan pengertian ini akhirnya candi dijadikan tempat pemujaan untuk Dewi Durga. Di India candi merupakan sarana pemujaan, dan merupakan simbol gunung Mahameru sebagai tempat para Dewa. Maka itu, candi merupakan tempat pemujaan kepada dewa. Nama lain candi adalah Prasada, Sudarma, Mandira.
3. Kuil atau Mandir         
Kuil (Mandir) adalah tempat suci umat Hindu dari keturunan India Tamil. Fungsi Kuil adalah tempat suci untuk memuja manifestasi Tuhan (Dewa) yang dikagumi.
4.   Balai Antang
Balai Antang adalah tempat suci umat Hindu dari Kaharingan. Balai Antang ini dibuat dari kayu yang dirangkai sehingga bentuknya mirip dengan pelangkiran di Bali. Fungsi Balai Antang adalah sebagai tempat menstanakan roh leluhur yang sudah di sucikan yang bersifat sementara.
5.   Balai Kaharingan
Balai Kaharingan adalah tempat suci umat Hindu dari Kaharingan. Bentuk hampir mirip bangunan rumah, dan di ruangan diletakkan sebuah tiang yang besar sebagai penyangga. Atapnya bersusun tiga, semakin keatas semakin kecil. Fungsi Balai Kaharingan adalah untuk menstanakan Hyang Widhi dengan berbagai manifestasinya. Balai Kaharingan dibangun ditengah-tengah wilayah masyarakat atau pada tempat yang mudah dijangkau oleh umat Hindu Kaharingan untuk melaksanakan persembahyangan.
6.  Sandung adalah tempat suci umat Hindu Kaharingan. Sandung terbuat darI kayu dirangkai berbentuk pelinggih rong satu, bentuk atapnya segi tiga sama kaki dan memakai satu tiang sebagai penyangga. Sandung diletakkan diluar rumah atau dipekarangan. Fungsi Sandung adalah sebagai Stana roh leluhur yang telah disucikan.
7.      Inan Kapemalaran Pak Buaran Adalah tempat suci umat Hindu Tanah Toraja, dengan ciri-cirinya terdapat Lingga/batu besar, Pohon Cendana dan Pohon Andong. Pak Buaran merupakan tempat sembahyang yang digunakan dalam lingkungan satu Desa (di Bali sama dengan Pura Desa).
8.      Inan Kapemalaran Pedatuan adalah tempat suci umat Hindu Tanah Toraja. dengan ciri-cirinya, terdapat lingga / batu besar. pohon cendana dan pohon andong. Pedatun ini merupakan tempat sembahyangyang digunakan dalam beberapa lingkungan keluarga (di Bali = Banjar). Pedatuan ini biasanya terleiak dilereng Gunung.
9. Inan Kapemalaran Pak Pesungan adalah tempat sembahyang bagi umat Hindu di Tanah Toraja, yang digunakan dalam lingkungan rumah tangga (di Bali = merajan).
10.  Sanggar adalah salah satu bentuk tempat persembahyangan umat Hindu di Jawa. Sanggar ini merupakan tempat suci yang ukuran ruangnya kecil yang berisikan satu buah Padmasana untuk tempat persembahyangan yang bersifat umum.
11.  Pajuh-pajuhan adalah tempat persembahyangan umat Hindu Batak Karo. Pajuh-pajuhan terbuat dari kayu yang dirangkai berbentuk segi empat. Pajuh-pajuhan biasanya dibangun dekat mata air dan sifatnya umum yaitu tempat sembahyang secara umum. Fungsinya adalah stana roh leluhur yang telah disucikan.
12.  Cubal – cubalan adalah tempat sembahyang umat Hindu Batak Karo Cubal-Cubalan bentuknya sejenis pelangkiran yang diletakkan didalam rumah yang Tujuannya untuk melakukan persembahyangan dan yadnya yang ditujukan pada roh leluhur dan Hyang Widhi.          
4.         Bentuk-bentuk tempat suci                                                  
- Prasada : Bentuknya serupa tugu, terdiri dari tiga bagian yaitu Dasar. Badan dan Atap.
- Meru : Pada umumnya atapnya adalah dari ijuk, bagian dasar pada umumnya terbuat dari batu alam dan badan Meru terbuat dari bahan kayu.
- Gedong : bentuk Gedong pada umumnya bujur sangkar atau segi empat. Bangunan ini terdiri dari tiga bagian yaitu : dasar, badan, dan puncak atau atap.
Rong tiga : bentuk bangunan Rong Tiga pada umumnya sama dengan bangunan gedong yakni empat persegi panjang. Bangunan ini terdiri dari tiga bagian yaitu bagian dasar dibuat dari batu padas, disusun sesuai dengan bentuk bangunan.
-Tugu : bentuknya seperti prasada tapi ukurannya agak kecil. Fungsi Tugu adalah untuk tempat bersemayamnya para Bhuta agar tidak mengganggu aktifitas manusia pada saat malaksanakan upacara suci.
- Padmasana : bentuk Padmasana digambarkan dengan bentuk bunga teratai sebagai simbol stana Hyang Widhi.
e. Data dan alamat pura yang ada di Jakarta Selatan
- Pura Amerta Jati
Jl. Punak, Pangkalan Jati, Cinere, Jakarta – Selatan. Telepon : 021-7545727
Pujawali : Purnama Sasih Kasa
-  Pura Mertha SariJl. Kenikir No. 20 Desa Rengas, Rempoa, Ciputat Timur, Tangerang Selatan.Telepon : 021-7421161 Pujawali Purnama Sasih Sada Pemangku Gede     :  Jero Mangku  I Wayan Ardana.
TOPIK 15
Hari-Hari Suci dan tempat-tempat Suci Agama Budha
1.         Hari-hari suci (Waisak, Asadha, Kathina)
- Waisak                                         
   Hari Waisak memperingati tiga peristiwa penting dalam kehidupan Buddha Gaotama. Hari waisak menandai pula pergantian tahun, karena Tarikh Buddhis dimulai sejak Buddha Gotama parinirwana.
   Perayaan Hari Waisak di Indonesia mengikuti keputusan WFB. Secara tradisional dipusatkan secara nasional di komplek Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah.
Rangkaian perayaan Waisak nasional secara pokok adalah sebagai berikut:
  1. Pengambilan air berkat dari mata air (umbul) Jumprit di Kabupaten Temanggung dan penyalaan obor menggunakan sumber api abadi Mrapen, Kabupaten Grobogan.
  2. Ritual "Pindapatta", suatu ritual pemberian dana makanan kepada para bhikkhu/bhiksu oleh masyarakat (umat) untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk melakukan kebajikan.
  3. Samadhi pada detik-detik puncak bulan purnama. Penentuan bulan purnama ini adalah berdasarkan perhitungan falak, sehingga puncak purnama dapat terjadi pada siang hari.
- Asadha
  Dua bulan setelah purnama Waisak umat Buddha merayakan hari Asadha. Asadha adalah hari Dharma, karena memperingati pembabaran Dharma yang pertama kali. Di Taman Rusa Istipatana, Sarnath dekat Benares, Buddha menyampaikan khotbah pertama yang dinamakan Dhammacakkappavattana-sutta (pemutaran roda dharma) kepada lima orang petapa. Mereka adalah Kondanna, Vappa, Bhaddiya, Mahanama dan Assaji, teman–teman nya bertapa yang menempuh cara menyiksa diri. Cara ekstremtersebut sudah ditinggalkan oleh Buddha. Kelima petapa itu memahami Dhama, ditahbiskan menjadi biku, dan selanjutnya berhasil menjadi Arahat. Sejak itu terbentuklah Ariya-Sangha. 
- Kathina
   Setelah Hsri purnama Asadha, para biku memasuki masa vassa atau masa penghujan di India Utara. Selama tiga bulan mereka tidak melakukan perjalanan, mulanya agar tidak menginjak tunas-tunas tanaman dan mengganggu berbagai bentuk kehidupan lain.
   Hari berikutnya hingga purnama di bulan Kartika dapat dipilih salah satu hari dari waktu ke waktu satu bulan itu untuk menyelenggarakan upacara Kathina. Maka Kathina tidak hanya sehari, tetapi upacara Kathina yang diselenggarakan di wihara tempat para biku menjalani Vassa hanya boleh dilaksanakan sekali saja.
   Kathina sebenarnya bukan suatu upacara peringatan. Upacara ini tidak bias diselenggarakan jika tidak ada sejumlah biku yang melaksanakan kewajiban Vassa dan tidak ada umat yang berdana.
- Mogha Puja
   Mogha Puja memperingati berkumpulnya 1250 biku Arahat yang di tahbiskan sendiri oleh Buddha. Para Arahat tersebut memiliki 6 kekuatan ghaib. Mereka hadir tanpa diundang dan tanpa kesepakatan terlebih dahulu. Pertemuan itu berlangsung di Taman Tupai di hitan bamboo Veluvana-arama, Rajagaha.
    Pada kesempatan tersebut Buddha membabarkan Ovada-Patimokkha, esensi ajaran Buddha dan aturan-aturan pokok bagi para biku. Magha-Puja dirayakan dua minggu setelah Tahun Baru Imlek, bersamaan waktu dengan Capgome, tetapi Magha Puja bukanlah Capgome (hari penutupan perayaan Tahun Baru Imlek)
- Siripada Puja
  saripada Puja adalah upacara penghormatan kepada tapak kaki suci Sang Buddha karena telah mengajarkan tiga kebenaran yakni mengembangkan cinta kasih, tidak berbuat kejahatan dan menyucikan pikiran. Satu per satu umat mendekat lalu berlutut di hadapan para bhikku. Beragam persembahan pun diberikan. Mulai dari jubah, obat, perlengkapan kebersihan, hingga kebutuhan sehari-hari, misalnya sabun dan pasta gigi.
2.         Pengertian dan fungsi Vihara
    Wihara adalah rumah ibadah agama Buddha dan mempunyai fungsi sebagai tempat ibadahnya umat Buddha.

REFERENSI
Ali, Abdul Mukti, Pengantar Agama-Agama Dunia, Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press, 1998. Hal: 125 Ali,
Abdul Mukti, Pengantar Agama-Agama Dunia, Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press, 1998. Hal : 121
Panitia Tujuh Belas, “Pedoman Sederhana Pelaksanaan Agama Hindu dalam Masa Pembangunan”, Jakarta: Yayasan Metra Sari, 1986. Hal: 117.
Ibid., hal: 12
 Ibid., hal: 1129
http//siladalambudha.htm
Panitia Tujuh Belas, “Pedoman Sederhana Pelaksanaan Agama Hindu dalam Masa Pembangunan”, Jakarta: Yayasan Metra Sari, 1986. Hal: 118-119
  http//www.caturmara.htm    
http// Bukti interaksi kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia- Materi Sejarah SMA.htm
http// Agama Hindu Dharma-Wikipedia-bahasa-Indonesia, ensiklopedia_bebas.htm
 http// /Buddha-Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.htm
http//Trimurti.htm
Panitia Tujuh Belas, “Pedoman Sederhana Pelaksanaan Agama Hindu dalam Masa Pembangunan”, Jakarta: Yayasan Metra Sari, 1986. Hal: 173
http//konsep ketuhanan dalam Budha. Htm
 http//konsep adi budha.htm
http//bhakti puja.htm
http// penciptaanmanusiadalamajaranhindu.htm
http://id.wikipedia.org/wiki/Buddha                                    








b.     


.







0 comments:

Post a Comment